29. "Take a rest, Win."

Start from the beginning
                                    

Win paham sekali.

Ucapan Dylan benar.

Semua luka itu terpampang jelas di wajah Bright. Empat tahun belakangan ini sudah pasti tidak mudah bagi Bright. Ia memang tersenyum, namun kehangatan pria itu tidak lagi mengiringi.

Dingin... dan mati.

"Aku ingin membuatmu hidup."

Win menarik kedua lutut Bright menghadap ke arahnya. "A-aku tahu kesalahanku tidak mudah untuk dimaafkan. Tapi-"

Udara di sekitarnya menipis. Wajah Bright tidak berekspresi. Mata legamnya menatap Win sayu.

"Bisakah kita menjalani hidup seperti pasangan lainnya? Maukah kau ikut denganku, Bright? Kita akan tinggal bersama. Aku akan lakukan apapun untukmu. Anything."

Bright memajukan tubuhnya. Merasakan nafas hangat Win di atas bibir pucatnya. Bright memejamkan mata, mengecup singkat bibir Win.

"Lihat dirimu, Win."

Win mengerjapkan matanya yang memanas.

"Kau-" Nafas Bright tercekat. "Kau terbang tinggi sekali, Win. Melaju begitu cepat. Lihat betapa banyaknya pasang mata yang mengenalmu.

Aku tahu kenapa topi dan masker itu selalu kau kenakan. Win, percayalah. Bersama denganku akan merusak-"

"Hentikan!"

Helaan nafas berat Bright terdengar setelah Win mendorong tubuhnya menjauh. Win menatap Bright putus asa.

"Hentikan, Bright."

Bright meraih ponsel di atas nakas. Membuka kunci layar dan menunjukan berita yang baru dibacanya.

TIME OUT LONDON

NEWEST RUMOR! VELENCE CEO SPOTTED IN A CAFE WITH MOONLIGHT ARTIST!

"Lihat artikel lainnya, Win."

The London Times.

Secret affairs against Mai Davika? Metawin Opas-iamkajorn Spotted Cafe Dates!

Air mata Win meluruh.

Semua ini memuakkan.

Prankkk!

Win melempar ponsel Bright di genggamannya dengan kasar. Menangkup wajah dingin pria berkulit cokelat itu di tangannya.

"Aku tidak memedulikan mereka. Aku hanya mencintaimu, tidak ada yang salah dengan itu. C'mon, Bright. Aku tahu kamu tidak akan terpengaruhi-"

"Bisakah kita menikah?"

Win membeku.

"Aku muak sekali dengan rumor kau dengan Mai. Tidak usah besar dan megah. Hanya pernikahan biasa. Mau-"

Win membungkam bibir Bright dengan miliknya. Air mata meluruh satu persatu seiring dengan mata cokelatnya yang terpejam.

Bright membawa tangannya pada tengkuk Win. Merasakan setruman di sekujur tubuhnya ketika Win mengecap rongganya.

Sinting.

Perasaan ini membuatnya gila.

Brak!

Membanting tubuh mereka ke kasur, Bright melepas kemeja yang membalut tubuh Win. Mengusap air mata Win, Bright menahan tangan Win yang ingin menggapainya.

"Diam, Win..."

Mata mereka bertemu.

"Kamu sudah menyiksaku selama ini. Aku tidak akan membiarkanmu lagi."

Win melenguh keras ketika nafas Bright di lekukan lehernya terasa. Sekejap kemudian tangan Bright menyelinap ke bawahnya.

Kepala Win penuh sekali.

Mengapa ia menangis?

Mengapa air matanya tidak berhenti?

Perasaan apa yang hinggap di hatinya?

"Hentikan. Hentikan. Hentikannn!"

Win menutup wajah merahnya dengan kedua tangan. Tidak lagi peduli jika Bright mendengar isakan hebatnya. Tubuh Win meringkuk dengan gemetar.

Takut.

Win takut sekali.

Sekeras apapun ia mencoba untuk tidak memedulikan mereka, rasa takut itu kembali menyelinap masuk. Membuat lututnya gemetar dan lemah.

Bright mengacak rambut legamnya. Terdiam mendengar tangisan Win di belakangnya. Bertanya-tanya kenapa hal selalu menjadi lebih rumit.

Menoleh, Bright beranjak menarik tubuh Win. Menyambar selimut tebalnya dan membungkus tubuh polos Win. Dekatnya jarak mereka membuat Win merasakan detak jantung Bright yang berdetak tenang.

Pria itu tidak lagi berdebar.

"Biar aku yang mengurus semuanya, Win. Beri aku seminggu. Hanya seminggu. Aku pastikan semua berjalan lancar."

Win mengangguk di dada Bright. Kedua tangannya perlahan melingkar di pinggang Bright. Mendekap Bright lebih erat daripada pria itu mendekapnya.

Bright mencium puncak kepala Win.

Mata hitam legamnya terpaku pada ponsel hancurnya di lantai. Ingatannya meliar pada kotak hitam yang berada di bawah kasurnya. Jemari Bright bergerak menghitung tanggal.

Entah berapa lama mereka saling memeluk, isakan Win terhenti. Bright menunduk menemukan Win yang tertidur. Kedua sudut bibirnya terangkat.

Perlahan, Bright membaringkan tubuh Win. Membungkus tubuh Win dengan selimut tebal lalu mengecup bibir merah Win lama.

"Istirahat, lah, Win. Apapun pilihanmu, aku akan menghargainya. Aku menyayangimu, Metawin."

Bright meraih ponsel Win di tuksedo biru yang tergeletak di lantai. Ibu jarinya mencari kontak pria yang tidak lain adalah orang tua Win.

"Selamat malam, Dad. Ini Vachirawit, apa Dad sedang sibuk?"

-><-

Through & Through [REVISION]Where stories live. Discover now