11. Menjalani Kehidupan Kampus

608 56 3
                                    

Malam itu, aku mulai menceritakan semuanya kepada Steven, mulai dari pertama kali aku melihatnya berduaan dengan wanita yang dianggapnya pacar. Sampai pada kejadian pertarungan gaib yang baru saja kami alami malam ini. Saat aku menceritakannya, Steven tampak bingung, dia seperti tak percaya akan apa yang kukatakan. Dia hanya mengingat pernah bertemu dengan wanita yang bernama Indira itu, beberapa kali saja.

Aku hanya bisa menyuruhnya mengecek jumlah uangnya sebagai tanda bukti, bahwa dia telah terperdaya oleh wanita itu. Aku juga memberitahu mengenai beberapa tempat mewah yang telah mereka kunjungi bersama. Setelah menghitung pengeluarannya yang tidak masuk akal sama sekali, Steven akhirnya mulai percaya. Setelah percakapan kami yang cukup panjang, aku pergi keluar dari kamarnya dan menyuruhnya untuk menenangkan diri serta beristirahat sebanyak mungkin. Sebab aku yakin tubuhnya masih terasa sangat lemah, karena efek ketempelan kuntilanak merah yang sudah menyerap habis energinya.

Di kamarku sendiri, aku hanya berbaring dan mengingat kejadian yang kualami malam ini. Mulai dari penjaga Adellia yang baru pertama kali kulihat. Pria berbaju zirah emas itu memiliki aura yang tidak biasa. Aku menjadi penasaran akan latar belakang dan keluarga Adellia, dugaanku sepertinya dia bukan dari keluarga yang biasa.

Aku juga mengingat kemunculan pria berjubah merah yang berjanji untuk melindungiku. Sepertinya dia melakukannya dengan terpaksa, dan hanya muncul saat keadaan yang genting saja. Pembawaan dan kekuatannya menunjukkan dia bukan makhluk astral tingkat biasa, seperti yang selama ini sering kutemui. Bahkan instingku berkata, bahwa dia lebih kuat dibandingkan dengan penjaga Adellia yang muncul saat itu.

Naluriku merasa bahwa masih sangat banyak rahasia yang ditutupi, baik itu dari Adellia maupun pria berjubah merah itu sendiri. Sembari berbaring dan tenggelam dalam lamunanku sendiri, tak terasa perlahan-lahan mataku mulai berat dan akhirnya terpejam karena rasa kantuk yang tak tertahankan. Malam itu menjadi malam yang melelahkan tapi tak akan bisa kulupakan seumur hidupku.

Malam yang gelap dan heningpun berlalu, matahari mulai terbit sedangkan langit perlahan mulai membiru. Hari ini, sebelum pergi ke kampus, aku memastikan kondisi Steven terlebih dahulu. Aku membuka pintu kamarnya yang tak dikunci, dia masih terlihat tidur dengan nyenyak, wajahnya masih terlihat pucat dan lelah. Jadi aku membelikan nasi bungkus yang ada didepan gang dan meletakkan di meja kamarnya. Setelah itu aku langsung pergi karena tak berniat membangunkan dan mengganggu istirahatnya.

Hari ini aku tak berangkat bersama dengan Adellia, aku sudah mengabarinya lewat pesan sebelumnya. Saat aku berada di kampus dan sedang berjalan menuju kelas. Seorang wanita bergerak memotong jalanku lalu berdiri didepan untuk menghalangiku. Setelah memperhatikan wajahnya, aku menyadari ternyata dia adalah Indira, wanita yang mengirimkan guna-guna ke Steven.

"Apa lo yang ganggu dan ngerusak rencana gw?" tanyanya dengan nada yang dingin.

"Kalo iya, emangnya kenapa? Lo masih belum puas?" jawabku dengan lantang dan menatapnya marah.

"Jangan sekali-kalinya berani nyebarin, kalo lo gamau kenapa-napa nantinya," ancamnya serius.

"Udah kalah masih berani ngancam gua, apa lo tau artinya malu?" ejekku.

Mendengar balasanku, Indira langsung menatapku dengan mata yang penuh amarah serta dendam. Beberapa detik kemudian, dia langsung berbalik badan dan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata.

Aku melanjutkan pergi berjalan menuju kelas, sambil berjalan, aku merasa ancaman dari wanita itu membuatku harus merasa lebih berhati-hati lagi. Sepertinya aku telah menambah musuh baru lagi dikampus. Tapi aku berencana untuk tak memberitahunya ke Adellia, karena aku yakin dia pasti marah dan mungkin saja, melakukan hal gila yang berada diluar ekspektasiku. Jadi aku berpikir lebih baik diam daripada menambah masalah baru lagi.

Awakening - Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang