"Kaaa ________" Suara pekikan terdengar dari belakang tubuhku membuat kami serempak menengok ke belakang ke arah pintu penghubung.

Beberapa orang nampak memasuki pendopo. Ada dua sosok baru di sana, dari pakaian yang dikenakan sepertinya mereka Pangeran juga. Di sampingnya ada Raden Sadawira dan di belakang tentu Raden Panji.

Dahiku mengernyit saat Raden Panji memandangku tajam, mengikuti ke mana arah pandangnya, lalu mulai sadar dan menyentakkan tanganku pelan sehingga cekalan dari Pangeran Anusapati terlepas.

"Bantu Sawitri di bilik kiri, sekarang !" Perintah Pangeran Anusapati menyelamatkanku dari suasana aneh ini. Membungkukkan badan memberi hormat lalu aku bergegas masuk ke bagian dalam pendopo menuju bilik kiri tempat Sawitri entah melakukan tugas apa.

***

"Sepertinya hamba selalu salah waktu untuk masuk ke pendopo, Pangeran !" Ucap Raden Sadawira sambil duduk di hadapan Pangeran Anusapati yang malah mendengus tak suka

"Siapa tadi Kanda ? Sepertinya aku baru melihat dia untuk pertama kalinya." Tanya Pangeran Tohjaya begitu mendudukan dirinya tepat disebelah Pangeran Anusapati

"Tentu saja dia pelayan baru yang menggantikan Padmini" Jawab Pangeran Mahisa Wongateleng sambil duduk dan membuka kitab sastra yang dibawanya.

"Jangan lagi panggil nama pelayan sialan itu di hadapanku !" Desis Pangeran Anusapati yang membuat Pangeran Mahisa meringis

"Aku juga mendapat pelayan baru, tapi sepertinya Nyi Mas Garin salah menempatkan pelayan. " Tambah Pangeran Tohjaya

"Lagipula untuk apa kalian datang beramai - ramai kemari dan pasti kau juga yang membawa guru ikut kemari" Tunjuknya pada Pangeran Tohjaya

"Ketahuan ya ?" terkekeh sesaat "Mungkin ini perasaanku saja, tetapi Guru Kanda ini lebih cocok disebut Kakak Guru karena umurnya hanya beberapa tahun saja lebih tua dari kita. Benar tidak Sadawira ?"

"Tapi Kakak Guru ini bisa menebas kepalamu dalam sepuluh jurus saja Kanda Tohjaya. " Timpal Pangeran Mahisa tanpa mengalihkan pandangan dari kitabnya

"Pangeran Mahisa terlalu melebih - lebihkan" Ucap Raden Panji Kanengkung

"Oh sepertinya begitu Raden, mungkin Kanda Tohjaya bahkan akan kalah dalam lima jurus saja" Jawabnya menyeringai

Berdesis pelan "Dasar adik kurang ajar. Bukannya harusnya kau membela kakakmu." Namun Mahisa tampak tenang dan tak terpengaruh akan umpatan Tohjaya "Padahal Bunda Ratu begitu hangat dan penyayang, namun bagaimana bisa beliau melahirkan dua orang anak yang dingin bagai air kali di pagi hari. Untung saja Apanji Saprang, Agnibhaya dan Dewi Rumbu tidak sedingin kalian" Lanjutnya

Menandang Tohjaya dengan satu alis terangkat "Sebenernya ada keperluan apa kau datang kemari ? Tak usah berbelit - belit, katakan !" Ucap Pangeran Anusapati

"Oh ... aku ingin meminjam tombakmu Kanda ? Tombak buatan Mpu Barata. Bolehkan ?" Jawab Tohjaya sambil tersenyum lebar lalu mengalihkan pandangan pada orang di depannya

Menengok ke samping, lalu berkata "Raden Panji, kalian akan berangkat dua atau tiga pekan lagi kan ? jadi tidak apa - apa jika aku meminjam tombak itu sebentar"

"Mungkin dalam tiga pekan ini Pangeran. Hamba masih menunggu perintah dari Baginda Raja terlebih dahulu. "

Menjentikan jarinya pelan Pangeran Tohjaya berkata "Nah ... berarti semuanya beres. Tenang Kanda, tombak itu akan kembali dengan sehat dan selamat sebelum kau pergi. " Yang dihadiahi dengusan dari Pangeran Anusapati.

"Memang untuk apa kau meminjam tombak itu, Kanda ?" Tanya Pangeran Mahisa tanpa melepaskan tatapan pada kitabnya

"Untuk bercocok tanam !"

