"Naka, aku males makan sendiri, suapin aku dong."
"Naka, aku dimarahin Ayah tau, aku mau kabur sama kamu ke mana aja."
"'Naka, aku emosi deh sama si itu. Dia main bola di kelas terus kena kepala aku tapi gak mau minta maaf!"
"Naka, pelukan, yuk?"
Izora yang manja, Izora yang selalu bercerita dan mengandalkannya, Izora yang seumuran dengannya tapi rasanya sikap gadis itu masih seperti adiknya. Azra menghela nafas, memikirkan Izora yang dulu membuat pikirannya jadi melanglang.
Izora yang dia kenal itu kini sudah menjadi seorang ibu. Azra merasa semakin bersalah mengingat bagaimana gadis itu menahannya seorang diri, bagaimana Izora saat mengaku pada orangtuanya, apakah Izora mengalami morning sick? Dan bagaimana saat gadis itu melahirkan. Izora yang dia kenal tidak dewasa, apa dia melakukan itu semua sendirian?
"Lo dari tadi ngelamun mulu, mikirin apa sih, Zra?" Azra yang kakinya ditepuk itu terkesiap. Dia yang sedari tadi rebahan di sofa yang ada di sekre tidak sadar jika teman-temen BEM nya banyak yang masuk kesini.
"Mikirin tugas lah dia, emang seorang Azra bisa mikirin apa lagi," cibir Adi so tahu. Tapi gak salah sih, Azra memang setengah hidupnya untuk belajar.
"Kalian dari kapan di sini?" tanya dia ketika sadar sudah banyak orang di sekre.
"Barusan sih. Gue sama anak-anak mau rapat."
Azra mengangguk-anggukan kepala. "Bro," panggilnya mengalihkan atensi teman-temannya yang tadi sibuk sendiri.
"Kalian percaya gak kalo gue ngehamilin cewek?" Pertanyaan tiba-tiba itu sontak dihadiahi tawa teman-temannya.
"Lo ngehamilin cewek, Zra?" tanya Nino dengan tawa yang belum berhenti.
"Gue beneran anjing! Jangan pada ketawa dulu lo pada," kesal Azra karena teman-temannya tidak berhenti tertawa.
"Zra, emang seorang elo tahu cara bikin anak gimana?"
Azra mendelik. "Gue anak IPA btw, kayak gitu 'kan gue belajar dari SMP. Serius dulu dong anjing!"
Teman-temannya langsung berhenti saat mendapati raut kesal Azra, raut yang biasa dia keluarkan ketika tidak setuju dengan pendapat yang orang lain keluarkan saat debat atau rapat. "Yaudah iya, jadi gimana? Siapa cewek yang lo hamili itu wahai anak muda yang baik."
"Ya pacar gue lah kocak, lo pada gak kenal 'kan sama dia?" Kalo teman SMA-nya mungkin akan tahu, tapi tidak dengan teman-teman kuliahnya yang datang dari sekolah berbeda sebelumnya.
"Emang siapa pacar lo itu anak muda yang baik?" Nada menyebalkan yang dilontarkan Nino itu semakin membuatnya kesal. Mereka percaya dan tahu Azra laki-laki baik, tapi tetap saja dipanggil dengan nada dan kata-kata begitu membuatnya kesal, Azra tidak sebaik itu kalo mereka ingin tahu!
"Ya ada lah lo gak perlu kenal juga. Cuma gini, menurut lo gue harus gimana kalau dia hamil?"
"Ya tanggung jawab lah, Mas Azra. Gitu aja nanya?"
Azra berdecak. "Kalo gue tanggung jawab terus mereka mau gue kasih makan apa, gue belum berpenghasilan. Masa mau tetep minta sama orangtua? Itu juga kalo mereka masih sudi nganggap gue anak." Sebenarnya, Azra sedang menceritakan apa yang dia pikirkan saat SMA dulu.
"Jadi lo takut?" Azra mengangguk langsung. "Ya kalau lo takut harusnya mikir gini sebelum lo bikin anak dong anjing, ini udah dapet enaknya baru mikir? Tolol banget itu namanya."
"Namanya juga khilaf, No."
Nino menggeleng. "Mau khilaf atau apapun, tapi lo harus tetep tanggung jawab, alasan kayak tadi gak bisa dijadiin pembelaan. Lo usaha lebih keras lah gimana caranya biar bisa ngidupin anak dan istri lo nanti, tanggung jawab sama yang udah lo lakuin. Itu baru namanya cowok gudang garam jaya!"

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS BATAS [TAMAT]
RomanceBukan dunia atau tuhan yang tidak adil. Tapi, pilihan hidupnya yang salah. Tapi, tidak! Bukan hanya dia yang salah. Manusia yang tengah berdiri di depan sana dengan bahagia dan percaya diri itu juga andil dalam membuat masalah ini. Bedanya, dia haru...