34 - Dia dan Dia

368 69 36
                                    

Binar di mata Ulfa kian tenggelam di genangan yang menganak di sudut mata. Bayu merasa seperti yang dipersalahkan karena gadis itu malah menatapnya seperti hendak membuncahkan kilatan amarah.

"Kenapa?!"

Dalam sekali gerakan, tangan Ulfa mendarat mulus dan keras di pipi pemuda itu. Menimbulkan gema menyakitkan yang membuat pemuda satunya lagi membelalak kaget.

"Nah, makan, tuh, tamparan!" ledek  Anda tertawa keras. Nyatanya tamparan itu dilayangkan untuk Bayu. Pemuda itu membelalak memegangi pipinya.

"Kok gue yang lo tampar?" tanya Bayu yang terdengar sarkas.

Ulfa hanya terkekeh kemudian  beralih menatap Anda yang terus saja tertawa di atas penderitaan Bayu.

Untuk kedua kalinya tangan Ulfa mendarat mulus dan keras di pipi pemuda satunya lagi. Kini Bayu yang membelalak kaget.

"Loh, aku kenapa ditampar, sih, Ay? Kan yang salah dia. Dia yang bohong." Anda memegang pipi kirinya, mendengkus sebal.

Bayu diam melihat dua aksi mereka tanpa mau ikut meledek Anda juga.

"Stop manggil gue Aya!" Tatapan tajam Ulfa membuat Anda tersentak. 

"Yang gue dapetin di lima tahun lalu itu kertas, bukan cincin!"

Penuturan selanjutnya membuat kedua pemuda yang tadi kena tampar, menatap Ulfa yang matanya tengah berlinang.

Perlahan Ulfa memajukan langkahnya pada Anda. Sedangkan pemuda itu memundur. Saat ini Ulfa begitu menyeramkan baginya. Anda tak bisa ke mana-mana lagi, langkahnya mundurnya malah menjebaknya tak bisa kemana-mana karena pohon besar menghalangi.

"Gue emang nunggu. Bahkan sangat kedatangan Anda. Tapi bukan berarti lo bisa seenaknya datang dengan mengakui diri lo adalah Anda."

Bayu ikut melangkah maju ke hadapan Anda. Senyum kemenangan terpancar di bibir Bayu. Perlahan senyuman itu terganti oleh wajah datar dengan tatapan mengintimidasi.

"Lo siapa, njir?"

Anda menggeleng kuat, menyentak tangan Bayu hingga tersingkir dari kerahnya dan langsung berlari menuruni anak tangga rumah pohon, membuat Bayu menggeram marah.

Bayu menoleh menatap Ulfa yang berada di sampingnya. Tatapan kecewa yang dipancarkan Ulfa sangat tertangkap oleh Bayu. Rasanya detik itu ia ingin membawa Ulfa ke dalam pelukannya. Tapi rasa gengsi menguasai dirinya. Berakhirlah Bayu ikut mengarahkan pandangannya ke sekeliling rumah pohon yang lima tahun ia tinggalkan.

Canggung. Itulah yang mereka berdua rasakan. Karena lelah berdiri dan hawanya panas dan tidak seperti biasanya, Ulfa menuruni satu persatu anak tangga. Tarikan napas lega dihembuskan Ulfa. Ulfa mendudukkan dirinya di atas rumput tanpa alas lagi. Bayu mengikuti apa yang di lakukan Ulfa. Kini, mereka sudah duduk berdua di atas rumput.

"Ay ... eh Fa," panggil Bayu karena tak tahan dengan canggung seperti ini.

Ulfa terkekeh mendengar panggilan itu. "Panggil Aya aja."

Bayu manggut-manggut sambil ikut terkekeh juga.

"Katanya dunia sempit, ya, tapi kenyataan begini, kenapa aku nggak tau kalo kamu itu yang aku cari? Malah dengan bodohnya aku percaya bahwa yang tadi itu adalah kamu," ucap Ulfa pelan, merasa sedikit bersalah.

Tepukkan di pundak Ulfa membuat dirinya menatap Bayu dengan sendu. "Makasih, ya." Ucapan lembut Bayu seperti membuat Ulfa tersihir. "Udah mau nunggu, bahkan nyari."

Ulfa mengangguk.

"Kita, kok, jadi sok manis gini sih, Ay? Nggak cocok. Bagusan kayak yang di sekolah, ih. Lo-gue  lebih asik," ucap Bayu sembari memainkan alisnya.

23.59 [ lengkap ]Where stories live. Discover now