Di ruang ganti setelah akad dilaksanakan, Izora tengah mengaduh merasakan perutnya yang keram. Hal ini dikarenakan dia sedang menstruasi hari pertama. Dia lupa tidak menghitung tanggal mensnya dan langsung mengiyakan ketika Azra merekomendasikan tanggal pernikahan. Di perutnya kini tengah ia tempelkan bantal panas, biasanya hal ini bisa sedikit membantu meredakan rasa sakitnya.
Izora termasuk orang yang merasakan sakit haid yang sampai sakit sekali, bahkan dia pernah pingsan di sekolah karena memaksakan masuk kelas di hari pertama haid. Makannya, sejak hari itu, tiap hari pertama haid Izora selalu absen. Biasanya, Izora akan rebahan seharian. Meluruskan punggungnya yang jadi pegal-pegal.
"Mau diundur sejam gak resepsinya, biar kamu istirahat dulu," saran Azra yang sedari tadi duduk di sisi kasur yang tengah Izora tiduri. Azra sangat tahu kebiasaan Izora ini, karena dulu setiap Izora sedang mode senggol bacok alias haid hari pertama, dia tidak berani bertingkah atau berkata macam-macam.
"Ya enggak bisa lah. Udah, gak apa-apa, harusnya kalo lagi acara gini sakitnya gak akan begitu berasa," tolak Izora. "Kak, lipstiknya gak merah 'kan ini?" tanyanya pada Mili — MUA yang sedang merias wajahnya, Mili ini dengan baik hati menawarkan agar Izora rebahan saja karena kasihan dan sebagai sesama perempuan dia tahu bagaimana rasa sakit haid dan pegalnya itu.
"Enggak kok, aku pake warna peach," jelas Mili dengan tangan yang masih menari di wajah Izora. "Mbak Izora mau makan dulu? Tadi sebelum akad Mbak cuma makan buah-buahan aja."
Izora menggeleng. "Udah kok, aku udah makan. Buah tadi itu makanan utama aku."
Azra yang mendengar ucapan itu kembali teringat. "Seinget aku kamu suka nasi, Ra. Kenapa sekarang jadi enggak?"
"Ya takut gendut lah," jelas Izora.
"Astaga, Izoraa." Azra menggeleng tidak percaya mendengar alasan yang baru diketahuinya barusan. "Kamu udah langsing gitu, kenapa takut gendut?"
"Lo gak tahu ya kalo badan gue jadi gampang melar waktu habis lahiran? Gue defisit kalori sampai akhirnya bisa kayak gini lagi."
o0o
"Gilaa! Jadi ini istri lo wahai anak muda yang baik? Cakep ya?" tanya Nino pada Adi dan Favian yang kini baru naik ke pelaminan untuk menyapa Azra. Akad tadi, mereka belum bisa datang.
"Pantesan aja dideketin siapapun gak mau, toh seleranya titisan bidadari gini," sambung Adi.
"Ya, iya. Makasih atas pujiannya, selera gue emang bagus banget, kan?" tanya Azra sombong.
"Ra, ini temen-temen kampu—"
"Ini yang kemarin ngerokok depan Meysi, kan?" potong Izora. Selain kesal dengan Azra yang membawa Meysi ke lingkungan laki-laki itu, Izora juga kesal dengan para perokok ini yang tidak peduli dan tidak ada kesadaran bahwa ada anak kecil di sana. Saat itu dia tidak sempat protes karena langsung membawa Meysi pergi dari sana.
"Ra ..." tegur Azra pelan.
Teman-teman Azra yang mendengar itu bukannya tersinggung tapi malah tertawa. "Wah ini ibu negara si anak muda yang baik, galak ternyata," kekeh Nino.
"Bagus, Izora — ya? Ini anak muda baik emang harus dapet spek suka marah-marah kayak lo, dia sabar banget soalnya."
"Anak muda yang baik tuh, dia?" tanya Izora sambil menunjuk Azra dan diangguki teman-teman Azra. "Emang sih baik, tapi ada berengseknya dikit."

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS BATAS [TAMAT]
RomanceBukan dunia atau tuhan yang tidak adil. Tapi, pilihan hidupnya yang salah. Tapi, tidak! Bukan hanya dia yang salah. Manusia yang tengah berdiri di depan sana dengan bahagia dan percaya diri itu juga andil dalam membuat masalah ini. Bedanya, dia haru...