"Lucu sekali Kanda, sungguh aku ingin tertawa. "

Menyeringai menatap adik lain ibu "Memang kau bisa tertawa ? raut mukamu bahkan tampak rata bagai gada yang dipegang para prajurit"

"Lalu untuk apa kau selalu mengajak orang yang memiliki raut muka rata bagai gada ini kemana - mana ? "

"Hahaha ... Tentu karena aku menyayangimu adikku." Ucap Pangeran Tohjaya yang membuat Pangeran Mahisa menyipit jengkel padanya

Bila orang mengira hubunganku dengan adik tiriku buruk, mereka salah besar, karena selama ini hubungan kami baik - baik saja. Paling tidak kami belum pernah menghunuskan pedang ke leher satu sama lain.

Namun apa yang terjadi padaku bukan salah Tohjaya apalagi Mahisa. Mungkin aku hanya iri akan perlakukan Ayah handa pada mereka. Jujur saja, aku merasakan perlakuan yang berbeda dengan adik - adikku yang lain, entah adik kandung maupun adik tiri.

Apa aku pernah berbuat kesalahan fatal pada Ayah handa ? Entahlah, aku tidak pernah ingat, mungkin dulu saat masih kecil. Tapi saat aku mulai dewasa dan mengerti, hubungan kami sudah mendingin.

Pernah dahulu aku bertanya pada Ibunda Ratu mengenai Ayah handa yang sepertinya tidak sayang padaku. Tetapi sebaliknya dia terlihat lebih menyayangi Tohjaya dan Mahisa.

Ibunda bilang itu karena aku adalah calon raja sehingga mungkin Ayah handa ingin mendidiku menjadi orang yang kuat sehingga beliau tidak mau memanjakanku.

Calon raja ??? Kini istilah itu bagai lelucon bagiku. Makin hari aku bahkan merasa jika Tohjaya yang akan diangkat menjadi pengganti raja. Bayangkan ... Dia bahkan dilatih oleh panglima utama kerajaan, bukan aku yang katanya calon raja.

Tetapi untuk bagian ini aku bersyukur karena aku justru mendapat Raden Panji Kanengkung, yang tak lain adik angkat Ayah handa. Benar bahwa umurnya hanya beberapa tahun lebih tua dariku.

Namun jangan remehkan kemampuannya, Entah dia berguru pada siapa sebelumnya, tetapi sepertinya dia menyembunyikan kemampuannya. Jika tidak, mungkin dia yang akan menjadi panglima utama. Selain itu jika bukan karena latihan dan ilmu yang diberikannya padaku aku pasti sudah mati waktu itu.

Kekecewaanku pada Ayah handa sepertinya sudah memuncak setinggi gunung. Namun tenang, aku sudah membuang harapanku sejauh - jauhnya untuk menjadi raja atau apapun.

Tujuanku sekarang hanya ingin hidup tenang, itu juga alasan aku memilih tempat ini. Tempat kediamanku yang nampak terkucil dan terpisah jauh dari istana utama.

Masalahnya belakangan ini ketenanganku terusik oleh orang yang sepertinya tidak menyukai keberadaanku. Aku yakin siapapun orangnya, dia tidak akan menyerah dengan mudah walau percobaan pertamanya gagal. Tentu aku juga tidak akan semudah ini menyerahkan nyawaku padanya.

Pandanganku terkesiap manakala Tohjaya berdiri "Mau kemana ?" Tanyaku padanya

"Mengambil tombak, ada di bilik kiri seperti biasa kan ?"

Berdiri menghalangnya "Aku saja yang ambilkan. Kau diam di sini saja."

"Tidak ... tidak ... tidak Kanda, biar aku saja yang langsung mengambilnya sendiri. Tenang saja aku tahu pasti tempatnya, Kanda duduk saja di sini bersama mereka." Lalu melirik pada wedang jahe yang tersaji di meja "Lanjutkan saja minumnya. Minum saat hangat lebih nikmat, Kanda"

"Kau yang duduk, aku saja yang mengambilkan." Jawab Pangeran Anusapati keras kepala

"Kalian berdua sebenarnya kenapa ?" Tanya Raden Sadawira heran karena kedua pangeran itu biasanya sangat malas untuk melakukan sesuatu, tetapi kali ini justru mereka malah berdebat dan menawarkan diri dengan sukarela.

Menghela napas pelan, lalu menutup kitab bacaannya, kemudian menatap kedua kakaknya. Pangeran Mahisa berucap "Yang satu ingin melihat rupa pelayan baru tadi lebih jelas, sedangkan yang satu lagi ingin melindungi pelayan barunya. Mengerti Raden Sadawira ?"

Raden Sadawira terlihat menahan tawanya saat mendengar jawaban Pangeran Mahisa. Ditambah melihat raut wajah Pangeran Anusapati yang memerah entah karena menahan marah atau malah menahan malu "Ah ... tentu saja Pangeran Mahisa"

-----------------Bersambung--------------

24 Juli 2020

SINGASARI, I'm Coming! (END)Where stories live. Discover now