11. comfortable chest

6.6K 283 21
                                    

niat update setiap hari tapi otak mungilku ini tidak membantu dan malah stuck, tulis-hapus-tulis-hapus😔

o0o

Meysi melihat wajah Azra bingung, tangan kecil itu terulur mengusap air mata yang mulai menetes. "Ndak boyeh nyanyis, Ayah," ucap Meysi yang malah membuat Azra semakin meneteskan air matanya. Anak ini memanggilnya 'Ayah' membuat Azra sesak. Entah berhak atau tidak dirinya dipanggil Ayah, tapi panggilan itu benar-benar dia sukai dan  membuat hatinya menghangat.

"Kenapa harus nangis sih, Naka alay!"

Memang Izora si perusak suasana.

Azra menghapus air matanya kasar. Kenapa ketusnya Izora membuat dia senang. Tapi memang lebih baik Izora begini, daripada diam saja saat diajak ngobrol. "Gak pegel berdiri terus? Sini dong duduk." Izora akhirnya nurut, dia duduk di kursi paling ujung. Sengaja memberi jarak dengan Azra. "Jauh banget, sini deketan. Malu-malu gitu, kayak sama siapa aja."

"Dih, siapa yang malu, emang lo siapa?"

"Calon suami kamu."

"Najis! Ngimpi aja lo sana."

Azra menggelengkan kepalanya. "Bundanya Meysi marah-marah terus ya," ucapnya sambil menatap Meysi kembali. Kenapa wajah bayi ini lucu sekali, apalagi pipinya yang tengah memerah. Tangan Azra terulur mengelus pipi lembut itu. Manusia lucu ini ... darah dagingnya?

"Meysi, namanya cantik kayak orangnya. Nama lengkap kamu siapa cantik?" tanya Azra dengan suara lembutnya.

"Jangan dijawab, Mey."

Azra menghela nafasnya. "Meysi —"

"Mey aja panggil nya, Mey! Meysi, Meysi, panjang banget gue dengernya!"

Menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bingung karena kenapa semua yang keluar dari mulutnya membuat Izoea marah. Azra menyunggingkan senyum saat Izora tengah menatapnya dengan kesal. "Kita ngobrol pake kepala dingin yuk, Ra. Bisa, kan?"

"Gak! Gak bisa! Cepet lah lo mau ngomong apa sampe gue harus turun kesini, ngeganggu banget."

"Ayo kita nikah."

Izora mendengus. "Gue bilang enggak ya enggak."

"Pikirin dulu kenapa sih, Ra. Aku tahu ini gak akan mudah buat kamu. Aku juga tahu kamu benci sama aku. Tapi, sekarang bukan hanya ada kita berdua. Ada Mey di sini yang pasti butuh keluarga yang utuh."

"Lo tuh, Naka ... Kenapa baru mikir sekarang sih?!" kesal Izora. "Meysi gak butuh lo! Selama ini dia berdua sama gue dan semua baik-baik aja. Stop ngerasa lo dibutuhin karena kehadiran lo sekarang gak ada gunanya sama sekali. Gue udah gak butuh tanggung jawab lo, Naka. Jadi rasa nyesel yang lo rasain sekarang itu biarin tetap tumbuh sampai nanti lo mati."

"Gue gak mau dan gak akan bisa nerima lo lagi. Semua kesulitan dan rasa sakit yang gue alami itu gara-gara lo yang pengecut! Sekarang lo baru jujur sama keluarga lo dan semua tetep baik-baik aja, kan? Kenapa lo gak lakuin ini dari dulu, Naka? Kenapa yang ada dipikiran lo cuma ngebunuh manusia yang ada karena kesalahan lo berengsek?!"

Azra menatap Izora yang tengah menggebu-gebu. "Waktu itu aku cuma anak baru lulus SMA yang hidupnya masih bergantung sama keluarga, yang masih banyak ketakutan dan overthinking yang gak bisa aku kendaliin. Aku lakuin itu karena takut—"

"Takut, takut, takut. Lo pikir yang saat itu takut cuma lo doang? Lo pikir gue yang lo suruh untuk gugurin dia gak takut? Gue takut banget, Naka. Gue takut," potong Izora. "Gue juga bingung dan takut diusir kalo gue bilang, tapi setelah dicoba semua gak seburuk itu. Yang dulu gue butuhin itu cuma lo, beneran cuma lo."

GARIS BATAS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang