Bagian 20

212 22 0
                                    

Sejak kembali dari kafe, Aksara memilih mengurung diri di kamar. Merenungi kisah milik sang sahabat yang nyatanya jauh lebih pelik dibanding dengan masalahnya. Namun, Davi masih tetap terlihat baik-baik saja. Sementara, ia justru telah terpuruk sedemikian rupa hingga meninggalkan rumah.

Apa sikap gue selama ini keterlaluan? batinnya.

Aksara keluar dari kamar dan duduk di beranda, menunggu Keandra kembali dari kafe. Ia menatap kosong pada hamparan langit malam yang gulita, mencoba mencari jawaban atas setiap pertanyaan yang bersarang di benak. Namun, lagi-lagi tak dapat menemukan apa pun.

"Bun, apa yang harus Aksa lakukan? Aku butuh nasihat-nasihat menyejukkan dari Bunda." Aksara memejamkan kedua matanya.

Tak ada jawaban yang terdengar, hanya suara desau angin dan binatang malam yang menyapa indera pendengarannya. Hatinya tiba-tiba merasa bersalah atas semua sikap yang ditujukan pada sang ayah.

Tepat pukul sembilan malam, Keandra sampai di rumah dan turut duduk untuk menemani Aksara. Keduanya terjebak dalam keheningan yang cukup lama.

"Bang, apa sikap gue ke Ayah itu keterlaluan?" Aksara menunduk.

"Kenapa lo merasa begitu?" Keandra balik bertanya.

"Gue cuma merasa begitu karena selama ini selalu menghindar saat Ayah berusaha menemui. Ayah sakit gue juga enggak menjenguk sama sekali." Aksara kembali menunduk.

Keandra tersenyum, merasa senang karena pada akhirnya Aksara mulai berpikir tentang kesalahannya. Dia tahu bahwa remaja berlesung pipi itu berubah menjadi liar hanya karena kekurangan kasih sayang dan perhatian. Selama tinggal di rumahnya, remaja itu bersikap cukup baik dan manis.

"Lo lebih tahu tentang itu daripada siapa pun, Sa. Kalau lo emang merasa bersalah, pulang dan minta maaf." Keandra menepuk pelan bahu Aksara.

Aksara berpikir sejenak, kemudian tersenyum. Ia tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

"Terima kasih, Bang. Gue bakal pulang dan minta maaf. Gue tinggal di sini sementara waktu boleh, 'kan?"

"Lo boleh tinggal di sini sampai kapan pun, dengan syarat mulai besok harus sekolah lagi. Kalau masih bolos, Abang enggak bakal izinin lo buat tinggal di sini lagi." Keandra tersenyum.

Aksara memeluk tubuh Keandra erat sembari mengucapkan terima kasih berkali-kali. Ia memang akan kembali ke rumah untuk minta maaf, tetapi masih belum bisa tinggal di rumah itu. Masih membutuhkan waktu untuk bisa berdamai dengan semua yang telah terjadi. Bagaimana pun luka akibat kata-kata Prima tempo hari, tak bisa dengan mudah untuk dilupakan.

"Oke. Gue sekalian ambil perlengkapan sekolah, janji enggak akan bolos lagi mulai besok. Terakhir, bakal belajar lebih giat lagi untuk membuktikan pada Ayah kalau gue bukan anak yang enggak berguna." Aksara tersenyum hingga lesung pipitnya tercetak jelas.

Usai berpamitan pada Keandra dan Kakek Ferdi, Aksara melajukan kuda besinya menuju rumahnya. Ada banyak kata yang coba dirangkai selama perjalanan, tak ingin membuat kesalahan yang sama untuk ke sekian kalinya.

****

Setengah jam kemudian, motor Aksara telah terparkir rapi di garasi. Di sana mobil milik sang ayah juga sudah terparkir, yang berarti bahwa Prima telah pulang.  Ia cukup lama hanya terdiam memandangi pintu  tanpa berniat masuk, ada banyal hal yang tiba-tiba membuatnya merasa ragu. Namun, sekali lagi ia meyakinkan diri.

Oŕosima (End)√Where stories live. Discover now