00. Untied - Huang Renjun [Epilog]

308 30 13
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

Aku berlari menuruni tangga, tak sanggup lagi mendengar jeritnya yang memanggil namaku. Namaku? Itu lebih kepada nama yang ia ketahui. Identitas diriku terlalu banyak di dunia ini.

"RENJUN JANGAN TINGGALKAN AKU! RENJUN!"

Aku tak pernah ingin meninggalkanmu seperti ini sayang. Kumohon kuatlah untuk dirimu sendiri. Aku tak akan mungkin sanggup untuk kembali berlari dan membawamu dalam pelukanku. Aku sudah tiada di hidupmu, itulah yang harus kau ketahui.

Segera kubuka pintu belakang mobil dan masuk dengan tergesa. Topeng latex yang menutupi wajah kulempar ke sisi duduk. Kepalaku seakan penuh dengan isak tangisnya, panggilannya padaku.

"Andreas, kau baik?"

Aku tertawa kecil mendengar William memanggilku seperti itu. Lee Haechan berganti nama menjadi William Hills. Aku ingin tertawa keras, menertawakan segala kehidupan yang dulu kuangaap normal kini menjadi omong kosong. Namun hatiku teramat sakit hingga rasanya jika aku memukul dadaku pun masih tak berguna. Wajah sembabnya mengisi seluruh pikiranku.

"Andreas!" tangaku dicekal oleh William. "Kau gila?!" bentaknya.

Kutatap William yang menggantikan tempat Minhyung sebagai orang kepercayaanku. Aku membencinya, dia yang membuatku jauh dari Ryujin. "Jika aku gila, saat ini kau akan mati di tanganku," kuhempas tangannya yang menyentuhku.

Dia kembali ke tempatnya di balik kemudi.

"Jalanlah," ucapku memberi perintah.

William melajukan mobil meninggalkan taman pemakaman. "Aku sudah menebus kesalahanku dengan mempertemukanmu pada Ryujin. Kau tahu, jika father mengetahui tindakan ini, dia akan memenggal kepalaku. Dia tak akan membunuh putranya-"

"Aku bukan putranya!" geramku menyela kalimat Haechan. "Dia hanya membuatku, Xuxi, Guanheng, sebagai alat untuk menguasai dunia. Aku bukan putranya!"

Kudengar dia berdecak, mencemooh ucapanku. "Kau menjadi melankolis semenjak memiliki kekasih," William tidak seperti Minhyung yang tak pernah membantah.

"Tutup mulutmu," kupejamkan mata. Menghindar dari segala kalimat tak berguna.

"Jika kau sudah bisa mengendalikan dirimu tanpa aku, kau bisa membunuhku sebagai pelampiasan marah. Aku akan sukarela menyerahkan nyawaku untuk menebus dosa padamu."

Perlahan kubuka mata, menatap punggungnya yang tegap. "Aku akan menagih janjimu suatu saat nanti,"

"Istirahatlah menjelang tiba di bandara."

Aku tak lagi menjawab ucapannya. Kembali kupejamkan mata dan membiarkan air mataku jatuh. Siapa yang akan menakutiku sebagai kepala mafia jika melihat semua ini. Andreas menangisi seorang wanita yang begitu ia cintai. Persetan dengan semua kuasa yang kumiliki, jika kini semuanya menjadi kacau.

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang