ISEY || CHAPTER TIGA BELAS

Start from the beginning
                                    

Vian mengangguk lalu segera bangkit dan berjalan menuju kamar Dila.

"Vian," panggil Mama Dila ketika wanita paruh baya itu telah berdiri di ambang pintu.

Vian menoleh menatap Mama Dila yang sudah rapi dengan pakaiannya.

"Sekalian bujuk Dila buat makan. Dari tadi dia nggak mau makan, ya?" pinta Mama Dila lalu segera keluar meninggalkan Vian.

Vian melangkah menuju kamar Dila. Dia memegangi kenop pintu kamar Dila berniat untuk membukanya, tapi urung.

Degup jantungnya terpompa dua kali lebih cepat. Dia gugup setengah mati. Padahal tidak ada yang salah dengan suasana di sini. Bukankah Vian sudah terbiasa dengan rumah ini? Bukankah dia juga sudah terbiasa berduaan dengan Dila di rumah ini saat orang tua Dila tidak ada di rumah?

Memang semua terlihat biasa. Tapi tidak dengan kamar Dila. Kamar itu adalah saksi kejadian yang ingin mereka lupakan seumur hidup. Di kamar itu, kamar Dila.

Vian menghela nafas dalam-dalam sebelum ia memutar kenop pintu itu. Vian memberanikan diri.

Pintu terbuka.

Hal pertama yang dia lihat adalah Dila yang sedang duduk bersandar pada kepala tempat tidur.

Vian membuka pintu lebar-lebar. Ia masuk dan duduk di pinggiran tempat tidur. Ia menatap wajah pucat Dila.

"Makan, ya?" bujuk Vian lembut.

Dila menolehkan kepalanya pada Vian. Menatap bola mata hitam milik Vian. Bola mata yang selalu menjanjikan kenyamanan untuknya.

"Buka mulutnya," ucap Vian yang sudah menyodorkan satu sendok bubur ke mulut Dila. Dengan ragu, Dila membuka mulutnya dan memakan suapan itu.

"Kata Tante tadi pagi kamu nggak sarapan," Ucap Vian dingin. Dia benci jika Dila tidak memperhatikan kesehatannya.

"Aku tadi pagi buru-buru, Kak. Aku piket hari ini," jawab Dila tidak berbohong.

"Kamu kan bisa makan di sekolah. Tapi kenapa kamu biarin diri kamu kelaparan?" tanya Vian yang kini sudah menatap Dila lekat.

Dila menghela nafas. "Aku nggak sempat."

"Nggak sempat? Kesehatan kamu nomor satu, Dil."

"Aku nggak sakit, Kak. Jadi berhenti memperlakukan aku kayak orang sakit." Dila menatap Vian.

"Memperlakukan kamu kayak orang sakit? Dil, aku cuma khawatir sama kamu. Apa itu salah?"

Dila menghela nafas. Kenapa Vian mendadak seperti ini?

"Kenapa Kakak jadi marah-marah? Ini cuma masalah sepele, Kak. Jadi nggak usah di besar-besarin."

Vian tidak habis pikir dengan gadis di hadapannya ini. Apakah dia tidak tahu jika saat ini Vian sangat khawatir padanya?

"Masalah sepele? Menurut aku enggak."

Dila menghela nafas frustasi. Kenapa dengan laki-laki ini?

"Oke... aku minta maaf," ucap Dila yang mulai bosan dengan suasana menegangkan diantara mereka.

Vian meletakkan mangkuk bubur ke atas nakas. Ia menatap lekat mata cokelat milik Dila.

"Dil, aku cuma mau kamu tahu, aku khawatir sama kamu."

Dila tersenyum menatap raut wajah Vian yang mulai berubah.

"Kak. Kakak ingat nggak waktu pertama kali kita ketemu?" tanya Dila. Vian mengerutkan dahinya.

"Saat itu aku baru pindah ke sini. Aku masih umur empat tahun waktu itu." Dila mulai memanggil memori masa lalunya.

"Aku masih ingat, waktu itu ada anak laki-laki berumur delapan tahun yang nyamperin aku waktu nangis karena baru pindah ke sini," ucap Dila menatap Vian.

I SHALL EMBRACE YOUWhere stories live. Discover now