Bab 13 Belajar

8.8K 2.1K 76
                                    

Aku pusing. Kayaknya aku memang butuh konsentrasi. Dua tahun kemarin aku bisa fokus belajar karena Novan tidak ada di sekitarku. Tapi sekarang, aku malah tidak bisa belajar dengan  fokus, hanya karena Novan menemaniku. Aku memang lemah dengan otakku ini, harus fokus kepada satu hal, tidak bisa terbagi-bagi begini. Padahal ujian sudah mulai dekat, dan aku masih saja berkutat dengan pelajaran yang tidak aku mengerti sama sekali.

"Ra, belum tidur?"

Suara parau Novan membuatku terlonjak kaget. Aku langsung menoleh ke arah samping, dimana kasur berada persis di samping meja belajarku. Aku hanya tersenyum tipis dan berdoa agar Novan tidak melihat kegelihasahanku. Aku tidak mau membebaninya dengan berbagai macam hal, karena Novan sendiri sudah sangat sibuk. Dia tidak boleh memikirkan aku lagi.

"Owh, ehmmm belum ngantuk," jawabku. Tapi setelah mengatakan hal itu aku malah menguap lebar, dan membuat Novan kini malah terkekeh. Dia beranjak dari tidurnya, menyibak selimut lalu turun dari atas kasur. Waduh, aku nggak mau kalau dia...

"Kamu belajar buat ujian lusa?"

Yah dia udah tahu. Karena sekarang dia sudah berdiri di samping meja belajar dan membungkuk untuk melihat buku apa yang ada di depanku. Dia kini mengusap kepalaku dan membuat aku malu. 

"Ehmm iya, tapi..."

Novan kini malah berjongkok di depanku membuat aku menunduk dan menatapnya. Wajahnya terlihat lelah, bahkan matanya memerah karena dia terbangun di tengah malam begini. Ah aku ini istri apa yang bisa gangguin suaminya saja. Padahal Novan perlu banyak beristirahat.

"Butuh bantuanku?"
Pertanyaannya yang lembut membuat aku menggelengkan kepala. "Enggak kok Kak, Ara bisa. Bukannya selama 2 tahun ini Ara juga bisa? Kak Novan bisa lihat kalau Ara fokus pasti Ara..."

Novan malah kini mengusap wajahku dengan tangannya, membuat aku terdiam. Netra kami bertemu, dan aku tahu Novan langsung mengerti kegundahanku.

"Kamu nggak fokus belajar karena ada aku?"
Kenapa dia bisa tahu?

Novan tersenyum lagi dan kini mengenggam kedua jemari tanganku. 

"Ra, aku suami kamu. Aku paham kamu, jangan pernah menyembunyikan apapun dariku."

Aku langsung menunduk dan kini menatap Novan yang memang terlihat begitu lelah. Kuulurkan tangan untuk menyibak rambutnya yang hitam itu. Novan memejamkan matanya, menikmati usapanku.

"Ara nggak mau Kakak repot. Ara kasihan sama Kakak, udah sibuk seharian, masa harus ngurusin Ara."

Mata Novan membuka dan tatapannya kini langsung menatap manik mataku dalam. 

"Kamu itu tanggung jawabku, Ra. Tidak ada kata merepotkan. Sekarang tidur. Besok aku ajarin ya."

****** 

"Kita belajar kelompok saja ya? Aku pusing mau ujian gini."

Celetukan Anis membuat aku dan Novi langsung menganggukkan kepala. Kami masih nunggu dosen tapi sudah duduk di dalam kelas. Aku tidak mau telat, padahal tadi juga sudah mau bangun kesiangan kalau tidak dibangunin Novan. Aku tuh tidak berguna sama sekali. Novan yang sudah bangun pagi malah beliin aku bubur ayam untuk sarapan. Bahkan dia sempat bawain aku bekal sandwich yang dia buat sendiri. 

"Belajar kelompok sih bisa, tapi kalau kita sama-sama nggak paham juga sama aja."

Celetukanku membuat Anis dan Novi langsung menatapku.

"Lah kamu enak, punya pacar secerdas Kak Novan. bisa minta tolong ama dia loh."

Aku mencibir dan kini mengusap-usap dahiku. "Aku nggak enak minta tolong sama Kak Novan. Dia udah terlalu sibuk."

Jawabanku membuat Anis malah kini menggelengkan kepala sedangkan Novi menatapku dengan tak percaya.

"Punya pacar cerdas tuh dimanfaatin Ra, coba aku punya kayak kamu. Atau minimal kayak Kak Dika tuh, dia juga cerdas."

