Gigitan Kelabang

0 0 0
                                    

Jantungku berdebar kencang ketika berlari saat melihat ribuan kelabang merayap kearah kami. Sofia berlari di depanku. Aku tertinggal beberapa meter darinya, karena kakiku tiba-tiba saja lemas dan seperti kram. Tapi tetap ku paksa kan berlari.

"NEF, AYO CEPAT!" Teriak Sofia sambil melirik ke arahku.

"KAKIKU KRAM!!" Teriakku.

Saat mendengar teriakan ku, Sofia segera berhenti. Dan dia pun segera mengamankan ku. Kini dia berada di depanku sembari memegang senjata untuk mengusir ribuan kelabang itu.

"Cepat lemas kan kaki mu. Biar ku urus kelabang-kelabang itu." Ujar Sofia. Aku mengangguk.

Ya Tuhan bagaimana mungkin kelabang itu bisa pergi, sebab kelabang-kelabang itu berukuran kecil. Sehingga tidak tahu bagaimana cara melawannya.

"Sofia, bagaimana ini? Kakiku masih sakit untuk melangkah. Sementara kelabang-kelabang itu semakin mendekat. Apa yang akan kita lakukan?" Tanyaku cemas.

"Cepat lemaskan kakimu dan pijatlah bagian kakimu yang kram." Jawabnya.

"Tapi kakiku masih tak bisa di gerakkan." Sofia hanya melirikku sinis. Aku tahu apa maksud dari liriknya itu.

Aku pun memijat-mijat bagian kaki yang kram. Melemaskannya, agar darah bisa mengalir lagi dan kram di kakiku hilang.

Kelabang-kelabang itu semakin mendekat ke arah kami. Mereka merayap pada setiap bagian gua ini. Atas, bawah, kiri, dan kanan. Sofia berusaha menghalangi dengan cara melempar bebatuan ke mereka. Tapi itu hanya mengenai beberapa ekor kelabang saja. Sisanya masih merayap ke arah kami.

Sofia terlihat kebingungan, karena kelabang-kelabang itu semakin mendekat. Aku pun cemas dan takut sekali jika kelabang-kelabang itu menggigit kami. Pasti racunnya akan bereaksi dengan cepat dan bisa membuat orang yang terkena meninggal. Setelah meninggal, mayatnya akan di makan oleh mereka.

"Nef, berikan senjata besimu." Sofia meminta senjata besiku dengan nada bergetar. Kemudian, aku segera memberikannya.

Dengan cepat, Sofia memasukkan debu kristal ke salah satu lubang di senjata itu dan mulai mengucap mantra nya.

"INCENDIO." Mantra itu terucap dengan jelas oleh Sofia. Kemudian, bola energi yang berukuran cukup besar keluar sangat cepat dan menghantam kelabang-kelabang itu.

Tapi tetap saja, hanya beberapa ekor saja yang terbunuh. Sisanya masih merayap ke arah kami. Bahkan jarak kelabang-kelabang itu dengan kami hanya sekitar beberapa meter saja.

Kemudian, Sofia segera merangkul ku dan membawaku lari. Meskipun kakiku masih kram, tapi ku paksa kan saja berlari.

Sofia tampak cemas, karena kami berlari tidak terlalu cepat. Sementara kelabang kelabang-kelabang itu kerana dengan cukup cepat. Saat aku melirik ke arah belakang, kelabang-kelabang itu hanya berada beberapa langkah dari kami.

"Sofia, mereka berada tepat di belakang kita." Ujarku panik.

"Teruslah berlari, aku yakin ada tempat untuk kita bersembunyi."

Tiba-tiba, salah satu kelabang itu merayap di kakiku. Sontak aku berteriak dan memukul-mukul kelabang yang berada di kaki kiriku.

"ARGHHHHHHHHHHHHHHH, SOFIAAAAA KELABANG MERAYAP DI KAKIKU. AAAAAAAAA." kelabang itu berhasil menggigit paha kiriku. Aku pun berhasil menangkap kelabang itu dan melemparnya.

"SOFIAA DIA MENGIGIT KU, AAAAAAA." Tubuhku mulai lemas mungkin karena racun hewan itu. Kemudian, Sofia segera menggendongku dan berlari lagi. Saat itu aku sudah dalam keadaan tidak sasaran diri.

***

Saat ku buka mata,aku sudah berada di suatu tempat yang cukup sempit. Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi. Dan bagaimana Sofia bisa menghindar dari ribuan kelabang tersebut.

Ngomong-ngomong soal Sofia, aku tidak melihatnya berada di sekitar. Hanya ada aku saja di tempat ini dengan paha kiri yang terikat tali. Mungkin Sofia mengikat pahaku agar racunnya tidak cepat menyebar.

Tak lama kemudian, Sofia pun muncul. Sepertinya dia membawa tanaman aneh, tapi aku tidak tahu itu daun apa. Bagaimana dia bisa mendapatkan tanaman tersebut, sementara di gua ini tak ada tanaman sama sekali.

"Hei, kamu sudah sadar?" Tanya Sofia saat melihatku.

"Darimana kamu? Dan apa yang kamu bawa?" Tanyaku bingung.

"Aku mencari tanaman ini." Sofia memperlihatkan tanaman yang dia bawa.

"Untuk apa itu?" Tanyaku bingung.

"Ini untuk menghilangkan racun kelabang yang ada di tubuhmu."

"Tanaman apa itu?"

"Nama tanaman ini gorea, penduduk percaya bahwa tanaman ini bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit termasuk racun kelabang yang ada di tubuhmu. Dan tanaman ini hanya ada di gua ini. Maka dari itu aku meninggalkanmu disini untuk mencari tanaman gorea ini." Sofia menjelaskan.

Ternyata penduduk Atlantis juga menggunakan tanaman sebagai obat tradisional mereka. Nama tanaman itu cukup aneh dan asing di telingaku. Sebab di masaku tidak ada nama tanaman dan bentuk tanaman yang seperti itu. Mungkin hanya ada disini atau mungkin tanaman itu sudah punah di masa ku.

"Bagaimana kamu bisa lolos dari ribuan kelabang itu?" Tanyaku penasaran.

"Aku berlari dengan kencang dan menemukan tempat ini, dengan cepat, aku segera masuk dan menutup tempat ini dengan kayu besar itu. Kamu lihat? Dan setelah cukup aman, aku segera keluar dan mencari tanaman gorea dan membiarkan mu sendiri disini." Jelasnya sambil menunjukan kayu besar yang di jadikan penutup tempat ini.

"Sudahlah jangan banyak bertanya. Sebaiknya aku segera mengobati mu agar racun itu tidak semakin menyebar." Aku mengangguk.

Kemudian, Sofia segera menumbuk daun dari tanaman itu. Setelah itu, dia memeras daun-daun yang sudah ditumbuk dan memberikan air remasan daun itu kepadaku untuk diminum. Awalnya aku tidak mau meminum perasan daun tersebut. Tapi Sofia meyakinkan ku bahwa ramuan ini sangat bermanfaat untuk kesehatan ku.

Aku pun segera meminum perasan daun itu dengan sekali tegukan tanpa merasakannya. Selang beberapa menit, tubuhku mulai kembali segar. Kakiku yang lemas kini sudah bisa kembali di gerakkan.

Ramuan tersebut memang sangat manjur. Tanpa perlu waktu lama, ramuan tersebut cepat sekali bereaksi.

"Bagaimana kamu merasa baik?" Tanya Sofia.

"Ya, tubuhku sudah kembali segar. Terima kasih, Sof, kamu selalu menolongku. Tanpa bantuan mu, mungkin aku sudah mati."

"Tak perlu berterima kasih. Sebaiknya kita melanjutkan perjalanan." Aku mengangguk.

Kami segera melanjutkan perjalanan. Kami semakin berhati-hati, karena Sofia mengakatakan bahwa wilayah Azkaban sudah dekat. Dan di pastikan bahwa monster-monster ganas berada disekitar.

Suasana semakin senyap. Tak ada suara sedikitpun. Bahkan suara kelelawar saja tidak ada. Benar-benar senyap. Hanya langkah kaki kami yang terdengar nyaring.

Setelah berjalan cukup lama, terdengar dari jauh suara derasnya air terjun. Sepertinya kami hampir sampai.

"Sofia, kamu mendengarnya?" Ujarku.

"Ya, aku mendengar. Sepertinya kita sudah berada di wilayah Azkaban." Ujar Sofia.

"Kenapa wilayah ini di sebut Azkaban?" Tanyaku penasaran sambil meneruskan perjalanan.

"Karena wilayah ini sebagai tempat atau penjara bagi orang-orang yang memasukinya. Mengapa penjara? Karena orang yang memasuki tempat ini tidak akan pernah bisa keluar dari sini kecuali memohon kepada kristal ajaib. Maka dari itu wilayah ini disebut Azkaban atau penjara mematikan." Sofia menjelaskan.

"Lalu, bagaimana dengan kita?" Tanyaku cemas.

"Yakinlah bahwa kita bisa menemukan kristal itu." Sofia meyakinkan.

Akhirnya kami melihat derasnya air terjun dan air yang menggenang seperti danau. Ada cahaya yang menyinari air terjun itu. Kami menghela napas.

"Itukah air terjunnya?" Tanyaku.

"Ya, itulah dia. Dan kristal ajaib berada di baliknya."























Trapped In The Lost City [ TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang