33. Deal with Problems

22.1K 2K 657
                                    

Moza menatap sang ayah yang tengah melemparkan satu ekor ayam potong utuh ke kolam buaya belakang rumah. Entah untuk alasan keperkasaan atau apa, sang ayah memilih reptil buas itu sebagai peliharaan.

"Jadi selama ini kalian mempermainkan kepercayaan orang tua?" Sang ayah bertanya retorik. Sabetan ekor buaya yang bergerak dalam kolam menghasilkan bunyi khas dari tumbukan partikel air.

"Kami nggak ada niat bohong. Kami beneran tunangan dan punya rencana untuk menikah. Tapi kami nggak menjanjikan apa ikatan ini sungguhan atau cuma di atas kertas."

"Ngacau kamu, Moz."

Moza memandang lurus ke arah buaya betina yang tengah menelan santapannya. Kenapa ia yang dimaki-maki? Seharusnya semua berjalan lancar kalau Arsen tidak berubah menjadi manusia tidak berotak setelah bertemu lagi dengan Mia.

"Puluhan tahun ayah sama bunda ngejalani hal yang sama dan baik-baik aja sampai sekarang. Di mana letak ngacaunya?"

Sang ayah menatap putrinya tidak senang. Satu hal yang luput dari kendalinya selama ini. Moza yang tidak pernah salah mengambil kesimpulan, rupanya juga menganalisis caranya berkeluarga.

"Awalnya kami kira ini bakal mudah. Tapi ternyata Arsen nggak segampang itu. Dia punya hati."

Sang ayah menghela napas, menyerah.

"Panggil Arsen ke sini! Ayah mau ngomong sama dia," seru ayahnya setengah menggeram.

Moza melirik buaya yang kiranya masih sanggup menelan makanan seukuran manusia. Meski kesal dengan Arsen, gadis itu tetap saja tidak tega jika Arsen harus berperang sendirian menghadapi ayahnya yang sedang ada di mode perang seperti ini.

"Ketemunya nggak di sini, kan? Moza nggak mau Arsen jadi mangsa Shelly," sahut gadis itu, menyebut nama buaya betina kesayangan ayahnya.

"Kalo perlu papanya bawa ke sini juga, biar Shelly dapat porsi ekstra."

Moza melotot. "Ayah!"

"Nah, itu kamu masih punya hati. Nggak mau Arsen sama papanya jadi mangsa."

"Ini sih bukan soal hati, tapi soal mencegah praktik brutal!" tukas Moza.

Lelaki paruh baya itu pun tertawa mendengar celotehan putrinya. Kemudian, melemparkan seekor ayam tak bernyawa lagi ke dalam kolam.

Apa yang dibicarakannya tadi hanya analogi. Ia tidak akan main-main dengan siapapun yang berani mengelabuinya, termasuk sahabatnya sendiri.

****

"Aku di pulau. Mia butuh situasi tenang," jawab Arsen ketika Moza membombardirnya dengan pertanyaan. Kini ia tengah berada di dalam kamar mandi resort. Di tempat tidur, Mia terlelap dengan selimut menutup menutupi tubuh telanjangnya.

"Oh, should I calm down my self tho? Take some vacation to Paris or Moscow maybe?" Moza menumpahkan kekesalannya. "Then, why didn't you pick up the phone?"

"Aku nggak mau kepanikan kamu sama yang lain ganggu mental Mia."

Moza tergelak. "Well... jadi aku yang harus ngertiin dia ya? Why should I give a fuck about her condition? She's no one for me, Sen!"

Giliran Arsen berdecak. "Aku 'kan udah kirim pesan ke kamu rencananya gimana. Aku juga udah ngontak Wisnu supaya bisa giring opini lain. Did you see the news? Penangkapan Daniel di klub dan temuan sabu yang dia bawa." Arsen menjelaskan bahwa ia telah berkoordinasi dengan Wisnu, rekanannya di kepolisian untuk melakukan razia di sebuah klub malam yang biasa menjadi tempat pesta narkoba sekelompok public figure maupun anak pejabat.

"Itu kerjaan kamu? Ngejebak mereka?" tanya Moza, yang tampaknya sudah tahu mengenai berita menghebohkan seharian itu.

"Siapa lagi? Kamu pikir aku kabur dan lepas tanggung jawab gitu aja?" sembur Arsen. "Anak petinggi itu... aku udah tau dari lama dia pemakai'. Salah satu amunisi yang bisa aku tembak kapan aja. Dan sekarang waktu yang tepat. Untuk ngalihin isu. Bukan ngejebak. Momennya aja yang pas." Arsen menghidupkan shower agar suara percakapannya tersamarkan, sehingga tidak mengganggu tidur kekasihnya.

HEROINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang