42). Welcome Back, Hara! (2)

423 74 70
                                    

"Maafin Mama ya, Ra."

"Maafin Papa juga ya, Ra."

Hara tersenyum bahagia mendengar ucapan dari Willy dan Fina, orang tua kandungnya selagi masing-masing tangan mereka menyentuh puncak kepala, rambut, sisi wajah, hingga ke pundak Hara seakan ingin menunjukkan sebesar apa kerinduan mereka.

Fina menangis dan meski Willy belum menunjukkan air matanya, Hara lebih dari tahu kalau papanya juga seempati itu. Dan sekali lagi, mereka telah berhasil menunjukkan seberapa besar kasih sayang mereka yang sesungguhnya.

Hara berterima kasih karena pada akhirnya dia bisa kembali pada keluarga inti dan bisa berbahagia karenanya.

Hara menggeleng-gelengkan kepalanya berkali-kali, hingga membuat wig yang dipakainya mengayun ke sana kemari dengan ringan. Benar apa yang dikatakan Joan tentang rambut palsu itu; sangat ringan dan mirip aslinya.

Ahhh... di saat seperti ini Hara malah mengingat kebaikan dari Joan. Entahlah sepertinya memang benar yang dikatakan oleh sebagian orang bahwa terkadang dalam hidup, kita akan mendapat pertolongan secara tidak terduga, oleh orang yang tidak terduga juga.

"Maafin aku juga ya, Pa. Ma. Aku sempat mengira kalian buang aku," ucap Hara, tanpa sadar matanya berkaca-kaca lagi, membuat air mata Fina semakin deras dan akhirnya pertahanan Willy runtuh. Keduanya lantas memeluk anak perempuannya dengan begitu erat pada masing-masing sisi, sementara Gara memeluk Hara dari belakang.

"Kalo nangis, ajak aku dong. Kita bagi air mata sama-sama," kata Gara, matanya sudah dilapisi oleh air mata dalam sekejap. "We are very very welcoming you back, Hara Arganta. Thanks for trusting us again."

Willy mengusap rambut anak laki-lakinya dengan kasih sayang yang sama adilnya. "Anak laki-laki Papa juga udah dewasa."

Gara tersenyum. "Berkat Hara, Pa. Dari tembok yang dia bangun setelah 8 tahun pisah, aku sadar kalo aku nggak layak jadi kakaknya. Selama ini aku nggak pernah mikir kalo Hara lebih menderita dari aku karena dia jauh dari orang tuanya sementara aku malah kayak anak kecil, kadang-kadang keluyuran ke mana-mana trus sering bandel, nggak mau dengerin Mama. Ujungnya, kecelakaan ini juga gara-gara keteledoran aku sendiri meski pada akhirnya malah mempertemukan aku kembali sama Hara, hehehehe. Makasih ya adikku, aku janji akan berusaha lebih baik lagi."

"Bener yang dibilang orang-orang ya, bahkan musibah pun punya hikmahnya. Meski kita kena cobaan kayak gini, rupanya hikmah yang kita dapatkan jauh lebih berarti maknanya. Papa sama Mama juga akan berusaha lebih baik lagi untuk kalian," ujar Willy setelah pelukan mereka terasa cukup dan pria itu menatap sepasang anak kembarnya dengan sayang.

Fina mengangguk. "Iya. Mama juga merasa bersyukur banyak yang sayang sama kalian. Tiga sekawan kamu yang lain, sayang juga ya sama Hara? Padahal interaksinya baru tiga bulan, kan?"

Gara tertawa. "Iya, sayang banget sama Hara. Kalau Galang sih nggak usah dibahas karena dia itu tipikal yang peduli sama orang-orang di sekitarnya, lagi pula dia udah lama tau kalo aku punya saudari kembar. Jadi di hari pertama dia udah langsung nyadar kalo Hara itu bukan aku. Kalo Alka, dia tipe serius tapi nggak nyangka juga dia bisa cocok sama Hara. Menurut aku sih, itu karena karakter mereka yang hampir sama; jutek dan galak gimana gitu, tapi kalo udah kenal, pedulian juga orangnya. Trus yang terakhir, Vico ya? Hahahaha... aku mau ngakak kalo inget dia sama Hara."

"Kenapa emangnya?" tanya Fina gagal paham, termasuk Willy yang ikut mengernyitkan alisnya.

"Tau lucunya apa nggak, Ra?" tanya Gara sambil cengengesan hingga meremas perutnya sendiri saking banyaknya tawa. "Waktu pertama kali dia tau kalo aku punya kembaran dan dia sadar selama tiga bulan dia interaksi sama kamu, dia ngomong gini ke aku--" Gara berdeham dan lantas memasang ekspresi serius, "--'gue mau percaya, tapi gue harus pastiin ini dulu', trus dia tiba-tiba maju dan rangkul sekeliling pundak gue (Gara menirukan rangkulan ke udara seakan sedang mengimajinasikan dirinya sendiri di sebelah). Nah kamu bayangin deh ekspresinya kayak gimana. Mukanya melongo, trus dia bilang gini ke aku, 'Bener. Lo bukan Gara yang sama. Soalnya tiap gue meluk Gara tuh ada cenat-cenut gimanaaa gitu di hati gue. Kalo sama lo, nggak gitu'. Kasian banget, dia bener-bener syok ternyata karena selama ini dia interaksi sama pribadi yang berbeda."

The Pretty You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang