(XIV) Pengkhianatan

115 20 0
                                    

     Tanpa menyadari kehadiran dan kepergian Begal Barat, Ki Carik Tresna masih terus menjalankan kudanya. Tak henti-hentinya ia menghibur Parasu.

    "Kita jalan-jalan, Rasu, melihat air terjun yang indah. Nanti di sana ayah dan ibumu akan menyusul," bujuk Ki Carik Tresna sambil menutup kepala Parasu dengan selembar daun pisang.

    Namun, belum sampai sepelemparan batu meninggalkan tapal batas Dusun Kaliantu, di kelokan jalan, lima ekor kuda tiba-tiba sudah menghadang. Ki Carik Tresna terkesiap. Tapi tak ada pilihan lain kecuali melawan.

     "Rasu, tunggu di atas kuda!"

     Ki Carik Tresna meloncat menerjang dua ekor penunggang kuda. Dua lawannya terjengkang. Kesempatan itu tak disia-siakannya. Dua kali tendangannya bersarang ke wajah dua lawannya.

     "Rodra lekas bantu aku!!!" teriak Ki Carik Tresna.

     Tiga penunggang kuda merangsek maju. Pedang mereka terhunus ke arah Ki Carik Tresna. Mata Ki Carik Tresna tak berkedip. Ia bergegas memasang kuda-kuda.

     BLEEESH...''Aargh!'' tiba-tiba Ki Carik Tresna berteriak kesakitan sambil memegangi punggungnya yang berlumuran darah. Matanya terbelalak.

     Di belakang Ki Carik Tresna, Rodra menggenggam keris yang masih terhunus. Ujung keris itu mengkilap menyisakan tetesan darah.

     "Me-me-me-ngapa kau la-ku-kan i-ni, Ro-dra, a-pa sa-lahku?" Ki Carik Tresna meringis kesakitan.

     Rodra hanya tersenyum sinis. ''Ki Carik, kau memang sial. Aku tak bermaksud membunuhmu. Tapi kau berada di waktu dan tempat yang salah.''

     ''A-pa mak-sudmu Ro-dra?''

     "Aku hanya ingin membunuh anak itu! Tapi aku yakin kau akan mati-matian melindunginya, bukan?"

     ''A-pa ke-sa-la-han Pa-ra-su, Ro-dra? Di-a ha-nya a-nak ke-cil'' tubuh Ki Carik Tresna mulai limbung. Terhuyung-huyung ia menghampiri Parasu yang masih bertengger di atas kuda.

     Keris Rodra masih terhunus. Ia pun bergerak berlahan mendekati kuda Parasu. Kuda itu meringik dan menyepak-nyepakkan kaki tanda gelisah.

     ''Anak ingusan itu memang tak tahu apa-apa Ki Carik. Tapi dia harus mati, menyusul ayah dan ibunya. Aku yakin pasukan dari Perguruan Mata Angin pasti sudah menghabisi Perisai dan Nuri Gagap!''

     Mata Ki Carik Tresna terbelalak. ''Ro-dra, bu-kan-kah ki-ta i-ni ab-di Ki-Pe-ri-sai?"

     ''Abdi? Perisai? Huh, sampai kapanpun aku tak pernah menganggapnya sebagai kepala dusun! Apalagi pemimpin! Gara-gara kedatangannya di dusun ini, aku gagal menjadi kepala dusun. Ia juga telah merebut gadis idamanku, Nuri Gagap!''

     "Ha-ha-nya ka-re-na i-tu kau te-ga ber-bu-at ke-ji se-per-ti i-ni Ro-dra?''

     ''Ah, sudahlah tidak usah banyak omong Ki Carik, nyawamu sudah tinggal seujung kuku. Sini aku beritahu satu rahasia agar kau tak mati penasaran,'' bisik Rodra yang kini berdiri sejajar dengan Ki Carik Tresna.

     ''Ketahuilah Ki Carik, akulah yang telah membocorkan tempat penyimpanan rahasia pedang cahaya milik Perisai, tempo hari, sehingga dengan mudah Begal Barat menemukannya...''

     ''Bi-a-dab....Ka-u bu-kan ma-nus...'' kata-kata Ki Carik Tresna terhenti ketika keris Rodra kembali menghujam perutnya. Ki Carik Tresna tersungkur. Ia menggeliat kesakitan sambil memegang perutnya. Namun ia masih sempat melirik ke wajah pucat Parasu. Dengan nafas tersengal-sengal ia berteriak, ''La-la-ri Ra-su!'' Itu menjadi kata-kata terakhir Ki Carik Tresna. Lalu tubuhnya diam membeku.

     Parasu terkesiap. Namun hanya sesaat. Wajahnya yang pucat pasi mendadak berubah menjadi merah padam. Dia tak membalikkan kudanya untuk lari. Namun justru mendekatkan kudanya ke arah Rodra.

     ''Dasar pengkhianat, Paman Rodra, hadapi aku!'' teriak Parasu nyaring.

     Rodra terpana. Ia tak menyangka anak sekecil Parasu memiliki keberanian laksana panglima. Namun ia lantas tersenyum sinis. ''Sini bocah ingusan, semakin mendekat, semakin cepat aku antar kau menemui ayah ibumu di neraka!''

    Rodra mengayunkan keris dan mengarahkannya ke dada Parasu. Parasu kaget, tak mungkin ia menghindar dari laju keris yang datang begitu cepat. Kedua tangannya mengibas secara spontan.

    BLETHAK!!!

     Rodra terjerembab. Keris di genggamannya terlempar. Sambil memegang pelipisnya yang berdarah, ia mengaduh kesakitan. Matanya jelalatan mencari sosok yang telah membuatnya gagal menghabisi Parasu.

     Meski matanya berkunang-kunang setelah terkena tendangan penyerang gelap, Rodra samar-samar masih bisa menyaksikan sosok berbaju kumal layaknya pengemis dengan topi caping lebar berdiri tegak di hadapannya.

     Rodra melirik ke arah tiga murid Mata Angin yang masih tertegun di atas kudanya masing-masing.

     Rodra yang tampak kesal berteriak, ''Jangan diam saja, ayo serang dia!''

     Sebelum tiga penunggang kuda mendekat, sosok berbaju kumal yang bercaping lebar segera beraksi. Ia melompat melewati Rodra yang masih terduduk lunglai. Gerakan kaki pengemis itu begitu lincah seperti kijang.

     Si baju kumal dengan kecepatan yang sulit diikuti mata segera menyambar Parasu. Dengan sekali hentakan, si baju kumal yang mengendong Parasu sudah hinggap di batang pohon di pinggir jalan. Di hentakan kedua, mereka sudah berpindah ke batang pohon lainnya. Di hentakan ketiga, tiga penunggang kuda sudah tak bisa lagi melihat mereka.

     Tiga penunggang kuda itu hanya terpana. Sebenarnya tak hanya tiga penunggang kuda, Parasu yang ada dalam gendongan si baju kumal itu pun terbengong-bengong.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Titimangsa ParasuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang