Prolog

4.9K 273 29
                                    

"Cinta kita itu seperti ilmu nahwu, setiap ada Mubtada' pasti ada Khobar.Setiap ada kamu pasti ada aku juga disana. Karena Aku dan kamu satu, bagaikan IDHOFAH.
Aku MUDHOF, sedang kamu adalah MUDHOF ILAIH nya.
Sungguh tak bisa dipisahkan."

-Wardatul Hasanah-

-----------


GREP.

Sebuah tangan kekar melingkar erat di pinggang ramping yang tengah terkejut dengan kehadiran sesuatu yang tiba-tiba mengejutkan, yang tak lain adalah Azzam dengan wajah lelahnya.

Aina tersenyum manis kemudian menoleh, namun gerakannya tetap dikunci dengan erat dan tak membiarkannya bergerak seinci pun.

Mereka sedang berada di taman bunga yang khusus Azzam buatkan untuk istri tercintanya, Aina.

"Capek." Ujar Azzam lirih.

Aina terkekeh pelan.

"Baru sehari loh mas udah capek aja."

Azzam mendengus pelan memilih diam tak menjawab ia semakin mengeratkan pelukannya dan menopang kepalanya di bahu istri mungilnya, Aina.

"Tadi ada tambahan jam ngajar sayang sekalian training guru baru katanya." Jawab Azzam kemudian.

Aina melepaskan pelukan mereka, kemudian berbalik menghadap raut wajah sang suami yang benar-benar lelah namun tidak mengurangi kadar ketampanannya dengan balutan jas kerja yang sedang dipakainya sekarang.

"Mas?"

Azzam tersenyum lirih kemudian mengangkat sebelah alisnya menandakan ia sedang bertanya lewat ekspresinya saja.

"Semoga lelahmu selalu menjadi lillah." Ujar Aina tersenyum kemudian tangannya telulur untuk mengelur seurai hitam milik Azzam.

"Aamiin." Tangkas Azzam mengamini.

"Ayo masuk! Mas mau Tia siapkan apa?"

Azzam tersenyum ia lebih memilih menggandengan tangan Aina dan membawanya masuk ke dalam rumah bertingkat tiga itu.

"Mas mau mandi dulu ya, makannya bentaran aja.Adek sudah makan?" Tanya Azzam disela mereka berjalan.

Aina mengangguk pelan.

"Sudah cuma sama roti aja soalnya lagi gak mood makan mas Oja."

Azzam melepaskan tautan tangan mereka tatkala mereka sudah sampai di kamar.

"Dek dengerin mas."

Azzam memegang kedua bahu Aina dan menatapnya intens.

"Adek inget kata dokter minggu lalu?"

Aina mengangguk lantas menunduk.

Azzam menghela nafasnya, ia mengangkat dagu Aina pelan.

"Jaga kesehatan sayang.Adek nggak boleh terlalu capek bukannya adek mau ada dedek bayi di perutnya?"

Aina mengangguk lagi.

Surah Hafalan untuk Ustadz (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang