1

12.2K 2.7K 532
                                    

[Peran pengganti]
-1st Survivor, Kim Junkyu-
.
.
.

Aku sudah berjanji pada Jaehyuk, bahwa aku akan jadi Kim Junkyu yang bahagia. Namun, benak-ku menitik beratkan satu lagi tanggung jawab terhadap diriku sendiri. Sebuah rasa untuk membangkitkan segala hal yang dulu Jaehyuk perbuat sejauh pijakannya di dunia ini. Dan alasan mengapa aku memilih untuk membebankan banyak hal padaku adalah karena dulu Jaehyuk pun melalui hal yang sama. Aku ingin mengetahui perasaan Jaehyuk lebih jauh lagi.

Bagaimana rasanya mengajari matematika, bagaimana rasanya mengerjakan tugas untuk dicontek oleh murid lain, bagaimana rasanya dipukuli karena membela orang lain, bagaimana rasanya jadi sebaik Jaehyuk—aku ingin sekali tau dan juga mengerti.

Beberapa kali, aku membantu orang seperti yang dulu Jaehyuk lakukan. Seakan-akan dia tak pernah mati karena aku menghidupkannya kembali dalam tubuhku. Aku menggantikan seluruh peran Jaehyuk yang sempat padam oleh ketiadaan. Aku belajar lebih giat untuk jadi saingan Yedam. Aku mencegah Daeho dan kemudian dipukuli bersama Doyoung. Aku menggantikan jadwal piket beberapa orang, membawakan mereka makanan dan bahkan datang kerumah Jaehyuk untuk makan masakan ibunya.

Tapi, sebanyak apapun aku belajar, sebanyak apapun aku membantu orang, sebanyak apapun aku tertawa sampai mataku melengkung dan tertutup—perasaan damai tak pernah lagi bermuara mengisi rongga dadaku, sekalipun aku sudah mengusahakannya. Rasanya seperti aku sedang berada diruang kosong—dan tak ada siapapun selain diriku sendiri yang tengah menatap pantulan wajahku dicermin. Kemudian bertanya—

Kau sebenarnya sedang berbuat apa, Kim Junkyu? Kau ingin jadi peran pengganti Jaehyuk?

Hari-hari terasa melelahkan. Aku seperti menjalani hidup orang lain. Aku terkadang tiba-tiba keluar dari kerumunan kala kurasa bahwa aku sudah salah jalan. Biasanya aku akan melewati lapangan kosong kemudian duduk di bangku-bangku di pinggir. Sendiri selalu membuatku sedikit membaik. Menghakimi benar dan salah atas apa yang kuperbuat.

Hari itu—Jihoon datang dan duduk di sampingku. Dia menyesap sekaleng soda kemudian menatap kosong ke lapangan. Aku tak ambil pusing. Hubungan kami memang agak kaku setelah ia marah-marah dikelas saat itu. Jauh didalam lubuk hati—aku iri sekaligus berterimakasih pada Jihoon. Iri karena dia bisa seberani itu, dan berterimakasih karena berkatnya—kesalahpahaman orang-orang terhadap Jaehyuk akhirnya padam.

"Aku agak lupa Jaehyuk sudah mati karena ada kau," ujar Jihoon dengan irama sayup. "Apa kau kerasukan Jaehyuk atau bagaimana?"

Sebenarnya, Jihoon mengatakan itu untuk bercanda. Tapi aku malah memikirkannya dengan serius. Aku merasa bersalah karena hidup sebagai peran pengganti Jaehyuk saat ini.

"Apa Jaehyuk baik-baik saja jika peran-nya kurebut?" Tanyaku tiba-tiba.

"Kau senang atau tidak melakukannya?" Tanya Jihoon balik.

Aku berpikir sejenak. Jika dibilang senang—maka itu benar. Beberapa kali, perasaanku menghangat setiap orang lain berterimakasih padaku.

"Ketika seseorang bisa bernapas lega saat aku ada disitu—jujur saja aku sedikit merasakan kehangatan. 'jadi ini yang dirasakan Jaehyuk'—pikirku." Aku mengatakan hal tersebut sambil membayangkan senyum lebar Jaehyuk setiap kali membantu orang. "Tapi hanya beberapa sekon sebelum dilema menusukku. Apa aku hanya melakukannya karena tulus atau hanya karena ingin jadi Jaehyuk."

Jihoon mangut-mangut sambil menyimak apa yang baru saja aku katakan. Aku tak pernah menyangka bisa duduk disini bersama seseorang seperti Jihoon. Dan lagi—dia seperti tau apa yang tengah aku rasakan. Kami layaknya dua kubu yang bersatu karena sama-sama merasa bersalah.

ii. the day before today[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang