XXI - Bulan Ketiga Pernikahan 2.0

9.3K 844 44
                                    

][][][

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

][][][

Every Breath You Take

by

The Police

][][][

"Gue tahu lo bodoh, tapi gue gak tahu lo sebodoh ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue tahu lo bodoh, tapi gue gak tahu lo sebodoh ini."

Pernyataan itu keluar dari mulut Melki ketika mengetahui alasan Edzhar mendapatkan gips di jemarinya. Mendengar kalimat sindiran yang ditujukan padanya, Edzhar bungkam. Kali ini, dia setuju dengan sahabatnya itu. "Payah." Satu lagi hinaan keluar dari mulut sialan Melki.

"Shut up!" seru Edzhar.

"Orang itu ngancam lo pakai apa? Sampai buat lo jadi setolol ini," tanya Melki penasaran. Edzhar mengacak rambutnya frustasi dengan tangan kiri yang terbebas dari gips. Ia menyahuti lemah, "Dia cuma nguras gue, seperti biasa. Gue hanya takut.."

Si pengacara yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat Edzhar selama belasan tahun itu mendengar dengan seksama kalimat demi kalimat yang keluar dari Edzhar. Ia memberi waktu pada sahabatnya itu untuk bercerita. Sambil menyeruput the oolong-nya, Melki masih dapat menjadi pendengar yang baik. Lagi, ia mengambil camilan untuk memanjakan indra penyecapnya. Teh asal Asia Tenggara yang khas dengan aroma harumnya itu akan lebih menakjubkan jika dinikmati bersama kudapan asin.

"Berkali-kali gue bilang, lo hanya anak-anak yang terjebak dalam tubuh orang dewasa."

Kalimat milik Melki barusan menusuk hati Edzhar hingga hancur tak bersisa. Namun, ia lagi-lagi tak berkutik. Melki benar. Dan selalu benar.

Melki meletakkan gelas tehnya kembali setelah dirasa cukup. Ia memandang sekeliling sebelum berkata, "Berhentilah ketakutan tanpa alasan yang jelas. Dia hanya parasit yang akan menguras lo seumur hidupnya. Pada akhirnya, lo enggak akan jatuh miskin hanya karena parasit bodoh itu."

Edzhar memijat pelipisnya. Afternoon tea yang harusnya terlewati dengan topik-ropik yang ringan yang menyenangkan menjadi seberat ini. Masuk akal, karena tujuan pertemuan kedua sahabat karib itu di sore yang tentram ini adalah untuk mendiskusikan berbagai persoalan yang sedang terjadi.

Perfectly ImperfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang