PART 21

97.6K 6.4K 124
                                    

Carlos dan Taylor makan dalam diam. Tidak ada dari mereka yang bersuara sejak tadi, sibuk dengan pikiran masing-masing. Jujur saja, mereka tidak tahu basa-basi apa yang harus dibicarakan. Mereka sudah banyak berbicara satu minggu yang lalu.

Carlos sendiri bingung dengan apa yang diinginkannya. Lebih tepatnya, perasaan apa yang dirasakannya saat ini? Dia ingin terus berdekatan dengan Taylor, tidak mau menjauh lagi dari wanita ini.

Carlos sangat kesal ketika mengingat saat-saat yang mungkin akan terjadi di masa mendatang—Taylor yang menemukan pria pilihannya. Dia mungkin akan bertindak egois. Tapi, Carlos juga sangat bodoh untuk menyadari perasaan dia sendiri.

Selama satu minggu ini, Carlos terus merenung. Memikirkan perasaannya, apa wajar seorang sahabat ingin menahan sahabatnya terus agar tidak bersama orang lain? Tentu saja tidak, tapi dia tidak mau percaya. Richard sampai bingung melihat kelakuan tuannya yang aneh.

Taylor mendongak, menatap Carlos yang melamun dan tidak memakan makanannya. Pria itu sepertinya sedang banyak pikiran, Taylor melambaikan tangannya di depan wajah Carlos. “Carlos, back to earth!” kata Taylor.

Carlos tersadar, dia menatap Taylor dan tersenyum kecil, lalu melanjutkan makannya. Taylor menatap pria itu lama. “Kamu sedang banyak pekerjaan, ya?” tanya Taylor.

Everyday.” jawab Carlos, fokus menatap makanannya. Perang antara hati dan pikiran masih belum selesai—jawaban akhir masih belum dia dapatkan.

“Seberat itukah? Sampai kamu tidak fokus?” tanya Taylor, setahunya Carlos orang yang sangat santai menjalani pekerjaannya.

Actually bukan soal pekerjaan. Aku hanya punya masalah lain. Masalah pribadi dengan diriku sendiri.” jawab Carlos, sambil menggeleng pelan.

Taylor hanya mengangguk dan memakan makanannya. Dia tidak mau bertanya lebih lanjut, kalau itu menyangkut privasi. Selesai makan, Taylor dan Carlos masih belum beranjak, tatapan mereka tertuju ke luar—melihat salju yang turun semakin lebat.

“Apa yang akan kamu lakukan di hari Natal nanti?” tanya Carlos.

Taylor tersenyum. “Berkumpul bersama keluargaku, sudah lama aku tidak merayakan Natal bersama mereka. Terakhir tiga tahun yang lalu, ketika mereka mengunjungiku di Paris. Sisanya kakak-kakakku datang secara bergantian setiap tahunnya untuk merayakan hari Natal bersamaku.” jawab Taylor.

“Aku ingin mengajakmu jalan-jalan, kalau tidak keberatan.” kata Carlos.

“Di hari Natal?” tanya Taylor, Carlos mengangguk.

“Sore hari, tidak akan lama, lagipula aku yakin keluargamu tidak akan melepaskanmu terlalu lama bersamaku.” jawab Carlos, terkekeh.

Taylor mengembuskan napas, mengingat sikap kakak-kakaknya yang overprotektif. Scott sudah tidak terlalu parah, kalau Alastair tetap saja. Dia masih memandang Carlos dengan tatapan bermusuhan. Taylor heran, kenapa mereka tidak mencari pendamping hidup saja daripada mengurusi dia? Scott sudah tiga puluh lima tahun, Alastair tiga puluh dua tahun. Sebentar lagi mencapai kepala empat.

“Aku tidak bisa mengiyakanmu sekarang, aku perlu berunding dengan keluargaku dulu. Apalagi hari Natal, kami biasa menghabiskan waktu di mansion—kamu tahu.” balas Taylor, Carlos mengangguk. Dia tahu setiap hari Natal, Taylor dan keluarganya selalu menghabiskan waktu di mansion, lagipula cuaca di luar sangat dingin.

“Setelah itu, apa yang akan kamu lakukan? Bucket-list?” tanya Carlos, dia masih ingat ketika Taylor bilang ingin berlibur ke luar negeri untuk merayakan tahun baru. Tapi dia ingin mendengar jawaban Taylor sekali lagi, siapa tahu berbeda.

VOUS ATTEINDRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang