14. Back to You

30.4K 2.5K 118
                                    

Ehm, iya. Aku baru bangun." Cowok itu berusaha mengatur suaranya.

Di ujung sana, Mia tersenyum. Jarinya memainkan ujung bantal, sedikit gugup.

"Aku cuma mau ngasih tau, talk show tadi lancar. Mereka nggak nyinggung isu tentang aku demi naikin rating."

Arsen melirik jam yang bertengger di nakas. Satu jam yang lalu, sekitar jam tujuh malam waktu Indonesia, digelar syuting acara bincang-bincang di salah satu stasiun televisi nasional. Itu adalah kemunculan pertama kali Mia di publik setelah skandalnya viral.

Kelegaan seketika membasuh Arsen kala mendengar kabar baik itu. "Makasih ya, kamu udah yakinin aku untuk tampil di acara itu." Mia bicara dengan suara lembut.

Hangat menjalar dari dada ke seluruh tubuhnya. Arsen tersenyum. Seketika kantuknya sirna, seketika harinya menjadi cerah meski di luar salju masih turun.

"Aku seneng dengernya," balas Arsen dengan nada lega yang tidak bisa disembunyikan.

Mia menggigit bibirnya, merasakan bulir-bulir keraguan yang menderanya hingga rasanya seperti kesemutan.

"Tayang di youtube sekitar tiga jam lagi. Nanti aku kasih link-nya." Jeda sejenak, sebelum akhirnya Mia buru-buru melanjutkan. "Kalo kamu mau nonton sih. Kalo ada waktu juga."

Arsen tersenyum. "Aku pasti nonton."

Detik berikutnya, keduanya sama-sama terdiam. Baik Arsen maupun Mia, tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Dan saat keberanian untuk memecah keheningan muncul, kalimat keduanya meluncur hampir bersamaan.

Setengah tertawa, Mia akhirnya bicara. "Kamu dulu."

Arsen menelan ludah, memandangi langit-langit apartemen yang beberapa jam lagi bakal ditinggalkannya. "Lusa kamu di Jakarta aja? Atau ada job di luar kota?"

"Seingetku, sampai akhir bulan masih di Jakarta aja. Kenapa?"

Senyum tersemat di bibir Arsen. "Sampai ketemu lusa kalo gitu."

"Lusa? Kamu pulang lagi?" tanya Mia, tangannya sudah berhenti memainkan ujung bantal.

"Aku pindah kerja. Hari ini juga aku balik Indonesia."

Ada pengharapan yang mengalir bersama terucapnya kalimat itu. Ada pilihan besar yang dibuat di balik terucapnya kalimat itu.

Mia terenyak. Arsen benar-benar serius untuk berupaya dekat dengannya. Bahkan tanpa menjanjikan apapun, lelaki itu membuktikannya dengan benar-benar pulang dan membuang satu perkara pertama, demi dirinya.

***

Kamar Arsen bernuansa maskulin. Desain furniture yang tegas dan warna gelap mendominasi ruangan itu. Arsen tergolong orang yang teratur dan rapi. Perabotan, ornamen hiasan, semuanya tertata. Hanya sprei tempat tidurnya saja yang tampak berantakan. Moza tersenyum. Arsen pasti baru bangun.

Suara gemericik air dari shower terdengar hingga keluar kamar mandi. Moza meletakkan tasnya di sofa. Ia iseng berkeliling. Sudah cukup lama sejak terakhir kali ia memperhatikan barang-barang di kamar ini.

Moza mendekati meja di sisi tempat tidur. Di atasnya terbingkai manis foto Arsen dan dirinya saat upacara kelulusan di New York. Moza tidak akan lupa hari itu. Hari yang selanjutnya menjadi sejarah betapa polos dan konyolnya pemegang predikat camlaude di kampus ternama itu, yang tidak lain adalah Arsen.

Cowok itu memilih menyeburkan diri ke kolam di pesta malam kelulusan saat ditantang untuk mencium Moza oleh teman-temannya. Akan menjadi hal yang wajar bila Arsen memilih melakukan itu karena ia tidak memiliki keinginan untuk mencium Moza. Tapi, alih-alih menyangkut dirinya, Arsen justru bilang bahwa ia memilih hal itu karena ia pikir Moza tidak bersedia dan merasa terganggu.

HEROINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang