Tatapan Natya kosong, dan sebisa mungkin berdiri tegak dengan segala keberanian yang dia punya.
Natya tertawa sinis. "Harusnya lo sadar diri. Kalo lo mau dapetin Gibran, benerin dulu sikap lo," ujar Natya. "Perlu diinget, gue nggak pernah ada maksud buat sok-sokan warnain rambut, kok. Gue cuma mau ngefreshin kepala gue aja, soalnya udah nggak terkendali gitu gara-gara stres. Lo juga nggak usah capek-capek benturin kepala gue sama siram cat tembok ke rambut gue."
PROKK!
PROKKK!!
Giffa bertepuk tangan suka cita, seolah ucapan Natya barusan adalah sebuah acara hiburan yang menyenangkan.
"Bagus juga cara bicara lo. Cocok nih, buat opening pidato di acara rapat-rapat kantor gitu. Gue kagum banget, sih..." Giffa menarik dagu Natya dengan anggun, menariknya untuk lebih dekat pada Giffa. "Berani lo bilang kayak gitu sama gue? Nyali lo kuat juga, ya. Patut untuk diapresiasi."
Vio menyahut Giffa. "Tangan lo kotor, tuh. Nanti kumannya ikut nempel lagi."
Giffa langsung mengangkat alis, lupa tangannya berada di dagu Natya yang penuh dengan cairan putih agak lengket.
"Ewh.. Lengket..." lirih Giffa, terdengar sampai Arlen di belakang.
Arlen menunduk, dia bersumpah akan membalas perbuatan Giffa di lain waktu lebih dari perlakuan dia pada adiknya.
Hanum juga lemah, dia tidak bisa menahan Giffa. Dia sungguh menyesal.
×××
"Nat, ayo buka pintunya... Gue dateng nggak sendirian, ada Gibran sama Ibra juga."
Sebelum bunuh diri dan terakhir kotor penuh cat, Natya menjadi orang yang selalu mengurung diri di kamarnya. Tetapi, Natya masih mau berangkat ke sekolah.
Kepribadian Natya berubah lagi. Memang, saat dia di rumah dia selalu mengunci pintu kamar dan enggan untuk keluar. Namun saat di sekolah, Natya bukan lagi yang hobi membaca buku dan bukan lagi yang mengurung di kelas.
Peristiwa itu sudah jauh dari sebulan yang lalu, saat Natya dilumuri cat.
"NGAPAIN LO SEMUA DATENG LAGI, HAH? GUE KAN UDAH NYURUH LO PULANG," teriak Natya dari dalam kamar.
Dengar? Itu sifat Natya yang sekarang. Dengan sifat dia yang seperti ini, Hanum dan laki-laki kakak beradik itu tidak dekat lagi seperti dulu. Giffa pun tidak pernah melakukan apa-apa lagi pada Natya. Antara dia sudah puas membully Natya atau karena Gibran sudah menjauh dari Natya? Hanum tidak tahu. Yang pasti, itu berdampak buruk pada persahabatan mereka.
Tok!
Tokk!
"Nat, gue ada film bagus nih. Recommended banget. Nyesel kalo lo nggak nonton," kata Gibran ikut membujuk.
Tunggu beberapa menit, namun tidak ada balasan juga.
Gibran dan Hanum sudah lelah membujuk Natya dengan kata-kata halus. Saatnya Ibra yang ambil alih.
CKLEK!
Dari dalam kamar, Natya mendengar suara pintu minta dibuka dari luar. Itu pasti Ibra yang keras kepala.
"GUE BILANG, KELUAR LO SEMUA!"
But it's okey.
Ibra kalah.
Sudah jadi kebiasaan kalau mereka datang pasti Hanum selalu memelas supaya Natya berbelas kasih, sedangkan Gibran selalu membujuk Natya sesuatu yang bertentangan dengan kesukaannya, tetapi Ibra hanya memutar gagang pintu saja.
Kebiasaan berturut-turut selama hampir sebulan membuat Natya muak. Dia ingin segera pagi dan berangkat ke sekolah.
Semuanya diam. Selalu saja begini akhirnya. Mereka tak bisa membiarkan Natya terus menerus di kamar, dan itu sulit.
Mamanya Natya datang dari dapur sambil memegang nampan besar berisi teh hijau kesukaan Hanum.
"Aduh... Tante, jangan repot-repot, kita juga mau pulang nih. Udah kemaleman soalnya," tolak Hanum sambil tersenyum ramah.
"Loh? Nggak nginep?" Pertanyaan itu ditujukan pada Hanum.
Hanum bingung sendiri. "S-saya?"
Mamanya Natya mengangguk, mengiyakan. "Justru karena ini udah malem, nggak bagus buat anak gadis di luar, apalagi sendirian."
Hanum menoleh ke belakang, melirik Gibran dan Ibra. Sepertinya mereka tampak setuju.
"Kenapa? Natya kan masih temen kamu," kata mamanya Natya, membuat jantung Hanum berdegup kencang tak tenang.
Suasananya kalut. Gibran dan Ibra saling memandang satu sama lain saat Hanum dilontarkan kata-kata seperti itu.
"Nggak mau, ya?" tanya mamanya Natya memastikan. "Oh ya sudah, kalo gitu, nanti Tante suruh Arlen jemput kamu. Kalian masih satu apartement, kan?"
Hanum bimbang.
Pilihan yang bagus kalau Arlen yang mengantarkan Hanum pulang.
Hanum belum menjawab, namun mamanya Natya sudah memegang handphone sambil menyebut nama anak sulungnya.
Percaya atau tidak, suasana tenang ini akan berubah menjadi mencekam.
Bodohnya lagi, atau memang Gibran tidak tahu apa yang sedang terjadi, dia malah enak-enakan minum teh hijau yang dihidangkan oleh mamanya Natya. Bukannya menyeret kakaknya pulang.
Ⓒⓘⓡⓒⓛⓔ Ⓓⓘⓒⓣⓘⓞⓝⓐⓡⓨ
To Be Continued
Love you readers!
YOU ARE READING
Circle Dictionary [Completed]
RomanceGenre: Romance/Angst [FOLLOW AUTHOR YA SEBELUM MEMBACA] ────────────────────────────── "Konflik percintaan sepanjang masa." Ketika yang dicari ada di hadapanmu... Sebuah tragedi percintaan sepasang kekasih yang tidak berujung bahagia di akhir cerita...
36. Don't Judge
Start from the beginning
![Circle Dictionary [Completed]](https://img.wattpad.com/cover/232151058-64-k451713.jpg)