Chapter-29 : 2 Nama 1 Orang

262 35 7
                                        

Seorang lelaki berseragam putih abu-abu tengah berjalan pulang seraya menggendong ransel hitam di punggung. Sepasang kaki yang dibalut sepatu hitam itu melangkah menuju apartemen di depan mata, sesekali menoleh ke belakang.

Lelaki dengan name tag bertulis Albiru Kawakibi itu berbelok ke kiri ketika sampai di persimpangan jalan, menunggu perempuan yang sejak tadi mengekori tiba di persimpangan.

Sesuai tebakan, perempuan berambut sebahu itu berhenti di persimpangan jalan seraya mengerutkan dahi lalu melihat ke kanan dan kiri.

Pupil mata perempuan itu membulat lebar ketika melihat keberadaan Biru di sana. Dia tengah bersandar di tembok pagar rumah orang lain sambil melihat ke arahnya.

"Ngapain ikutin aku ... Sesya?"

Sial, dia tertangkap basah. Padahal Sesya sudah memelankan suara langkah kaki, juga menjaga jarak dari Biru agar tidak ketahuan. Ah, Jicko benar ternyata sulit untuk membohongi Biru.

Sesya menyengir lebar. "Enggak, kok. Aku gak ikutin kamu, aku mau ke rumah temanku. Kebetulan dia tinggal di apartemen kamu juga."

"Kata Jicko kamu gak punya teman," ucap Biru langsung menusuk ke ulu hati paling dalam. Walaupun yang dikatakan laki-laki itu memang benar adanya.

"Enggak, kok. Aku punya temen, walaupun gak banyak. Jicko ngomongnya lebay banget," jelas Sesya seraya mengulas senyum lebar, berharap lelaki itu kali ini mau percaya.

Dalam hati Sesya merutuki Jicko si mulut lebar yang terlalu banyak memberi informasi pada orang lain. Beruntung lelaki itu sedang sakit jadi kali ini dimaafkan.

Tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun, Biru kembali melanjutkan langkah. Diikuti dengan Sesya yang mengambil tempat di sebelah lelaki itu.

"Gak baikan sama Cindy?" tanya Biru.

Sesya menoleh, sempat tertegun mendengar Biru memulai percakapan. "Itu ... aku bingung, sebenarnya aku gak marah dengan Cindy, tapi aku takut kalau aku dekatin dia malah marah-marah."

"Cindy gak benci denganmu," ucap Biru.

"Iya, aku tahu," Sesya terkekeh kecil, "dia terpaksa ngelakuin itu karena diancam Arel, kan?"

"Kamu tahu?"

Sesya mengangguk. "Aku tahu, karena gak mungkin Cindy tiba-tiba berubah jahat banget sama aku. Kemarin waktu piket, Cindy sempat bilang kalau dia kena getah karena tingkah aku yang memancing emosi Arel."

"Sekarang mau gimana?" tanya Biru lagi.

"Enggak tahu." Sesya mengedikkan bahu tanda tak tahu. "Menurutmu gimana?"

Biru menggeleng. "Itu masalahmu, bukan masalahku."

Tuhan, tolong berikan Sesya kesabaran ekstra, batin Sesya memohon. Rasanya ingin memukul lelaki itu seperti yang biasa ia lakukan pada Jicko, tetapi ini adalah Biru. Manusia yang jauh lebih mengerikan dibandingkan Sri, gurunya di sekolah.

"Aku bercanda," lanjut Biru.

Muka Sesya melongo mendengarnya. Ternyata seorang Biru bisa juga bercanda, walaupun garing.

"Komunikasi, kunci dalam hubungan adalah komunikasi. Dari awal kalian berdua gak ada masalah apa-apa, kan?" Sesya mengangguk mengiyakan pertanyaan Filo. "Beri penjalasan Cindy apa yang sebenarnya terjadi, karena dia tahu cerita dari sudut pandang Arel di mana kamu yang jadi antagonisnya."

"Jadi aku harus ngomong duluan? Kalau Cindy malah marah-marah gimana?" tanya Sesya lagi.

"Coba dulu, kebanyakan mikir buruk gak akan bikin masalah kamu selesai," jawab Biru.

GratiaWhere stories live. Discover now