Kembali ke hari di mana Azra mengantarkan Mbak Hawa pulang, sejak sampai kamar dia hanya diam tidak melakukan apa-apa. Perkataan Nino tentang tanggung jawab, perkataan Mbak Hawa tentang bagaimana sakitnya melahirkan dan hamil terus terngiang-ngiang di telinganya.
Azra dilanda kebingungan sekarang, apa yang harus dia lakukan. Bukankan terlambat kalau dia datang kepada Izora dan anaknya sekarang? Izora pun belum tentu mau menerimanya. Mengingat bagaimana ketus dan muaknya Izora ketika melihat dia. Lalu, bagaimana dengan orangtuanya Izora? Saat itu Azra pernah memberanikan diri datang ke sana, dan yang dia dapati adalah bogeman dari Ayah Izora dan makian dari Mama Izora.
Belum lagi, bagaimana cara dia berbicara dengan keluarganya nanti? Ayah dan Ibunya memang baik, tapi Azra tidak yakin mereka akan tetap menerimanya. Jika Ibu dan Ayah mengusirnya, otomatis semua keuangannya akan diberhentikan. Lalu, bagaimana cara Azra melanjutkan pendidikannya, kuliah di univ negeri favorit ini biaya UKT dan segala macamnya tidak murah.
Semua kemungkinannya terlalu rumit, Azra tidak menemukan jalan tengah untuk masalahnya kali ini.
Azra yang duduk di sisi kasur menggapai laci di sebelahnya dan mengambil kotak obat. Obat yang ada di sana berjenis sama semua, dari merk dan isinya sama. Obat yang selalu dia konsumsi selama ini, obat tidur.
Sejak Izora mengatakan dirinya hamil, maka sejak itulah Azra selalu kesusahan untuk tertidur. Apalagi saat Izora tidak kunjung menemuinya, semua tidak baik-baik juga untuk Azra. Dia kesulitan, hanya saja tidak ada yang tahu apa yang dia rasakan — selain kakak iparnya yang mana seorang psikiaternya.
Azra yang salah, Azra yang berengsek, Azra yang tidak bertanggung jawab, Azra yang jahat. Dia mengakui itu semua.
Azra tidak bercerita kepada siapapun, karena jika ia bercerita mungkin bukan hanya umpatan seperti itu yang dia dapat, melainkan aibnya dan aib Izora yang juga akan orang lain tahu. Azra tidak mau itu.
Dan Azra kembali merebahkan badannya, berusaha menutup matanya dan masuk ke alam bawah sadar walaupun butuh waktu yang lama dan sangat susah. Terbangun beberapa kali dan bermimpi betapa kesusahannya Izora saat itu adalah mimpinya hampir setiap hari.
Kata siapa Azra bisa hidup bebas tanpa merasa bersalah? Azra hampir putus asa dan badannya selalu terasa sakit karena kurang tidur, tapi dia tidak boleh mengeluh. Karena apa?
Karena dia adalah si tokoh antagonisnya.
o0o
"Ibu, Ayah, Mbak Hawa dan Adek. Sebelumnya aku mau minta maaf dulu karena ucapan aku setelah ini bakal buat kalian kecewa."
Semua orang baru menyelesaikan makan siang dan masih duduk di meja makan untuk menikmati hidangan penutup yaitu buah-buahan itu memfokuskan tatapannya pada si anak kedua. "Kamu suka tiba-tiba minta maaf gitu, Mas. Kenapa lagi, kamu buat kesalahan apa?"
"Paling dia lagi takut tiba-tiba meninggal, Bu. Udah kebiasaan Mas Azra itu," cibir Safa.
Semua yang ada di meja makan tertawa karena yang Safa ucapkan memang tidak salah. Azra seringkali tiba-tiba datang ke kamar orangtuanya dan meminta maaf, Azra bilang umur gak ada yang tahu. Entah dia yang akan duluan meninggal atau orang lain, tapi meminta maaf terlebih dahulu adalah cara agar dia tidak menyesal. Menyesal adalah hal yang ingin Azra hapus dari hidupnya. Karena hidup dalam penyesalan itu tidak mudah, dan penyesalan terbesarnya adalah mengambil keperawanaan Izora dan membuatnya hamil hingga dia harus kehilangan Izora selama ini.
Penyesalan itu adalah penyesalan yang entah kapan akan terhapus karena sampai saat ini Azra selalu merasa bersalah.
"Itu sih iya juga, tapi kali ini beneran minta maaaaafffff banget," ucap Azra dengan tangan yang sudah berkeringat dingin di bawah meja. "Jadi gini ..." Azra diam, dia ragu untuk mengatakan ini. Bisa dibilang ini adalah momen antara hidup dan mati.

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS BATAS [TAMAT]
RomanceBukan dunia atau tuhan yang tidak adil. Tapi, pilihan hidupnya yang salah. Tapi, tidak! Bukan hanya dia yang salah. Manusia yang tengah berdiri di depan sana dengan bahagia dan percaya diri itu juga andil dalam membuat masalah ini. Bedanya, dia haru...