36. Guardian Angel (2)

18.9K 1.9K 3.1K
                                    

~~~lanjutan flashback~~~

"Muka lo..." Moza hendak menyentuh luka di wajah Arsen. Namun, Arsen lebih dulu menghindar.

"Bokap lo mukulin lo lagi? Dia pengacara tapi nggak tau ada pasal kekerasan pada anak, ya?" cecar Moza.

Arsen berdecak. "Gue udah bilang 'kan, Moz... Romeo tuh brengsek. Dia cuma pingin pamer ke temen-temennya kalo dia bisa dapetin lo. Kalo cuma untuk soal taruhan, lo bisa mutusin dia setelah satu atau dua minggu!"

"Gue udah mutusin dia tadi pagi. Pas 2 bulan. Udah kayak magang," cetus Moza.

Arsen mengusap pipinya yang masih terasa perih. "Jangan diulangi yang kayak kemarin," lanjutnya.

"Siapa juga yang berani deketin gue kalo tau lawannya kayak lo. Rekaman lo mukulin Romeo sampe bonyok udah kesebar ke mana-mana."

Arsen tidak lagi bicara. Ia memang kesal terhadap Moza. Karena mau-mau saja diperdaya bangsat seperti Romeo. Meski ia juga kesal kepada dirinya sendiri karena gagal menjaga sahabatnya itu.

Namun, ada yang lebih menganggu pikirannya. Dalam benaknya berputar kejadian semalam. Papanya yang murka karena khawatir kelakuan Arsen merusak hubungan baiknya dengan keluarga Moza, papanya yang bahkan tidak peduli akan kondisinya, dan hidupnya yang akan seperti ini... sampai kapan?

****

11 tahun berlalu, Arsen tumbuh dewasa. Namun, tidak ada yang berubah. Ia masih alat yang digunakan papanya untuk mencapai ambisi-ambisinya.

Pagi-pagi, Arsen sudah berada di rumahnya. Rumah itu tak ubahnya seperti bangunan agung yang alih-alih menjadi rumah, justru menjadi benda mati yang menyimpan berjuta memori menyesakkan.

Sekarang Arsen tahu. Kenapa Enand memutuskan hengkang dari rumah ini dan memilih tinggal di sebuah tempat kost bobrok. Karena tidak ada yang bisa dipertahankan dari rumah ini. Dominasi papanya membunuh semua benih kehangatan di dalamnya.

Ia bahkan bertanya-tanya, sampai kapan Kazi bertahan? Akankah ibu tirinya itu menyusul mamanya? Atau wanita itu memang cerminan Papa dan begitu mencintai papanya? Sehingga bisa memahami segala sikap papanya?

Cinta.

Kemewahan yang tidak semua orang bisa meraihnya dengan mudah. Karena itulah ia bertandang ke sini.

"Arsen nggak ngerti kenapa hidup Arsen dipermasalahkan kayak gini? Banyak anak pejabat pacaran sama artis. Mulai dari anak wakil presiden, menteri, anggota DPR, sampai ketua partai. Orang tuanya duduk manis di kursi pemerintahan. Kenapa Papa yang nyalon jadi gubernur aja harus ngorbanin semuanya?" keluh Arsen setelah adu argumen dengan papanya memuncak. Ia memuntahkan hampir semua kekesalannya selama ini.

"Arsen mau nikah sama Mia," lanjut Arsen dengan suara mantap.

Kalimat itu membuat Papa menatapnya tak percaya. Seolah dirinya adalah Bisma yang baru saja mendengar Drupadi dinikahi oleh kelima Pandawa sekaligus. Tidak mungkin.

"Nikah kamu bilang? Sama pelacur itu?" Bahkan suara papanya tersekat di tenggorokan.

"Mia bukan pelacur!" Arsen menyalak. Matanya membara ketika menyanggah kalimat itu mentah-mentah. "Dan kalau pun iya, Arsen yang mau sama dia!" seru Arsen. "Kenapa? Kenapa Arsen nggak boleh bebas milih, satu kali aja. Arsen udah ngikutin kemauan Papa dari kecil. Baru kali ini Arsen begini. Dan nggak bisa juga? Kenapa? Enand bikin ulah ini itu, Arsen yang beresin. Enand boleh berbuat sesukanya, kenapa Arsen nggak boleh?" Arsen terus mengulang pertanyaan yang selama ini berkutat hanya dalam kepalanya.

"Jangan bawa-bawa adik kamu dalam masalah ini!" Papa kini membentak, emosinya tersulut.

"Jadi dia boleh bawa-bawa Arsen, sementara Arsen nggak boleh bawa-bawa dia?"

HEROINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang