Orias kembali dibuat terkejut. Bukankah seharusnya perempuan itu menolak dan membatalkan perjodohan? Kedua alisnya berkerut, apa maksud itu semua?
Dia menghela napas panjang, jika Luna memutuskan untuk menerimanya maka ia tidak dapat berbuat apa-apa. Pada akhirnya keinginan sang ibu berhasil terpenuhi.
“Nona Luna Alister, apa saat ini kamu sedang berhubungan dengan seseorang atau baru saja berpisah?” tanyanya untuk memastikan.
Luna sedikit tersentak karena tidak terpikir Orias akan bertanya mengenai hal itu. “Tidak,” jawabnya yakin setelah diam beberapa saat.
“Baguslah. Kalau begitu sudah dapat disimpulkan bahwa perjodohan ini berjalan dengan lancar. Minggu depan, aku akan pergi ke Jepang jadi acara pertunangan kita adakan sebelum aku pergi. Semua persiapan aku percayakan kepadamu, kamu bisa membicarakannya dengan keluargaku. Jika butuh sesuatu, jangan sungkan untuk mengatakannya karena mulai sekarang kita akan menjadi keluarga,” papar Orias panjang lebar.
Luna mengembuskan napas lemah. Akhirnya sudah diputuskan kalau mulai sekarang dia adalah calon Nyonya Muda Padila.
“Satu hal lagi, mulai sekarang panggil aku Orias,” ujar laki-laki itu dengan tersenyum lebar.
***
“Selamat pagi, Tuan Muda,” sapa para pelayan yang sedang membersihkan ruangan, mengenakan seragam atasan putih dengan renda di bagian kerah serta rok selutut warna hitam. Mereka sedikit membungkukkan badan saat Orias turun dari tangga.
“Hmm,” gumam Orias yang hanya memakai kaus panjang polos, serta rambut yang sedikit berantakan. Dia berjalan melewati para pelayan seraya memijit pelipis. Kepalanya masih saja pusing akibat minum di rumah Ardan tadi malam.
“Tolong ambilkan aku segelas susu hangat,” minta Orias pada seorang pelayan wanita di ruang makan yang sedang menyiapkan sarapan. Dia menarik satu kursi dan duduk di sana. Orang yang dimintai tadi pun segera datang dan menuangkan segelas susu untuknya.
“Selamat pagi, Tuan Muda.” Seorang pria yang berusia sekitar lima puluhan, memakai jas hitam, berkaca mata, masuk ke ruang makan. Dia adalah kepala pengurus rumah tangga, Restu. Salah satu orang yang bekerja cukup lama di keluarga Padila.
“Selamat pagi. Apa papa dan mama tidak ada di rumah?” tanya Orias karena tidak melihat keberadaan orang tuanya pagi ini.
“Tuan besar pagi-pagi sekali pergi karena sudah ada janji dengan Tuan Daniel untuk bermain golf, sementara Nyonya Marina ada di taman belakang sedang menerima telepon.” Pria berkulit cokelat dengan sedikit uban di bagian depan itu menjawab menggunakan bahasa formal.
Orias mengangguk-angguk. Ayahnya memang sudah pensiun dari dunia bisnis semenjak dia mengambil alih sebagai presiden direktur di hotel. Meskipun begitu, laki-laki yang sebentar lagi menginjak kepala lima itu selalu menjalin hubungan baik dengan teman rekan bisnis yang seusia. Bahkan tidak jarang mereka berlibur bersama seolah sedang menikmati masa tua.
“Kamu sudah bangun?” tanya Marina ketika baru memasuki ruangan. Wanita yang selalu tampak muda dan cantik dengan rambut disanggul itu menghampiri putranya setelah menyerahkan telepon pada Restu.
“Sepertinya tadi malam kalian bersenang-senang di pesta Ardan karena tidak biasanya kamu pulang dalam keadaan mabuk. Mama juga sudah bilang pada Farel kalau kamu akan sedikit datang terlambat, jadi jangan terlalu memikirkan pekerjaan di hotel,” kata Marina mengambil duduk berseberangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Sebuah Rasa (Terbit)
RomanceLuna tidak pernah berharap jika pernikahan hasil dari perjodohannya akan berjalan bahagia, tetapi dia juga tidak menginginkan apabila suatu hari pernikahan itu harus dibatalkan. Dia harus menentukan, menikah atau mengorbankan perasaan selama sisa hi...