[Open feedback setiap hari jum'at]
Di sekolah ini tidak hanya aku saja yang menyukainya. Hampir seluruh anak SMAN 1 Bandung tahu tentang seorang siswa yang bernama Rio. Mungkin aku akan memiliki rasa dengannya, tapi aku akan menyimpannya. Kenapa har...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Tepat pada pukul 14.15 PM jam istirahat pun usai. Tak lama kemudian seorang guru yang mengajar di jam terakhir datang. Ia langsung memberikan tugas pada murid-muridnya. Untuk hari ini, ia tidak bisa mengajar karena anak bungsunya yang berusia empat tahun sedang sakit. Ketika sudah memberikan tugas, ia langsung pamit pergi. Sebagian dari mereka ada yang senang jika Bu Ningsih tidak mengajar dan sebagian ada juga yang sedih.
Melihat Adel sudah selesai mengerjakan tugas, tangan nakal Mikko mengambil buku tersebut. Belum sempat ia menyalin jawaban, Adel menarik kembali bukunya dan tidak sengaja robek. Keduanya pun saling tatap menatap. Tatapan Adel mengartikan jika ia marah, sedangkan tatapan Mikko seperti orang yang tidak merasa bersalah. Ia hanya tersenyum menampilkan gigi ratanya.
"Mikko!"
"Sini aku lem kertasnya," kata Mikko sambil mencari solatip di tasnya.
"Emang bisa? Yang ada buku aku jadi jelek, Udin." Kesal Adel.
"Udin tukang galon depan rumah aku? Kok bisa kenal?" Pertanyaan Mikko justru membuat Adel geram.
"Ih, gak jelas banget sumpah." Adel mengambil bukunya lalu ia letakkan di atas meja guru.
"Mau pulang duluan?" tanya Mikko.
Adel sengaja tidak menjawab pertanyaan konyol Mikko karena ia juga sudah melihat teman sebangkunya tengah memasukkan buku serta peralatan tulis ke tas. Namun, pria itu menarik tangan Adel dan menatap mata dengan intens. Tiba-tiba Mikko menoel hidung Adel, lalu pergi meninggalkannya.
"Argh! Habis makan apaan, sih? Bikin orang darah tinggi mulu." Adel menghela napas kasar.
Tak lama kemudian, ponsel Adel bedering. Ketika ia lihat siapa yang meneleponnya, ternyata adalah Ray. Adel pun langsung menerima panggilan tersebut. Ia mengerutkan kening pada saat mengdengar "pakai kain ini saja untuk menutupi wajahnya".
"Bang? Bang Ray? Lagi di mana?"
"Eh, maaf, Dek. Kamu tunggu di halte, ya nanti."
"Iya. Jangan lama-lama. Menunggu itu membosankan."
"Iya, gak lama kok."
"Sekarang udah di man ...."
Panggilan telepon Adel dan Ray terputus. Adel keluar kelas menuju halte sambil memikirkan kata-kata yang tidak sengaja ia dengar di telepon tadi. "Tutup wajah? Untuk apa?" batinnya.
🌱🌱
Di tempat lain, Jessica terus berteriak menyemangati Rio yang tengah bermain basket. Ia nampak kagum melihat pria itu ketika berhasil memasukkan bola basket ke ring dari jarak jauh. Di tambah lagi dengan keringat yang membasahi tubuhnya membuat para wanita terpesona melihat Rio.
"Ahh gila, demage-nya bukan main waktu dia senyum," kata wanita yang berada di sebelah Jessica.
"Siapa?" tanya Jessica.
"Itu yang namanya Rio. Teman kamu, ya?"
"Bukan. Dia pacar aku," jawab Jessica enteng.
"Dari Bandung, ya?" tanyanya lagi.
Jessica mengangguk. Ia tersenyum setelah berkata seperti itu. Meskipun itu tidak benar, seakan-akan ia merasa Rio adalah kekasihnya. Semakin ke sini, Jessica yakin kalau Rio sudah melupakan Adel. Seorang wanita tengil yang selalu mengganggunya dengan Rio, menurut Jessica. Matanya berbinar-binar saat pria yang ia kagumi memberikan senyuman meskipun hanya sekilas.
Setelah usai bermain basket, Rio duduk di kursi kayu sambil membuka tutup botol minuman yang ia bawa tadi. Tanpa ia sadari, ada seorang wanita yang menyalakan kamera diam-diam untuk mengambil foto. Tetapi, ia lupa jika lampu kameranya belum dimatikan. Ia sangat tersipu malu ketika Rio menoleh. Wanita itu langsung berbalik badan membelakangi Rio. Itu siapa, sih? Sifatnya hampir sama kayak Adel, batin Rio.
Rio menepuk pundak wanita itu. "Permisi, Mbak."
"Eh-em i-iya, Mas. Maaf, tadi saya tidak sengaja," ucapnya tanpa menatap Rio.
"Iya gak apa-apa. Jangan takut. Mau foto bareng?" tawar Rio pada wanita itu.
"Mau, Mas."
Rio langsung mengambil ponsel wanita itu, lalu membuka kamera. Di sisi lain, Jessica nampak geram melihat mereka berdua yang tengah asik foto bersama. Ia sudah tidak bisa menahannya lagi, maka dari itu Jessica menghampiri Rio. Ketika Jessica datang, wanita itu menoleh dan menyudahi aktivitasnya tadi.
"Terima kasih, ya. Sudah mau foto bareng saya," ucapnya ramah.
"Eh, jangan kaku. Santai aja. Aku Rio."
"Apa-apaan, sih. Alay banget," bisik Jessica.
"Saya Dinda. Salam kenal, ya. Saya mau ada acara reuni dengan teman-teman. Permisi," kata Dinda, lalu pergi meninggalkan Rio dan Jessica.
Ketika Dinda keluar, Jessica menarik tangan Rio. Ia membawa Rio ke suatu tempat yang sudah ia persiapkan beberapa hari yang lalu, tapi pria itu melepas genggaman Jessica. Supaya Rio mau pergi dengannya, ia terus membujuk sampai berhasil. Sampai ekspresinya berubah seperti anak kecil yang merengek minta permen lolipop. Pria itu terdiam sejenak hingga pada akhirnya mau mengikuti kemauan Jessica.