Hari ketiga ospek atau sama dengan hari terakhir sebelum osjur di bulan depan. Rangkaian kegiatan dari pagi sampai siang sudah selesai dan menjelang sore ini, kegiatan yang akan mahasiswa baru lakukan adalah pengenalan lingkungan kampus.
Setiap kelompok berbaris di belakang sang mentor untuk mengelilingi lingkungan kampus. Entah takdir, kebetulan, atau bisa saja disengaja. Azra malah ikut menggiring manusia-manusia di kelompok Izora untuk berkeliling. Dia itu Ketua Pelaksana dan Izora yakin kalau membantu memperkenalkan lingkungan kampus ini tidak ada dalam job desk pria itu.
Sebenarnya Izora tidak peduli dan akan bersikap tidak mengenalinya, namun hal itu akan dia lakukan jika saja si pria ini tidak berusaha mendekatinya. Izora dan Haura selalu berdiri atau duduk di barisan paling belakang di kelompoknya, hal itu Izora lakukan karena dia malas jika harus di depan dan berkenalan dengan manusia lain. Namun kini hal itu malah Izora sesali, karena dirinya berada di belakang, Azra jadi lebih mudah mengganggunya.
Iya, mengganggu. Kehadiran seseorang yang tidak diharapkan itu namanya, mengganggu.
"Selesai keliling kampus, kita bakal balik ke lapang dan liatin demo UKM." Beritahu pria itu tanpa dipinta dan Izora tidak ada sama sekali niatan untuk menyahut atau meliriknya. "Kamu ada niat ikutan UKM gak, Ra?"
Izora diam.
"Kamu 'kan anak hukum, ya. Mau aku saranin gak UKM apa yang cocok buat kamu?" tanya Azra yang tentu saja tidak Izora jawab. "Kamu masuk UKM Kelembagaan aja, Ra. Di sana banyak sih pilihannya. Tapi, yang paling cocok buat kamu kayaknya Mahkamah Mahasiswa. Kamu 'kan cita-citanya mau jadi jaksa ya — eh, tetap pengen jadi jaksa, kan? Nah kamu bisa nih cobain dulu di lingkungan kampus ini, anggap aja praktek tipis-tipis."
"Atau mau masuk BEM dan HIMA kayak aku? Ini juga seru, kita cuma ngejalanin program-program yang udah dibuat, gak usah terlalu ngurusin mahasiswa lain kayak waktu ikutan OSIS dulu. Gimana, ada yang buat kamu tertarik, gak?"
"Haura." Dibanding menjawab pertanyaan Azra, Izora memilih memanggil gadis yang berjalan beberapa langkah di depannya. "Gue mau ke toilet, tolong izinin ke mentor, ya. Gue mual banget nih."
"Kak Zora sakit, Kak?" tanyanya dengan khawatir.
"Nggak, gue memang suka mual kalau denger suara manusia gak tahu malu dan gak bertanggung jawab kayak makhluk di sebelah. Gue ke toilet dulu, ya? Nanti lo kasih tau aja posisi di mana, gue nyusul."
Dan Izora berlalu begitu saja. Jarak ke toilet dari tempatnya berdiri sekarang memang lumayan jauh dan sebenarnya Izora tidak benar-benar ingin ke toilet. Dia hanya ingin menjauh dari Azra dan menenangkan hatinya yang bergemuruh. Tapi keinginannya itu tentu saja tidak terkabul karena si empu yang berusaha dihindarinya malah mengikutinya.
"Kamu masih marah banget ya, Ra?" Azra mendahului jalannya dan kini berdiri di hadapan Izora. "Aku tau saat itu aku gak bertanggung jawab dan kamu tau 'kan alasannya kenapa?"
"Kejadian itu udah lama, Ra. Anak itu juga udah gak ada, gak bisa kamu maafin aku?"
'Anak itu' Anak itu yang dia maksud adalah anak-nya sendiri!
Izora yang sedari tadi tidak melirik atau bahkan menggubrisnya kini memusatkan pandangannya dengan tajam pada Azra yang berdiri di depannya. "Sebenernya lo itu mau apa, Naka? Kenapa tiga hari ini lo selalu gangguin gue?"
"Perasaan, aku cuma mau ngajak ngobrol, gak ada tuh aku ganggu kamu," tampik Azra menyebalkan.
"Lo ganggu! Udah gue bilang gue gak mau ngobrol atau liat muka lo! Gue beneran muak sama lo! Gue mau muntah lihat wajah lo!" ketus Izora, dia beneran kesal kali ini.
Seolah kata-kata Izora tidak menyakitinya, Azra menyunggingkan senyum mendengar itu. "Kita masih pacaran kalau kamu lupa. Aku gak pernah putusin kamu dan kamu gak pernah putusin aku."
"Dua tahun aku biarin kamu ngejauh dan ngasih kamu waktu buat kecewa, aku selalu hubungin kamu walau gak pernah kamu bales, aku juga nurut untuk gak datang ke rumah kamu walaupun aku kangen banget. Tapi sekarang udah cukup ya, Ra? Ayo kita keluar dari luka masalalu, ya?"
"Maafin aku yang waktu itu egois, gak bertanggung jawab, dan nyakitin kamu. Tapi demi tuhan, Ra. Aku gak pernah berniat nyakitin kamu segitunya, bahkan sampai saat ini aku masih sayang sama kamu. Izora, kita buka lembaran baru ya?"
Wah, sungguh kalimat yang keluar dari mulut manis laki-laki itu membuat emosi Izora memuncak, tanpa mengucapkan kata apapun, Izora menendang tulang kering sekerasnya sampai Azra mengaduh menahan sakit. "Shame on you, Naka bajingan!"
o0o
"Anak itu juga udah gak ada."
Kalimat so tahu yang Azra yakini itu benar-benar konyol. Kalau sudah tidak ada, lantas bayi perempuan yang saat ini tengah ia suapi ini bayi siapa? Bayi pak RW? Yang bener aja kocak. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, Meysi ini copy-an Azra sekali.
"Ma, besok aku mau ajak Mey jalan-jalan."
Mama yang sedang memotong buah-buahan itu membolakan matanya. "Beneran, Vel?" tanyanya semangat dan dibalas anggukan oleh Izora. Mata wanita paruh baya itu langsung berkaca-kaca. "Kamu udah gak apa-apa?"
Izora mengangguk lagi. "Aku gak apa-apa, Ma."
Mama tersenyum mendengar itu, akhirnya hari ini tiba juga. Hari di mana Meysi akan keluar jalan-jalan bersama ibunya setelah selama ini dia ikut dikurung dan hanya bisa keluar dengan sang Oma dan Opa.
"Kamu mau ke mana besok?"
"Ke banyak tempat dong. Udah aku list mau ke mana aja." Izora menyuapkan nasi terakhir ke mulut kecil anaknya. "Mey, besok aku ajak jalan-jalan. Mau, gak?"
Anak kecil itu terlihat bingung. "Bunda?"
"Iya, sama Bunda. Kita beli balon, beli eskrim, beli banyak baju-baju yang lucu buat Mey."
Anak itu hanya tertawa sampai memperlihatkan mulutnya yang hanya memiliki beberapa gigi saja. "Nih, Vel, makanan kamu." Mama menyerahkan buah-buahan yang sudah dipotong barusan.
"Makasih, Ma."
Buah-buahan adalah makanan utama Izora. Sejak melahirkan badannya jadi gampang melar dan Izora tidak bisa menerima fakta ini. Makannya, ada kala di mana dia harus makan-makanan berat, dia akan sengaja mencolok mulut dan memuntahkan isi perutnya. Kondisi ini disebut sebagai Bulimia Nervosa. Izora tidak suka gendut, dia membenci kondisi itu.
"Ngomong-ngomong, Vel. Waktu Ayah nganter kamu tadi, dia liat orang itu ada di kampus pake jas almet yang sama. Dia kuliah di sana juga?"
Dia yang dimaksud adalah Azra. Memang betul Izora belum berani mengatakan ini, karena kalo tahu ada laki-laki itu di sana, sudah dipastikan Mama dan Ayah akan mencarikan kampus lain untuknya.
"Iya, Ma. Dia jadi panitia ospek."
Mama menghela nafasnya. "Kamu ada ngobrol sama dia? Atau dia ada ganggu kamu?" Izora hanya menggeleng. Tidak mungkin juga dia bercerita bahwa Azra memang mengganggunya. "Kamu gak mau pindah kampus aja? Mumpung kampus swasta masih banyak yang buka pendaftaran."
"Enggak, gak mau. Masa udah susah-susah masuk univ impian harus keluar gara-gara manusia itu." Izora menepuk-nepuk punggung tangan Mama. "Mama tenang aja, aku bakal baik-baik aja."
Raut khawatir tertampang jelas di wajah Mama, ya sudah pasti sih. Bertemu dengan pemberi luka terbesar mungkin akan men-trigger anak semata wayangnya ini. Mama tidak akan pernah lupa bagaimana tersiksanya Izora saat itu. Bagaimana Izora yang selalu mengurung dirinya sendiri dan Meysi di rumah, bagaimana Izora yang menjadi pemarah dan semua penyebabnya adalah laki-laki keparat itu.
Azraqi Naka Naradhipta!
o0o
top one manusia yang benci sama Azra adalah Mamanya Izora🙏🏻🙏🏻🙏🏻

KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS BATAS [TAMAT]
RomanceBukan dunia atau tuhan yang tidak adil. Tapi, pilihan hidupnya yang salah. Tapi, tidak! Bukan hanya dia yang salah. Manusia yang tengah berdiri di depan sana dengan bahagia dan percaya diri itu juga andil dalam membuat masalah ini. Bedanya, dia haru...