Veertien

14.7K 1.9K 61
                                    

Siang ini seolah menjadi siang yang tak pernah Gara impikan sedikit pun. Saat asyik mengunyah cemilan tiba-tiba saja sosok Wahyu datang tanpa di undang.

Gara tentu merasa heran. Seingatnya pesanan ayah tirinya itu sudah diantar kemarin. Lalu apa yang membuat Wahyu kembali lagi kesini?

Untungnya Frans dan yang lainnya tengah bekerja. Muni ada di kamarnya tengah mengerjakan tugas.

Sudah hampir dua puluh menit berlalu tapi baik Gara ataupun Wahyu hanya diam tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Segelas air putih yang Gara berikan pun sudah tinggal setengah saja.

Gara tampak memainkan tangannya sambil memandang suasana kos yang sepi.

"Saya sudah terima pot pesanan saya. Hasilnya bagus dan istri saya suka. Terima kasih untuk itu."

Gara menoleh dan melihat Wahyu yang memasang raut datar tapi ucapannya terdengar tulus.

"Sama-sama Om. Gara ikut seneng kalau Bunda suka sama hasilnya," balas Gara.

Wahyu mengangguk lalu menatap Gara sebentar lalu bertanya,

"Apa hidup kamu selama ini tercukupi?"

Gara terdiam mendengarnya. Ini sangat tiba-tiba dan tentu saja Gara merasa kaget mendengarnya. Tapi demi menghargai sosok Wahyu Gara pun mengangguk.

"Kamu masih sekolah, kan?" tanya Wahyu lagi.

Gara menggeleng yang tentu saja jawabannya itu membuat Wahyu sedikit merasa kasihan.

"Kenapa?"

Gara tersenyum miris lalu menunduk dan memilin tangannya.

"Uang sekolahnya mahal, Om. Kalau harus pindah juga pasti bayar mahal lagi. Jadi Gara berenti aja," ujar Gara seadanya.

Wahyu mengangguk mengerti. Lalu meneguk setengah air di gelas hingga tandas.

"Sebenarnya saya kesini mau ajak kamu tinggal bareng sama saya dan bunda kamu. Kamu mau, kan?"

Gara langsung saja menoleh menatap Wahyu dengan ekspresi tidak percaya.

"Maksudnya gimana, Om?"

Jujur saja Gara tidak terlalu berharap lebih. Mungkin saja Wahyu ingin bercanda soal itu.

"Sebenarnya selama beberapa hari ini Sukma selalu merasa pusing dan nafsu makannya menurun. Setiap malam juga tidurnya enggak tenang. Saya pikir mungkin dia kangen sama kamu. Karena saya tau selama ini dia selalu pengen ketemu kamu," jelas Wahyu.

Gara berusaha mencerna semuanya. Alasan yang kurang logis. Bagaimana jika Sukma hanya sakit biasa dan tidak merindukannya sama sekali?

"Gara enggak yakin soal itu, Om. Om udah coba bawa bunda ke dokter?"

Wahyu menggeleng seraya menghela nafas kasar. Ketara sekali wajahnya kuyu dan terdapat lingkaran hitam dibawah matanya. Pria itu kurang tidur.

"Asal mau ke dokter pasti nolak. Terus kalau makan juga pengennya makanan kesukaan kamu. Padahal dia enggak suka sama makanan manis. Tapi belakangan dia hanya mau makan makanan manis," papar Wahyu.

"Em, Gara tinggal bareng kalian karena kondisi bunda atau memang Gara uda diterima di rumah itu, Om?" tanya Gara polos yang berhasil membuat Wahyu terdiam memaku.

Melihat keterdiaman Wahyu tentu saja berhasil membuat Gara merasa sedih. Dirinya belum diterima. Ini semua demi Sukma. Bukan karena dirinya memang di inginkan.

"Om enggak keberatan Gara tinggal di rumah kalian?"

Seharusnya kalimat itu tidak perlu dan tidak usah ditanyakan. Karena bagaimana pun seharusnya rumah itu juga tempat Gara pulang. Rumah itu juga rumah Gara kan?

Huis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang