"Naka ih! Pasta gigi kalau udah dipakai tuh ya ditutup lagi. Kamu gak tahu kalo dibuka terus bakal bikin fluoride-nya jadi terdegradasi terus tumbuh bakteri?!" kesal Izora yang baru keluar dari kamar mandi sambil berkacak pinggang, gadis itu hanya menggunakan tanktop dan celana pendek saja.
"Iya-iya, lupa. Nanti aku tutup."
"Nanti-nanti, harusnya kalau udah dipakai ya langsung ditutup lah," gumamnya. "Itu handuk basah suruh siapa disimpen di kasur?!"
Azra yang sedang memprint makalah untuk presentasi kelompoknya hari ini buru-buru bergerak membawa handuk yang tadi dia pakai. "Ini aku jemur sekarang." Azra berjalan untuk membuka pintu balkon dan menggantungkan handuknya dengan asal. Kembali masuk dan meneliti Izora dari atas sampai bawah, Azra geleng-geleng kepala.
"Udah jam segini, belum siap?"
"Belum lah. Tunggu bentar, aku harus ngangkat Mey dulu." Izora kembali ke kamar mandi. "Mey, udah ya mandinya? Kamu ini kebiasaan banget gak mau diangkat."
Dan seperti yang sudah-sudah, Meysi akan menangis karena dia tidak suka diangkat dari bathub. Dan seperti biasa juga, Izora akan mengangkatnya secara paksa. "Nih lihat, dia tiap hari hampir gini. Gak mau keluar kalau udah masuk air," tutur Izora pada Azra yang kini mendekat. "Kamu pakein dia baju ya, aku juga mau pakai baju dulu."
"Iya, ganti baju sana. Kamu pakai itu doang kayak preman," cibirnya yang dibalas delikan, tentu saja. "Mey, mau mandi terus ya?" Azra menangkap Meysi yang tengah menangis kencang, handuk di tubuh putrinya itu sampai terbuka. "Udah-udah jangan nangis. Ayah jago renang loh, Mey. Nanti kapan-kapan kita renang dan main air sepuasnya, ya?"
Dengan Azra, Meysi baru kenal beberapa bulan itu selalu nurut dan selalu mendengarkannya. Beda dengan Izora, sebelum ada drama Izora balik marah maka bayinya ini tidak akan berhenti melakukan drama rutinan. Azra memakaikan telon di tubuh Meysi yang sudah tenang.
"Mey, kamu kalau mau rewel atau nangis-nangis gini, waktu sama Ayah aja, Mey. Bunda tuh kasian, udah banyak cape terus harus ngadepin Mey yang tantrum gini pasti bakal tambah cape. Mey ngerti Ayah ngomong?" Meysi hanya diam, ucapan Azra terlalu panjang. Dia susah memahaminya.
Kosa kata yang paling Meysi paham adalah; jajan dan nenen. Sudah, itu saja.
"Naka ih! Singletnya kebalik itu, yang di depan harusnya yang pendek," papar Izora yang sudah berpakaian lengkap dan tengah menyisir rambutnya.
"Loh gitu? Baru tahu," cicit Azra dan kembali membuka singlet yang dia pakaikan di tubuh kecil Meysi.
Izora memperhatikan keduanya. Lalu menghela nafas kencang sampai Azra bisa mendengarnya. "Nafas kamu kenceng banget. Kenapa? Apa lagi yang salah, Zora?"
Izora tersenyum penuh paksaan. "Jadi gini, garis biru di pampers ini dipakainya di depan, ini tuh penanda gitu. Kamu, kebalik lagi."
Azra nyengir dan tangannya langung bergerak untuk membukanya dan memasangkan kembali dengan benar. Sesuai arahan kanjeng ratu Izora.
"Pagi-pagi gini, hebohnya nambah dua kali," gumam Izora. "Naka?"
"Iya, Izora?"
"Itu handuk basah bekas Mey kamu simpen lagi di kasur hehehe."
o0o
"Ra, hari ini aku bakal sibuk dan pulang malem. Gak apa-apa?" tanya Azra ketika motornya tengah berhenti karena lampu merah.
"Pulang malem banget? Emang gak bisa pulang sore?"
Azra mengangguk. "Bentar lagi ospek jurusan 'kan, aku panitianya pasti harus banyak persiapan dari sekarang. Terus juga aku hari ini mulai jadi asdosnya Prof Hermawan. Hari ini harus presentasi dan beres kelas langsung kerkom."

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS BATAS [TAMAT]
RomanceBukan dunia atau tuhan yang tidak adil. Tapi, pilihan hidupnya yang salah. Tapi, tidak! Bukan hanya dia yang salah. Manusia yang tengah berdiri di depan sana dengan bahagia dan percaya diri itu juga andil dalam membuat masalah ini. Bedanya, dia haru...