01- Zevania Adriani

84 8 6
                                    

Sorry ya ges kalo ceritanya gaje.
Tapi jangan pelit ya sama 🌟 dan komentarnya..
                         _______

*Ini kosong. Tak ada lagi orang disisi
Ini gelap. Sulit untuk memandang
Ini hampa. Tak bisa lagi kurasakan sakit
Dalam hitungan detik rasa itu menyerang
Rasa yang tidak mampu kurasakan
Bahkan untuk menyebutnya rasa, itu terasa asing.*
~Zevania Adriani~
_

_____

Selamat membaca!
~~~

Seorang gadis menatap kosong dua gundukan tanah merah didepannya. Air mata yang mengalir tiada henti dari sepasang mata indahnya membuat panglihatanya mangabur.

Gadis berkulit kuning langsat ini tengah berada ditempat peristirahatan terakhir ibu dan ayahnya.

Dia adalah Zevania Adriani atau  sering disapa Vania ini baru saja kehilangan kedua orang tercintanya untuk selamanya.

Vania, gadis rapuh ini tak memiliki siapa siapa lagi, ia tak memiliki dan tak mengenali saudara ataupun kerabat orangtuanya. Kini dirinya sendiri. Sebatang kara.

Ia tidak istirahat sejak menerima kabar kecelakaan yang dialami orangtuanya. Meskipun bukan hanya orangtuanya saja yang meregang nyawa akibat kecelakaan kereta api yang dinaiki orangtuanya. Ayah dan ibunya hanyalah salah satu dari korban kereta maut itu.

Tubuhnya semakin kurus karena jarang makan, wajahnya kusam dengan lingkaran hitam diarea mata, mata sembab dan merah, bibir pucat serta hidung yang sudah mempat karena kelamaan menangis.

"Nak Vani kita pulang sekarang ya? Ini udah gelap loh nak?" Ajak salah seorang tetangga vania. Bu yuni namanya.

Vania bukanlah anak dari keluarga berada. Ia hanyalah anak semata wayang dari pasangan Ririn Anita dan Adrian Jayanto. Ayah vania hanya seorang tukang ojek online. Ibunya seorang ibu rumah tangga terkadang menjadi jasa cuci baju dirumah tetangga bila penghasilan ayah sedang menurun.

"Ta--tapi hiks ayah sa--sama hiks i--ibu gi--giman hiks naaa? Va--vani g-gak ma--mau hiks ninggalin me--mereka hiks disini.." tanya vania dengan sesenggukan karena menangis. Air mata yang keluar dari kelopak mata indahnya masih tetap mengalir bak anak sungai yang ditimpa hujan deras.

Bu Yuni menghela nafas jengah. Pasalnya sudah sedari tadi ia membujuk gadis itu untuk pulang. Namun, selalu ditolak.

"Vani?" Yang dipanggil menoleh ke bu yuni.

"Kamu gak boleh kayak gini terus nak, kamu harus mulai belajar ikhlas. Jika kamu ikhlas ayah dan ibu kamu nanti akan tenang diatas sana. Ikhlas ya? Dan jangan terlalu larut dalam kesedihan. Jika kamu sedih nanti ayah sama ibu kamu juga sedih loh?" Nasehat sekaligus bujukan bu yuni lembut untuk meyakinkan gadis malang itu.

Vania terdiam sejenak. Bu yuni yang melihat itu was was jika vania akan menolaknya lagi.

"Yaudah vani gak akan nangis lagi, gak akan sedih lagi, tapi vani masih berat untuk ikhlas bu yuni?" Ucapan vania ini sedikit membuat bu yuni iba sekaligus lega.

"Gak papa kok itu memang berat yang penting kamu selalu doain orangtua kamu setiap selesai sholat. Ya?" Ujar bu yuni maklum.

"Sekarang kita pulang dulu wajah kamu udah jelek loh gara gara nangis terus?" Gurau bu yuni, meskipun yang diberi guarauan tersebut diam saja. Melihat reaksi vania yang diam saja membuat bu yuni kikuk.

Bu yuni adalah salah satu tetangga yang dekat dan akrab dengan keluarga vania.

⏳⏳⏳

Saat ini vania sudah berada dikontrakannya. Tempat ia dan kedua orangtuanya berteduh dan beristirahat melepaskan penat dengan berkumpul dan bersenda gurau. Vania termenung memerhatikan seluruh sudut ruangan rumah kontrakanya. Mengingat kembali apa saja yang telah ia lalui bersama kedua orang tuanya di rumah ini.

Otaknya berusaha menyusun setiap apa yang telah ia lakukan selama tujuh belas tahun ini bersama kedua orangtuanya.

Sunyi. Itulah suasana yang dirasakan olehnya. Tak ada lagi suara cempreng sang ibu saat membangunkannya dipagi hari.

Tak ada lagi bau masakan ibunya yang menguar keudara bahkan sampai kerumah tetangga. Tak ada lagi suara ayahnya saat begadang melihat pertandingan sepakbola di tv.

Tak ada lagi orang yang dulu sering ia ajak untuk mengerjai ibunya, hingga sang ibu ngambek dan mogok masak. Tak ada lagi suasana ramai dirumah kecil ini. Semuanya telah berlalu menjadi kenangan manis hidupnya saat bersama keluarganya. Mengingat itu semua membuatnya tersenyum. Senyum pahit

Kini dirinya sendiri. Berdiri menapak diatas bumi tanpa pegangan dan sandaran. Ia sadar bahwa Tuhan sedang mengujinya. Mungkin masih ada berbagai macam ujian dan cobaan lainnya yang menunggu di masa yang akan datang.

Tbc

Jangan lupa loh kasih vomentnya
Ntar gua doain lo pada gak jomblo akut lagi😆

Salam cantik❤,

Masdepnya jimin oppa..
Eaa..

Afghani {Slow Hiatus}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang