Namun, sepertinya tidak lagi, setelah apa yang Nana lihat dan dengar malam ini.

Tanpa sadar, mobil yang dikendarai Nana melaju cepat meninggalkan kawasaan club. Ia tak peduli ke mana arah tujuannya malam ini. Ia hanya ingin pergi sejauh mungkin dari tempat jahanam itu. Berusaha mengusir bayangan dan kalimat-kalimat kotor yang di dengarnya. Waktu sudah menunjuk pukul setengah dua pagi. Tak terasa, Nana tiba di kawasan pantai tepian kota.

Gadis itu memarkir mobilnya secara asal dan berjalan menyusuri pasir yang berwarna gading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis itu memarkir mobilnya secara asal dan berjalan menyusuri pasir yang berwarna gading. Ia memilih bertelanjang kaki, membiarkan bulir pasir lembut menyapa kakinya. Tanpa sadar, air mata Nana menetes untuk kesekian kali. Tubuhnya meluruh ke pasir, ia kembali terisak, kini dengan begitu hebat, begitu lepas. Beragam kilasan perisitiwa melintas dan berjejalan di pikirannya. Membawa rasa sakit yang entah kenapa begitu mendominasi hati Nana. Dari segala keruwetan dan kepalsuan kehidupan keluarganya hingga pengkhianatan Thomas yang baru saja ia saksikan secara langsung.

Nana bukannya tak mau bersyukur, bukannya ia kufur, gadis itu sadar jika memiliki segalanya. Ia hidup bergelimang harta, apapun selalu bisa menjadi miliknya. Ia tak perlu berebut atau bersusah payah untuk mendapatakan barang kesukaannya. Ia tak perlu berbagi dengan siapa pun ataupun memohon untuk mendapatkan keinginannya. Tetapi, semuanya tak lagi berarti saat ia sendiri begitu miskin akan kasih.

Ia belajar segala hal di sekolah. Berbagai rumus, teori, dan ideologi, namun ia tak pernah tahu akan konsep sebuah kasih sayang. Keluarganya memberikan semua fasilitas yang Nana perlukan maupun tak ia perlukan. Tetapi, mereka lupa memberikan poin terpenting, harta sesungguhnya yang diharapkan semua anak di dunia. Cinta dan kasih sayang.

Kata kacau tak lagi cukup untuk menggambarkan segala kerumitan dalam diri Nana. Malam ini, Nana merasa segalanya terlampau berat. Gemetar di tubuhnya tak kunjung hilang, rasa sesak memenuhi dadanya. Kedua matanya pedih, sementara kerongkongannya terasa begitu sakit untuk sekadar terisak lirih. Nana tak mampu berpikir jernih. Gadis itu bahkan tak sadar saat langkahnya semakin jauh menuju lautan lepas.

Pandangan Nana kosong, hanya ada kehampaan dan rasa sakit yang tak lagi dapat ia sembunyikan. Rasa sakit yang bahkan tak pernah bisa Nana ungkapan. Tidak ada lagi topeng yang selama ini melekat erat pada sosoknya. Topeng yang telah menipu ribuan orang yang mungkin mengenalnya. Tidak ada lagi raut polos penuh keceriaan yang selalu Nana umbar kepada semua orang. Tidak ada lagi sosok gadis yang selalu bersinar di tiap harinya. Saat ini, sinar itu meredup, nyaris menghilang dan menyatu dengan pekatnya malam.

"Hei, apa kau sudah tak waras!?" Nana seakan kembali tertarik ke dunia nyata saat sebuah lengan merengkuh tubuhnya. Menariknya menjauh dari lepas pantai. Suara berat seorang lelaki mengalun di telinganya. Nana terbatuk dengan keras, ia masih belum sepenuhnya sadar saat lelaki itu mendudukan dirinya di tepian pantai. Seluruh tubuhnya basah kuyup, dari ujung kepala hingga mata kaki. Seperti orang linglung, Nana masih diam dengan pandangan kosong ke depan. Sama sekali tak sadar akan perbuatan yang dilakukannya beberapa saat lalu.

Nana - Everything's FakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang