"Eh iya sebentar." Anya terpaksa harus bantu membujuk tapi baru saja menoleh ke wajah Kale ia langsung ciut.

Bagaimana tidak, wajah datarnya begitu dingin dengan sorot mata setajam elang. Benar-benar tidak bersahabat. "Ah ca kayanya emang lebih keren naik mobil deh," ucap Anya membuat Ica ber-yah kecewa.

Ica mendengus sebal, sebelum berlalu pergi memasuki toko ia sempat-sempatnya memberikan umpatan, "dasar galak!" Mata Anya membelalak Ica benar-benar tidak takut pada ekspresi horor wajah abangnya.

"Anya," panggil Kale membuat si pemilik nama menoleh, raut wajah Kale sudah berubah melunak. "Itu demi kebaikan dia juga, anak SMP belum punya SIM bahaya nya," lanjut Kale lembut.

"Aku paham," balas Anya mengulum senyum, Kale mengelus rambut Anya, mengelurkan kartu ATM di dompet.

"Bayar pake itu, aku tunggu di kedai kopi sebelah ya?" Anya mengangguk sambil mengambil kartu tersebut.

Sama persis seperti ayahnya, jika mengantar belanja akan menunggu di tempat rehat sambil memesan kopi atau cemilan ringan lainnya.

"Selain karna kejadian Randy Abang punya sejarah sendiri Kak Anya kenapa se-overprotektif itu sama Ica," kata Ica sambil memilih pulpen cair di rak.

"Eh, kenapa?" tanya Anya jelas penasaran, Kale bukan sekali ini saja overprotektif pada hal-hal kecil menyangkut Ica tapi banyak.

"Dulu Ica lahirnya melalui bedah caesar. Bunda sering sakit-sakitan, si ayah juga tuker rekan kerja keluar kota, yang jagain Abang aja sendiri. Abang bener-bener ketakutan kalau bunda muntah darah, nemenin pas persalinan juga, bahkan suka bolos sekolah buat nemenin bunda lahiran Ica, repot banget emang. Dari situ Abang janji buat jagain Ica sama seperti saat Abang jagain bunda. Itu bagus sih tapi agak ngeselin!" papar Ica dengan bibir mengerut, Anya terkekeh akhirnya tahu alasan apa membuat kekasihnya begitu menyayangi Ica.

"Ica tau dari siapa?"

"Bunda, Abang dari kecil emang jarang ngomong. Takut bunda kenapa-napa juga nggak ngomong tapi diem-diem nangis aja," balas Ica. Anya mengangguk setuju. Kale benar-benar jarang buka suara.

Bukan sekedar cari muka pada Kale dan keluarga, kedekatan Ica dan Anya benar-benar murni tulus. Lihat Anya dengan senang hati membantu Ica membuat gantungan kunci, Kale membantu tanpa buka obrolan.

Ia tidak mengerti arah obrolan mereka yang begitu random, membicarakan para aktor Korea lah, movie-movie disney yang akan tayang lah dan lain sebagainya.

🐟🐟🐟

Ini masih musim penghujan, hawa pagi ini terasa dingin akibat semalaman penuh kota Jakarta dibungkus hujan deras membuat tidur nyenyak dan malas beranjak dari kasur.

Terpaksa Kale menuruti perintah Bunda untuk memakai jaket bomber warna hijau lumut ke sekolah, ia malas jika harus memakai jaket atau aksesoris lain dari rumah. Hal itu akan semakin menjadikan dirinya pusat perhatian warga sekolah, terutama kumpulan para gadis. Kale tidak pernah merasa ia populer karena memiliki wajah tampan yang selalu terlihat datar, ia malah merasa risih akan hal itu. Jujur, Kale ingin dipandang biasa saja, sama seperti anak yang lain

"AZIL DASI DAN SABUK MU PAKE DULU!" teriak Pak Sugandi yang tengah piket menjaga gerbang. Kale berjalan ke sisi Pak Sugandi, memakai dasi serta sabuk yang ada di dalam tas.

Berdirinya Kale di gerbang membuat para kaum hawa tersipu malu-malu, agak salting disambut laki-laki dengan alis bertaut tebal itu. Kale buru-buru fokus memasangkan sebab ia sadar banyak para wanita yang sengaja melepaskan dasi dan sabuk untuk modus padanya.

"LHO INI KOK KAYA NGANTRI SEMBAKO?!" Pak Sugandi berteriak marah. Benar di barisan Kale berdiri ada para gadis yang berjajar memasang dasi sambil melirik-lirik pada Kale yang semakin menampilkan wajah dinginnya.

"Saya permisi, Pak," Kale berpamitan sopan lalu melengos pergi.

Para anak gadis ber-yah kecewa. Masih belum puas menyaksikan pemandangan yang membuat hati mereka aden ayem.

"Le!" Salsabila anak satu angkatan dengan Kale kelas 2 SMA. Rambutnya panjang legam, dengan tumbuh tinggi ideal, cantik. Tidak salah jika ia cukup dikenal se-Jailen.

Satu alis pekat Kale terangkat satu, isyarat bertanya. "Perihal lo pake jaket bikin macet di pager," guraunya. Kale tersenyum tipis, nyaris tidak terlihat.

Mereka berjalan di koridor bersama, jika bukan Salsabila lebih dulu maka obrolan tidak akan tercipta. "Eummm---le? gue ada poroject fotografer sama lo ni, bisa kan?" Kale memang cukup mahir dalam hal-hal seputar fotografer. Ayahnya bahkan mendukung hobi sang putera dengan membeli beberapa kamera terbaik untuk mengambil gambar.

"Dapet duit?" tanya Kale datar. Karena jika tidak untuk apa, membuang waktu.

"Pasti," balas Salsabila tersenyum hangat.

"Atur," ucap Kale singkat. Ini yang membuat ia sedikit respect pada Salsabila. Mereka punya hobi yang sama.

Mereka terpisah oleh belokan, Kale belok ketempat biasa sedangkan Salsabila menuju kelasnya.

Ternyata para teman-temannya dan Kakak tingkat Kale juga banyak yang memakai jaket, untuk musim hujan memang sekolah tidak melarang. Bule bahkan sudah habis 3 batang rokok sangking dinginnya.

Ditempat ini tempat duduk yang tersedia terbuat dari semen yang di atasnya dilapisi keramik, ditambah juga ada bale-bale yang terbuat dari kayu, sehingga mereka bisa berkumpul. Bernyanyi-nyanyi sambil mengobrol hal-hal kecil, yang jelas jauh dari pelajaran.

"Sungkem dulu ah sama suhu yang jadi trending topik, heran anjing orang cakep pake apa aja jadi bahan omonh bae?" cetus Epot.

"Lo jelek diem aja pot," sahut Bule sambil membuang asap rokok ke atas. Semua menertawakan Epot yang bersungut-sungut mengumpat bule.

Kale yang duduk dekat Jawa mengambil buah apel dari tasnya yang tadi sempat tidak ia makan, menghiraukan Epot yang terus saja mengucapkan hal-hal tidak penting.

"Nggak hp nggak buah demennya apel, het horang kaya," cetus Epot memperhatikan Kale makan.

"Demen lo nanti merhatiin Kale mulu," kata Jawa. Epot menyengir lalu mengangguk.

"Kale kan satu untuk semua lah," balas Epot.

"Berisik." Kale akhirnya buka suara.

"Parah lo Kale kasih nomer gue ke Kevin." Epot memasang wajah sedih.

"Kevin Epot menuju halal ya le?!" teriak Jawa pada Bule yang mengacungkan jempol tinggi-tinggi. Kale terkekeh melihat wajah Epot yang berubah masam.

5 menit sebelum bel masuk Salsabila datang, menyapa semua anak laki-laki di tempat tersebut. Ia selain cantik juga friendly. Lebih penting tidak cepu untuk melapor anak laki-laki yang diam-diam merokok disini.

"Hai Bil!" sapa balik mereka, kecuali Kale dan Bule yang memilih diam.

"Gue boleh ambil foto kalian?" Salsabila bertanya diiringi senyum manis. "Tenang, ini cuma buat kenang-kenangan aja kok."

"GAS BIL!" semua anak langsung berkumpul agar bisa masuk semua di kamera. Kale malas-malasan ikut di paling pinggir.

Aduh, wajah tampan Kale membuat Salsabila gagal fokus. Ia benar-benar hanya ingin men-zoom wajah Kale saja di kumpulan anak laki-laki ini. "Candu," gumam Salsabila lalu menjepret foto.

*******

1.KALE

KALE

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.
KALE [END]Where stories live. Discover now