"Mey astagaaaa, cuma dipakein baju aja nangis," keluh Izora saat mencoba memasangkan baju di tubuh kecil anaknya. "Kita ini mau jalan-jalan, Mey. Kamu harusnya seneng lah bukan malah tantrum gini."
Meysi menangis sampai berputar-putar di kasur, penyebab menangisnya kali ini adalah karena bayi itu tidak mau beranjak dari bathtub yang berisi air hangat dan mainannya. Izora menangkap tubuhnya tapi Meysi semakin menangis sampai jingkrak-jingkrak. Kesurupan, Mey?
Kesal, Izora melemparkan pelan baju Meysi yang dia pegang sejak tadi.
"Yaudah kalau gak mau pakai baju, gak usah. Biar aku sendiri aja jalan-jalannya, sana kamu main air aja sana." Izora berdiri dan melepaskan Meysi, hal itu tentu membuat Meysi menangis tambah kencang.
"Tuh kan kamu tuh maunya apa, Meysiiii. Ayo kalo gak mau aku tinggalin, nurut sama aku, pakai baju ya anak cantiikk?"
Seperti mengerti dengan ucapan sang bunda dan takut diamuk lagi, Meysi mengangguk dan mengulurkan tangannya memeluk leher Izora. "Gini kek dari tadi, hidup itu gak harus drama dulu kali, Mey. Aku ini orangnya gak sesabar itu ya inget-inget loh."
Jika Meysi tantrum maka Izora akan ikutan tantrum. Jika Meysi menangis, Izora akan ikut menangis. Hal ini karena Izora kesal tapi tidak bisa apa-apa. Dia juga masih merasa kecil, kalau harus mengurus anak kecil yang sering tantrum ini ya kesabaran dia tidak sebanyak itu. Dia juga bingung harus melakukan apa. Sejak dulu Izora tidak suka anak kecil, di saat teman-temannya mengidolakan para bayi-bayi lucu di sosmed, Izora tidak sama sekali. Menurutnya bayi kecil itu tidak seru, dia hanya bisa bersikap lucu tapi tidak bisa diajak bercanda atau bicara.
Tapi takdir memang selalu tidak bisa ditebak, manusia yang tidak menyukai bayi ini malah harus memiliki bayi sendiri. Menemaninya dari saat tubuhnya hanya sepanjang lengannya, mengajarkannya cara bicara pelan-pelan, mengajarinya berjalan dan banyak hal yang tidak pernah Izora bayangkan harus dia lakukan— apalagi sendirian.
Setelah memiliki Meysi, Izora sadar bahwa dia hanya tidak menyukai bayi orang lain, bukan bayinya. Buktinya, Izora selalu merasa senang saat berada di dekat anaknya, meski tidak sering dia juga stress gara-gara Meysi banyak tantrum dan keras kepala.
Betul, Meysi keras kepala. Sekali lagi, selain wajahnya yang mirip dengan Azra, banyak sekali sikap atau gerak-geriknya yang mirip dengan Azra. Contohnya adalah keras kepalanya, cara Meysi tidur yang sangat tenang dan tidak banyak bergerak dari tidur sampai bangun, cara bayi itu menatapnya dan jadi si picky eater, semuanya sangat Azra.
"Nih, gini kan cantik. Anak siapa sih ini," gemas Izora sambil menggigit pelan pipi kembung yang sering memerah dengan sendirinya.
Izora yang kini memakai rok jeans, blouse pendek dan rambut digerai mengangkat Meysi ke gendongannya. Jika dilihat, dibanding ibu dan anak, kini mereka lebih terlihat seperti adik dan kakak. Walaupun tubuh Izora termasuk tinggi untuk ukuran perempuan, tapi wajahnya itu baby face, belum lagi bentuk tubuhnya yang ramping tidak terlihat tanda pernah mengandung sama sekali.
"Yah, pinjem mobil ya."
Ayah dan Mama yang sedang menonton tv itu menoleh pada Izora yang baru turun dari tangga menggendong Meysi. "Loh gak Ayah anterin aja, Vel?" tanya Mama.
"Nggak usah, ini Mey nanti aku tidurin aja di belakang, dia kayaknya ngantuk nih habis mandi."
Ayah mengangguk. "Yaudah, pakai aja," ujarnya. "Oh iya, uang kamu ada, Vel? Atau mau Ayah tambahin?"
"Tambahin aja, Yah. Aku mau foya-foya sama anak gadis ini," seru Izora diangguki Meysi. "Yeuu ngangguk-ngangguk aja Mey, emang kamu ngerti aku ngomong apa hah?"

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS BATAS [TAMAT]
RomanceBukan dunia atau tuhan yang tidak adil. Tapi, pilihan hidupnya yang salah. Tapi, tidak! Bukan hanya dia yang salah. Manusia yang tengah berdiri di depan sana dengan bahagia dan percaya diri itu juga andil dalam membuat masalah ini. Bedanya, dia haru...