Otomatis aku dan Anis langsung saling menatap setelah mendengar celetukan Novi, dan dia baru saja sadar apa yang telah diucapkannya. Pipinya merona merah dan membuat aku ngakak.

"Kalau mau ya Vi, abis ini aku bilangin ke Kak Dika deh. Ada yang....."

Tapi ucapanku terputus karena Novi langsung membungkam mulutku. Dia memang sangat malu kalau diledekin tentang Kak Dika.

"Apaan sih, aku tuh cuma kagum gitu sama Kak Dika."

"Cinta juga boleh kok."

Nah celetukan Anis membuat Novi kini malah menutup wajahnya dengan buku di depannya. Aku geli sendiri melihat tingkahnya. Ah seperti itu memang jatuh cinta, aku dulu saat pertama kali merasakan cinta kepada Novan juga seperti itu. Malu-malu kucing, dan sekarang juga masih. 

******

Mama Novia : Ra, besok Mama dan Papa mau ke Jakarta ya. membahas pernikahan kalian.

Aku menunjukkan pesan dari Mama Novia kepada Novan yang baru saja duduk di sebelahku. Dua jam aku menunggunya di kantin, dan Novan baru datang. 

"Owh ini, Mama juga baru telepon aku kok."

Dia menarik gelas es teh milikku dan menyesapnya begitu saja. 

"Kita nikah resmi Kak?"

Novan menganggukkan kepala dan kini menepuk kepalaku "Biar lebih sah di mata negara dan kita juga bebas mempublikasikan hubungan kita Ara."

Aku menggigit bibir karena masih takut akan hal itu. "Tapi Ara masih takut, nanti kalau kita sudah mempublikasikan, Ara pasti dibenci sama Fans-fansnya Kak Novan?"
Dia malah kini tersenyum dengan manis, dan menyesap es teh milikku lagi. Dia tidak menjawab dan kini melambai ke belakangku.

"Dik, sini."

Nah dia memang memanggil sahabatnya itu. Aku juga ikut menoleh dan tersenyum mendapati Kak Dika sudah tersenyum lebar ke arah kami. Aku menoleh ke arah Novan.

"Tahu nggak Kak, Novi tuh naksir sama Kak Dika. Kita jodohin aja?"

Novan terkekeh mendengar ucapanku, kini Novan malah mengacak rambutku "Kamu ini suka comblangin, biarin Dika sendiri yang milih."
Aku mengerucutkan bibir mendengar ucapannya. 

"Oiiii, masih belum  malam, jangan pamerin kemesraan kalian di sini."

Kak Dika sudah ada di depan kami dan kini menatap kami dengan tatapan iri. Aku makin tersenyum lebar. Lalu aku menggelendot manja di lengan Novan yang membuat Kak Dika menggelengkan kepala.

"Cckckcckc.... ngiriiii nih."

Novan hanya tersenyum tipis "Owh iya Dik, lu gantiin gue nganterin si Sofi sama Agil buat cari bahan praktek ya. Gue mau pulang."

Kak Dika langsung menatap Novan dengan mengernyitkan kening "Lah gue harus ama Sofi? Cewek itu tuh naksir ama lu."
Setelah mengatakan itu, Kak Dika melirikku "Sorry loh Ra, bukan itu maksud gue. Tapi Sofi itu emang gitu kalau ama Novan memuja. Kalau ama gue beuh benci banget. Padahal kita sama-sama ganteng kan? Gantengan gue malah."

Aku hanya tersenyum tapi melirik Novan yang kini mengusap tengkuknya. "Apaan sih, jangan buat Ara cemburu sama temen-temen kita, Dik." Novan menoleh ke arahku "Enggak loh sayang, aku cuma milikmu."

Kak Dika mencomot tempe goreng di atas piring dan kini terkekeh "Segitu takutnya lu. Iya yang udah mine -mine deh."

Novan hanya menggelengkan kepala dan kini menarikku untuk beranjak berdiri "Ya udah gitu aja, gue mau ngajakin Ara pulang. Mau ngajarin dia belajar, buat ujian besok."

Kak Dika hanya menganggukkan kepala dan mengacungkan jempolnya "Ngajarin belajar atau ngajarin yang lain Van?"
Duh itu mulut Kak Dika, tapi Novan malah tertawa dan kini merangkulkan tangannya di bahuku. Tanpa mempedulikan tatapan penasaran orang-orang lain di sekitar kami. Ah aku harus siap untuk menerima konsekuensi dari ini semua.

BERSAMBUNG

 NAH INI BAB 13 BENERAN YA, YANG KEMARIN ITU BAB SALAH KETIK SOALNYA HEHE

Kekasih HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang