10

50 34 41
                                    

Alarda menyetir mobilnya dengan perasaan cemburu bercampur amarah. Awalnya dia panik ketika menyadari Neia datang, namun kenapa harus bersama laki-laki. Yuna yang duduk manis di samping Alarda hanya melirik sekilas lalu kembali menatap lurus ke depan.

"Tadi itu pacar bapak kan?" Tanya Yuna tanpa menoleh pada Alarda.

"Iya, emangnya kenapa?!" Ucap Alarda dengan nada bicara yang tak biasa.

"Kenapa sama cowok lain? Dia selingkuh?"

Cittt

"JAGA OMONGAN KAMU!!!" Bentak Alarda. Dia sudah kesal kenapa wanita di sampingnya itu malah membuat dirinya semakin kesal ketika mengatakan kata 'selingkuh'.

"Salah saya dimana pak?" Tanya Yuna menatap heran pada Alarda.

"Banyak bacot, gue bukan bapak lo. Kenapa sih lo tuh bikin kesel mulu?! Kalo bukan karena ayah, udah gue pecat lo" kesal Alarda berusaha mengatur nafasnya yang tersengal.

"Yaudah pecat saja, saya gak takut sama calon anak tiri seperti anda" ucap Yuna menantang. Wanita itu makin lama, perilakunya semakin ngelunjak.

"Siapa juga yang mau punya ibu tiri kayak lo" cibir Alarda, namun tiba-tiba ponselnya berdering dan memperlihatkan nama Leon di sana.

Alarda mengangkat panggilan itu, mengalihkan pandangannya dari wanita disampingnya.

'Lo dimana?'

"Mobil, lagi mau balik ke kantor"

'ke rumah om wirdan dulu sini'

"Urusan kantor gue banyak"

'Alah so sibuk loh anak bekicot'

"Jangan mancing buat gue kesel lagi le, gue abis ngomel-ngomel tadi"

'sorry lah, cepet gak pake lama'

Tutt...

"Saya ada keperluan, kamu balik lagi ke kantor dan urus semuanya. Meeting dengan perusahaan jepang jangan sampai gagal" ucap Alarda pada Yuna.

"Tidak mau, saya akan pulang. Saya akan bicara sama ayahmu" ucap wanita itu lalu keluar dari mobil meninggalkan Alarda.

"Siap Ala, kemungkinan terbesar bakal terjadi" gumam Alarda lalu mengetik sesuatu di ponselnya. Dia mengabari sekertaris keduanya agar urusan kantor terselesaikan.

Sudah selesai, Alarda segera melajukan mobilnya menuju kediaman om Wirdan, semuanya ini karena Leon, jika bukan karena laki-laki itu mana mau Alarda pergi ke sana sedangkan di kantor masih banyak pekerjaan.

Alarda terus melajukan mobilnya membelah jalanan kota Bogor yang padat. Saat tiba dikediaman om Wirdan, dia melihat mobil berwarna merah terang yang dipastikan adalah mobil milik Leon.

Keluar dari mobil lalu mengedarkan pandangannya dan berhenti kearah taman dimana laki-laki yang dia cari sedang duduk di sana.

"Ngapain lo nyuruh gue kesini?" Tanya Alarda yang baru datang dan berdiri dihadapan Leon.

Laki-laki itu malah sibuk menebar senyum aneh dan dengan sombongnya melipat satu kakinya keatas. Alarda memutar bola matanya malas, apa dia kemari hanya untuk melihat wajah Leon yang menjijikan.

"Gue pergi kalo gak ada urusan" baru saja Alarda melangkah menjauh dari Leon, langkahnya terhenti setelah sahabatnya itu mengeluarkan suara.

"Cuma mau ngomong sesuatu, jangan baperan napa jadi orang tuh"

Alarda berbalik menatap Leon lalu memilih berjalan dan duduk di samping laki-laki itu.

"Gue denger tadi lo makan siang sama sekertaris bohay lo" Leon menoleh menatap Alarda yang memasang wajah herannya.

"Dan gue denger dari info yang ada, sekertaris lo itu nama belakangnya Ambara"

"Ya, dan gue gak perduli"

"Kenapa bisa lo mikir kek gitu?" Leon mengubah posisi menjadi sepenuhnya menghadap Alarda. Memposisikan kedua sikunya di atas paha dan kedua telapak tangannya menopang dagu.

"Gue yakin karena gak sembarang orang yang bisa masuk kedalam perusahaan gue, apalagi dari keluarga yang pernah gue bantai, itu gak mungkin Le. Bisa aja itu cuma marga yang gak ada makna apa-apa" ucap Alarda, membuang pandangannya kearah samping tak mau menatap Leon.

"Tapi kenyataannya dia menyebut dirinya dari keluarga Ambara, dan dari sorotan matanya itu beda banget seolah nunjukin bahwa dia bener-bener dari keluarga itu. Lo gak lupakan perkenalan dia ke Neia pas di warung pecel?"

"Lo denger?" Tanya Alarda kaget. Ia kira orang seperti Leon selalu tak perduli dengan lingkungan sekitar.

"Ya jelas, gue masih punya kuping. Meski duluan dia yang nyamperin tapi soal yang dateng duluan ke warung itu gue" ucap Leon dengan senyuman sombongnya. Alarda membuang pandangannya jijik.

"Tapi gak semua marga Ambara itu dari keluarga yang sama Le" ucap Alarda kekeh. Dia yakin bahwa dia tak akan salah dan tak akan main-main dengan urusan seperti ini.

"Gue tahu, tapi setidaknya coba cari tahu. Kalo misalnya mereka buat rencana dan semuanya berjalan baik sampai diakhir semuanya terungkap, lo bisa apa nanti?" Alarda terdiam memikirkan ucapan Leon. Memang tidak ada yang salah dalam kalimat itu, namun kini pemikiran Alarda yang semakin bercabang. Memikirkan tentang identitas anak dari keluarga Ambara saja sudah pusing bukan kepalang, ditambah dengan satu orang misterius ini.

"Gak ada yang salah dari keputusan lo" Leon menepuk bahu Alarda lalu berdiri dengan kedua tangan yang ia masukan kedalam sakunya.

"Karena semua keputusan lo, bakal berbalik ke diri lo sendiri. Entah baik atau pun buruk"

Setelah mengucapkan itu, Leon pergi berjalan dan masuk kedalam mobilnya. Kendaraan merah cerah itu mulai melaju meninggalkan pekarangan rumah megah yang sepi.

"Memusingkan" gumam Alarda lalu laki-laki itu memilih kembali kedalam mobil dan melanjutkannya meninggalkan pekarangan rumah yang sepi.




Tbc.

ALARDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang