Epilog

563 78 75
                                    

NB : Terima kasih saya ucapkan pada teman-teman semua atas dukungannya, baik dari sosialisasi dalam grup Wattpad Facebook, DM pribadi di akun wattpad hingga segala vomen yang disematkan dalam setiap cerita yang saya publish 😁. Tanpa kalian, karya saya hanyalah tulisan yang tidak akan berkembang bahkan dikenal sampai kapanpun.

Jika ada kata-kata atau ejaan yang masih salah, mohon maaf ya. Oleh karena itu sangat diharapkan pada teman-teman semua untuk memberikan kritik dan saran secara terbuka 💪.

Dan di atas semuanya, semoga cerita ini menghibur kalian semua ya.

Semoga saya masih diberikan kesempatan untuk terus berkarya agar bisa menghibur pembaca sekalian 🙏.

*****

"HARAAA!" teriak suara Gara dari ruang tamu, memanggil kembarannya dengan suara yang ngalah-ngalahin toa. Seperti biasa.

"HAAA~ RAAA~"

"APAAN SIH?" balas Hara dari lantai dua, nadanya terdengar mencela karena kegiatannya harus diganggu oleh Gara.

"KE SINI DEH!"

"BILANG DULU, KENAPA?"

"SINI DULU DEH! BANTUIN GUE!"

"ISHHH! NGGAK BISA NANTI, YA? GUE LAGI SIBUK NIH!"

"NGGAK BISA, HARA!! LO HARUS KE SINI, CEPETANNN!"

Meski sangat keberatan, akhirnya Hara mengalah. Lagian, Gara tipenya lebih keras kepala dan kalau sudah mendesak, tidak pernah dikondisikan.

"APA?" tanya Hara galak, tetapi dia menuruni anak tangga buru-buru karena sempat mengira mungkin saja Gara benar-benar membutuhkan bantuannya atau yang terburuk, mungkin kaki kanannya yang pernah cedera patah tulang, sakitnya kambuh lagi.

Tetapi ternyata... yang terjadi benar-benar di luar prediksi, membuat Hara sukses dibuat emosi hingga ke ubun-ubunnya.

Masalahnya, Gara berbaring di sofa dengan kepala yang berbantalkan sebelah lengan sementara lengan yang lain dijulurkan ke meja sofa dengan gerakan absurd, seperti hendak berusaha menggapai sesuatu tetapi tidak berhasil karena lengannya tidak cukup panjang.

Teknisnya, Gara bersikap seakan kakinya telah dipaku di sofa dan tidak ada yang bisa digerakkan kecuali sebelah lengan, yang sia-sia saja fungsinya.

"Gue mau ngambil remote tapi nggak bisa," keluh Gara, tangannya masih berusaha menggapai-gapai benda yang dimaksud dengan tatapan tanpa berdosa.

"Punya kakak nggak ada akhlak ya kayak gini," umpat Hara dengan gigi menggertak hingga suaranya hampir teredam. "Siapa sih yang waktu itu bilang mau jadi kakak yang baik dan dewasa?"

"Jangan gitu," jawab Gara sambil memajukan bibir bawah sebagai usahanya untuk ngambek. "Justru itu. Gue lagi gabut dan lo nggak mungkin mau turun kalo nggak pake cara ini."

"Mampir ke rumah Owen aja. Tuh deket. Tinggal nyebrang, kan?" sindir Hara, berusaha menahan keinginan untuk menjitak kepala kembarannya.

"Maunya bareng lo ke sana."

"Ya ampun, Gara! Lo bukan balita lagi, kan? Yang ke seberang rumah aja harus dianter?"

"Ra... Galang tuh rencana mau masak shabu-shabu lagi, tapi harus ngajak lo soalnya porsinya lumayan banyak. Alka ngajak Maya juga, loh."

"Lo ajak Kimmy dong kalo gitu. Kimmy kan uda jadi pacar lo."

"Justru itu. Owen nyuruh gue ajak lo biar dia nggak baper, katanya."

The Pretty You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang