⠀⠀⠀"WOI, MAU MAIN APA MAU PACARAN?!"
⠀⠀⠀Seketika bola tenis mengenai kepalaku. Kurang ajar juga lo Gilang! Lantas kuambil bola tenis yang sudah terjatuh itu dan akhirnya memulai permainan dengan Gilang, sementara Zara duduk manis di pinggir lapangan sambil menonton kami bermain. Seru sekali. Kami juga sambil bercanda tawa.
⠀⠀⠀"Gilang enam, Adrian tiga!"
⠀⠀⠀Permainan pertama selesai. Aku dan Gilang sama-sama menghampiri Zara untuk beristirahat. Kami duduk melingkar bertiga di pinggir lapangan. Tak lama setelahnya, Gilang tertawa-tawa.
⠀⠀⠀"Nggak fokus bro, main ditontonin pacar?"
⠀⠀⠀Zara terkekeh, malu-malu. Aku menyikut lengan Gilang. Membuatnya mengaduh, tapi tak menghentikannya dari cekikikan.
⠀⠀⠀"By the way," Zara mengalihkan pembicaraan. "Gue nggak bisa lama-lama di sini. Sebentar lagi harus pulang, jaga adik."
⠀⠀⠀"Orang tuamu kerja, Zar?" tanyaku. "Ini kan hari Sabtu."
⠀⠀⠀"Oooh, sekarang sudah pake aku-kamu," celetuk Gilang seketika, dan kini posisinya sudah berbaring di atas semen lapangan. Ia tertawa lagi. Anak ini rupanya benar-benar kurang ajar.
⠀⠀⠀"Berisik."
⠀⠀⠀Zara kembali mengekeh. "Iya, gitu deh. Maaf ya nggak bisa nemenin lama-lama,"
⠀⠀⠀"Nggak papa," baru saja mau membuka mulut, Gilang sudah merebut jawabanku. "Habis ini gue yang pacaran sama Adrian,"
⠀⠀⠀Aku menoleh pada anak tinggi itu. "Bener-bener lo ya,"
⠀⠀⠀"Bener-bener tampan."
⠀⠀⠀Aku menarik napas panjang, mencoba untuk tidak membuat onar atau keributan apapun di sini. Tidak ingin berkelahi dengan sahabatku sendiri. Tapi Gilang sepertinya minta ditendang walaupun aku tak yakin apa kakiku kuat untuk menendangnya.
⠀⠀⠀Dia lagi-lagi tertawa, tertawa puas sambil berguling-guling di atas semen lapangan. Orang aneh. Kubiarkan saja. Sementara dia tak lihat, aku mencoba duduk lebih dekat dengan Zara. Astaga, begini saja sudah deg-deg-an. Entah apa yang sedang kupikirkan kala itu, tapi tiba-tiba saja aku merangkulnya, membuat tak ada jarak di antara wajah kami, dan dalam kesempatan itu, aku mengecup lembut pipinya.
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
***
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀Gilang
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀Oh, jangan salah. Jangan kira aku tidak melihat apa yang baru saja terjadi. Aku mungkin banyak tertawa, sebut saja sedang menikmati hidup, tapi seperti kata pepatah, semakin tinggi suatu pohon, semakin kencang angin yang menerpanya.
⠀⠀⠀Ini tidak membicarakan soal tinggi badanku. Kalau itu memang tidak usah dipertanyakan, sih. Anggapannya begini, di saat aku sedang berusaha menikmati hidup, ada angin kencang yang menerpa. Ada sesuatu yang mengujiku.
⠀⠀⠀Dan angin kencang itu, tidak lain dan tidak bukan, adalah kedua temanku sendiri.
⠀⠀⠀Zara berpamitan beberapa saat setelah aku memergoki Adrian mencium pipinya. Katakan, aku sangat ahli dalam memendam perasaan. Tetapi, kalau kau mau aku jujur, bahkan saat aku baru tahu kalau mereka sudah berpacaran dan fakta bahwa Adrian menyembunyikan itu selama seminggu, membuat hatiku jauh lebih dari sekedar sakit.
⠀⠀⠀That is the real double kill.
⠀⠀⠀Tapi tenang saja, aku tak akanㅡmalah tak mungkinㅡmenghancurkan hubungan mereka. Yah, aku memang kalah cepat dari Adrian. Sebetulnya aku juga tidak menyangka kalau Adrian akan bergerak. Aku kira dia hanya menganggap Zara sekedar teman, tidak lebih. Aku kira dia lebih tertarik ke adik kecilnya. Namun, apa boleh buat. Salah sendiri nggak ada aksi dari awal.
YOU ARE READING
Redamancy. (on hold)
FanfictionMungkin iya, Arin merasa bahwa menyukai Adrian bukanlah sebuah keputusan yang tepat. Tapi menurutnya, menyimpan, memendam, dan tak pernah mengungkapkan perasaannya pada Adrian merupakan keputusan yang jauh lebih buruk. [BTS' Jungkook & Red Velvet's...
twenty second, defeated.
Start from the beginning
