"Gak akan ada kuntilanak, Mey. Nanti kuntilanaknya Ayah marahin."
Walaupun sangat konyol tapi kalimat itu terdengar seperti sebuah perlindungan, belum lagi Azra yang menyebut dirinya sendiri 'Ayah', pertama kali Izora mendengar itu hatinya langsung berdebar, apalagi saat melihat Azra meneteskan air matanya. Laki-laki itu benar-benar menyesal dan Izora tahu itu.
Tapi, entah kenapa untuk langsung menerima rasanya tidak semudah itu walaupun seluruh bagian hatinya masih diisi oleh Azra. Belum lagi, Meysi yang terlihat sangat betah dengan laki-laki itu, sampai tadi Izora harus membiarkannya bermain berdua sebelum akhirnya bisa dipisahkan karena Meysi mengantuk dan tertidur. Mungkin, walaupun belum pernah bertemu tapi perasaan rindu di hati anaknya itu ada, makannya Meysi bisa secepat itu betah dengan orang baru.
Jika memikirkan Meysi, Izora ingin menyetujui ajakan Azra. Membuat keluarga impiannya, memiliki anak lucu dan suami yang tampan. Tapi, karena yang dipikirkan Izora adalah egonya, maka inilah yang terjadi sekarang.
"Kamu gak mau nerima Naka lagi, Vel?" tanya Ayah yang sudah menyelesaikan makan malamnya.
"Enggak mau, Yah."
Ayah berdehem. "Ayah pikir, Mey butuh sosok Ayah, Vel."
"Gak, Mey gak butuh orang yang gak mengharapkan dia sama sekali. Lagian, Ayah juga udah cukup jadi Ayahnya Mey."
Ayah tertawa. "Kamu ini. Ya enggak gitu lah, walaupun Ayah ini sayang banget sama Mey, tapi perasaan terbaik yang akan anak rasain itu ya dari Ayah kandungnya sendiri," jelas Ayah membuat Izora cemberut.
"Ayah bilang gitu karena udah gak mau ngurus aku sama Mey lagi di sini, ya?" tuduh Izora.
Mama berdecak. "Perasaan, Ayah gak ada tuh ngomong gak mau ngurus kalian lagi," bela Mama yang duduk di sebelah Ayah. "Mama udah diskusi sama Ayah tadi, kamu ini gak ada trauma sama Naka 'kan, Vel?"
"Trauma lah, Ma. Trauma banget ketemu cowok lagi!"
"Ih, bukan, maksudnya bukan itu. Maksud Mama, kalau ketemu Naka kamu tetap biasa aja 'kan, Vel?"
Izora menggeleng. "Enggak, gak biasa aja. Aku pengen nampol dan sledding sampai kepala dia copot."
Ayah dan Mama yang mendengar itu tertawa. Emosi dan dendam anak satu-satunya itu pasti masih bersarang di hatinya.
"Jadi gini, Vel ... Pertama, Mama dan Ayah sangat ingat gimana stress, takut, terpuruknya kamu waktu itu. Mama dan Ayah juga sangat sedih liat keadaan kamu waktu itu. Tapi, Vel, apa gak bisa kamu coba maafin dia pelan-pelan? Maksud Mama, apakah kamu akan selalu hidup dalam rasa dendam dan ingat-ingat semua kesalahan dia? Setiap orang berhak dapat kesempatan kedu—"
"Dan aku orang yang gak suka ngasih kesempatan itu," potong Izora.
"Vel, dengerin dulu. Setelah denger semua cerita dia, Mama jadi sedikit paham apa yang dia rasain dan gimana sudut pandangnya waktu itu. Ya walaupun tetep aja Naka salah. Tapi, Mama yakin kamu bisa kok maafin dia, pelan-pelan aja, Vel. Asal kamu sudah bisa melakukan penerimaan semuanya dan ikhlas dengan apa yang udah terjadi."
Izora mendesah pelan. "Kenapa sih Mama dan Ayah paksa aku untuk maafin dia terus dari tadi, aku gak suka banget di giniin loh Ma, Yah."
"Enggak, Vel. Mama sama Ayah gak akan maksa keputusan kamu. Kami cuma lagi mengingatkan dan berusaha melepaskan beban yang ada di hati kamu. Gini loh, menyimpan semua rasa sakit dan dendam itu sebenarnya hanya buat diri kita menderita, Vel."
"Coba maafkan semua pelan-pelan, lagian maafin orang itu bukan berarti ngelupain atau membenarkan kesalahan apa yang dia lakuin. Maafin orang itu justru nunjukin kekuatan kamu. Karena ketika kamu mau maafin seseorang itu berarti kamu sedang mengambil kendali atas perasaan kamu sendiri, Vel. Jangan biarin semua rasa sakit itu menguasai hidup kamu, ya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS BATAS [TAMAT]
RomanceBukan dunia atau tuhan yang tidak adil. Tapi, pilihan hidupnya yang salah. Tapi, tidak! Bukan hanya dia yang salah. Manusia yang tengah berdiri di depan sana dengan bahagia dan percaya diri itu juga andil dalam membuat masalah ini. Bedanya, dia haru...