1. Good Bye, Yogya

72.4K 3.8K 288
                                    

Selamat tinggal, Yogya, ucap Anjani dalam hati seiring dengan pesawat yang mulai meninggalkan landas pacu. Ia berpamitan kepada kota di mana ia dilahirkan dan dibesarkan. Kota berjuta nostalgia, yang entah kapan lagi akan disapanya. Kota yang penuh dengan romansa, tetapi sekaligus membuatnya nelangsa.

Anjani menatap ke luar jendela pesawat yang ditumpanginya. Ia seolah ditarik menjauh dari kehidupan di bawah sana seiring dengan mengecilnya bangunan di luar jendela pesawat. Berbagai emosi berkecamuk dalam hati yang tak bisa diungkap dengan kosa kata rasa yang ada. Ada sembilu yang menggores pilu, tetapi ada pula secercah asa yang merebak di dada.

Air mata Anjani menggenang, tak lama bulir-bulirnya pun mengalir menjauhi kelopak matanya. Tebersit janji untuk menjadikan air mata itu sebagai yang terakhir tentang semua kisah pilunya seraya menggerakkan punggung tangan untuk menyeka tetesan itu.

Anjani mengalihkan pandangan ke layar inflight entertainment di hadapannya, kemudian memilih sebuah film secara acak. Pilihan jatuh pada film kartun dengan dalih tidak akan membuatnya menangis. Namun, film yang ditontonnya lambat laun memudar berganti dengan lelakon kehidupannya. Matanya menatap layar, tetapi pikirannya menerawang menelusuri kejadian yang begitu dalam terpatri di memorinya. Kejadian yang terjadi tiga tahun silam, kejadian yang memorak-porandakan kehidupannya.

***

Pagi itu, tiga tahun yang lalu, penantian Anjani selama enam tahun terjawab dengan munculnya dua garis pada alat tes kehamilan. Ia mengucek mata, mencubit tangan, mengibas-ibaskan strip test pack berulang kali, khawatir ini adalah fatamorgana. Namun, hasilnya tidak berubah, tetap dua garis. Jantungnya nyaris melompat ke luar saking girangnya. Berjuta syukur terucap atas terkabulnya doa yang selama ini dipanjatkan, atas berbagai upaya yang selama ini dikerahkan untuk mendapatkan buah hati.

Anjani segera berlari ke kamar tidur, meraih ponsel untuk menelepon suaminya, Arya, yang sejak semalam harus berjaga di rumah sakit karena salah satu pasiennya hendak melahirkan. Arya adalah seorang dokter kandungan yang berdedikasi dan memiliki begitu banyak pasien sehingga membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit ketimbang bersama istrinya. Namun, ia kemudian mengurungkan niat. Berita bahagia seperti ini akan jauh lebih baik disampaikan secara langsung saat Arya pulang nanti.

Jarum jam di dinding menunjukkan pukul 10 pagi ketika klakson mobil Arya terdengar di depan rumah. Anjani bergegas ke luar, membukakan pagar untuk sang suami. Ia tak sabar ingin segera menyampaikan berita gembira.

"Capek banget, ya, Mas?" tanya Anjani saat Arya turun dari mobil. Suaminya terlihat lelah dengan rambut berantakan dan mata yang kuyu.

Tidak ada jawaban dari Arya, hanya anggukan kepala.

Anjani berjalan di sisi suaminya. "Mau kubuatkan teh serai hangat?"

Arya mengangguk sambil berjalan menuju kamar. Setiap pulang dari rumah sakit, Arya selalu langsung membasuh tubuh sebelum melanjutkan aktivitas lain di rumah.

Anjani segera membuatkan teh serai hangat kesukaan suaminya. Diletakkannya teh tersebut di meja makan, lantas menyiapkan makanan ringan sebagai teman minum teh.

Lima belas menit berlalu. Uap hangat yang semula menempel di cangkir teh pun perlahan menghilang. Arya tak kunjung keluar dari kamar dan Anjani mulai gelisah. Ia pun memutuskan untuk masuk ke kamar dan menemukan suaminya sedang berbaring sambil memeluk guling.

"Mau kubawakan tehnya ke sini?"

Arya menggeleng.

Anjani duduk di tepi tempat tidur, memijat lembut kaki suaminya. "Ada operasi tadi?"

Arya mengangguk.

Anjani menarik napas panjang. Beberapa bulan terakhir ini, ia merasakan perubahan sikap Arya. Suaminya itu tidak sehangat dulu. Jangankan mengajak berbincang, menjawab pertanyaan pun lebih sering dengan gerakan kepala. Arya seolah tak punya waktu dan energi untuknya, padahal ia sangat rindu bercengkerama bersama walau sejenak di sela kesibukan mereka berdua. Arya sering kali baru selesai praktik larut malam dan pagi buta sudah harus kembali ke rumah sakit untuk visite pasien rawat inap. Tak jarang Arya terpaksa bermalam di rumah sakit, apabila ada pasiennya yang harus melahirkan dini hari.

Konstelasi EmosiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang