"Tuh, kan. Gue bilang juga apa! Lo sakit sendiri kan liatnya. Makan tuh cemburu yang banyak," cibir Pandu pada Angkasa yang daritadi hanya diam.

"Emang sih, Sa. Merelakan orang yang kita cintai dan sayangi itu sulit. Lo harus kuat hadapinya. Walaupun sementara, tapi kalo kita cinta sama dia. Hati kita gaakan pernah rela ngeliat dia sama yang lain," ujar Herdi dengan bijak.

"Uwoo kangbucin saae!" ucap Fadli.

"Iyadong! Yakan pengalaman gue dalam hal berpacaran itu banyak. Gue udah pernah ngalamin kaya gituan" balas Herdi.

"Ntar kena karma mampus lu!" sahut Rafi sambil memakan snack yang ia pegang.

"Naaahhh! Bener, Her. Tobat gih sekarang, lo itu udah gede, bukan lagi jamannya main-main. Sekarang mah lo harus serius aja sama satu cewek. Kita juga sekolah bentar lagi lulus," ucap Pandu

"Pengennya sih gitu Bro! tapi gue gak tau mau seriusnya sama siapa. Pacar gue terlalu cantik-cantik untuk memilih salah satunya." Herdi terlihat lesu. "Gue pengen cuci gudang aja lah. Lo pada minat gak? Ambil gratis!"

"Lo kira apaan cuci gudang! Gak minat gue sama pacar-pacar lo yang kebanyakan cabe-cabean!" sahut Fadli gemas.

"Kwalo cwabe-cwabean, pedwesss dong!" ujar Pandu pipinya menggembung.

"Ck. Makanan tuh ditelen dulu," tegur Herdi.

"Udahlah. Jangan direnungin terus, itu juga keputusan lo sendiri." Rafi menepuk pundak Angkasa.

"Kalo lo gak kuat liat Senja sama Renaldi. Lo lambaikan tangan aja di kamera, Sa. Udah gitu udah! Makan hati mulu ngeliat lo!" sahut Pandu sambil cekikikan. Membayangkan ini seperti acara yang uji nyali. 'Masih di Dunia Lain' yang dulu sering disiarkan di Trans7.

"Garing, bego," cibir Fadli.

"Ooh, biarin."

Angkasa mendengkus. "Ayo ke kelas."

"Ini pemandangannya rusak ya, Sa. Kalem ae lah kan ada gue yang membuat dunia ini lebih indah Eaeaeaaaaaa!" Herdi membanggakan diri.

"Najis."

****

Angkasa dan teman-temannya berjalan melewati beberapa kelas. Ada tawa lepas dari salah satunya karena candaan. Berbeda dengan Angkasa yang hanya diam. Menggerutui perbuatannya sendiri. Ada hati yang sangat tidak tenang, otaknya selalu berputar-putar oleh bayangan wajah senyum Senja yang tidak pernah menghilang.

Rasa bersalah dalam dirinya pun pasti ada, kenapa dia bodoh sekali menyuruh gadisnya untuk dekat dengan musuhnya? Angkasa memang sangatlah yakin bahwa Renaldi yang dulu dia anggap musuh kini adalah Renaldi orang yang paling berjasa di hidupnya. Tapi hati nya selalu ingin Angkasa menarik Senja kembali dalam pelukannya detik ini juga. Seperti akan ada yang hilang nantinya, tapi Angkasa menepis pikiran kotornya jauh-jauh agar dia tidak terlalu dalam menyimpan amarah. Angkasa hanya berharap bahwa gadisnya itu akan tetap aman.

Angkasa dan teman-temannya sampai dikelas yang kosong. Mereka masuk kedalam, dan duduk di bangku mereka. Angkasa duduk di kursi sambil menyenderkan badannya di tembok. Rafi yang duduk sambil menaikkan kakinya dikursi samping nya. Pandu dan Herdi sedang bermain-main papan tulis. dan Fadli kini hanya diam duduk sambil memakan makanan yang ia bawa dari kantin.

"Raf, Fad," panggil Angkasa yang langsung disahuti oleh tatapan bertanya dari mereka berdua.

"Sebenernya gue bodoh apa nggak sih biarin Senja sama Renaldi?" tanya Angkasa membuat kedua temannya mengerutkan keningnya.

"Kenapa lo baru mikir sekarang? Nyesel? Kan udah dibilangin juga apa, lo malah tetep ngelepasin Senja sama Renaldi. Penyesalan emang selalu datang diakhir sih." jawab Fadli sambil mengunyah makanannya.

"Kenapa sekarang lo baru mikir?" ujar Rafi.

"Gatau. Gue gak bisa liat Senja sama Renaldi, rasanya gak tenang."

Rafi berdecih. "Namanya juga udah ada rasa, rasa cinta lo ke Senja itu udah ada. Wajar kalo ngerasain begini."

"Lo harusnya jangan terlalu percaya sama Renaldi. Belum tentu dia emang bener-bener baik. Musuh itu banyak yang licik," ucap Fadli.

"Tapi dia keliatan tulus," balas Angkasa.

"Yaudah deh iya tulus. Serah lo aja, gue cuma peringatin lo Sa, jaga Senja. Jangan sampe dia lepas dari pandangan lo. Tetep waspada walaupun gaada tanda-tanda bahaya," ingat Rafi.

"Iya, bener. Kata Rafi, enggak selama nya kita hidup dengan keadaan baik-baik," sahut Fadli.

"Woi pulang woii!" teriak Pandu dan Herdi heboh. Mereka berdua dari arah luar sambil berlari masuk kedalam kelas.

"WOI ANJENGG! KAGET GUE. Lo berdua kayak anak SD aja kalo dapet kabar pulang langsung lari ke kelas heboh gitu. Heran!" ucap Fadli kepada kedua temannya tak terima.

Pandu cengengesan. "Ya maap, gue mah ngikutin Herdi aja noh!"

"Emang lu mah suka ngikut-ngikut orangnya," timpal Herdi.

"Udah-udah yuk balik!" ajak Rafi.

Lalu kelima cowok itu keluar dari kelas yang sepi. Sekolahnya pun terlihat hening, ini sudah seperti rumah sakit, sekolah dengan fasilitas lengkap yang tidak pernah dipakai, sekolah tidak terawat dan kotor. Padahal sekolah ini lumayan besar, tapi sayang tidak ada yang bisa mencintai sekolah ini.

Angkasa dan teman-temannya yang sudah sampai di parkiran sekolah. Mereka masing-masing naik kemotornya dan berjalan menjauh dari sekolah. Ditepi jalan, Angkasa memicingkan matanya ketika dia melihat Renaldi bersama cewek yang Angkasa yakin itu Senja.

Ada dipinggiran jalan dikedai es cream. Angkasa melihat jelas. Tangan Renaldi itu merangkul pundak cewek disampingnya. Dan sekatika Renaldi mengecup kening perempuan disampingnya. Walaupun itu hanya terlihat dari belakang, Angkasa berfikir bahwa itu adalah Senja. Hati cowok itu sangat terpukul, emosinya menggebu-gebu ketika melihat kejadian itu.

****

JANGAN LUPA VOTE, DAN KOMEN YA TEMEN-TEMEN!❤️❤️

AngkasaWhere stories live. Discover now