8. Why

2.4K 424 13
                                    

Jisoo terbengong dengan tatapan kosong, ia bahkan tidak sadar Seulgi sejak tadi memanggilnya.

"Jis.." Seulgi melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Jisoo "Jisoo!"

Jisoo terkesiap "Eh! Iya..kenapa, Kak?" Tanya Jisoo gelagapan.

"Kamu kenapa melamun?" Tanya Seulgi balik, sejak pagi Jisoo tampak diam dan terus melamun.

Jisoo langsung menggelengkan kepalanya. Dia bangkit dari duduknya lalu segera melepas celemeknya.

"Kak, Sorry. Aku mau ambil libur beberapa hari ya."

"Loh? Kok tiba-tiba? Kamu sakit?" Tanya Seulgi khawatir melihat Jisoo buru-buru membereskan dirinya.

"Aku mau pulang ke rumah orang tuaku." Jawab Jisoo, "Ngga apa-apa kan, Kak kalau aku tinggal?"

"Iya, nggak apa-apa sih, tapi kamu beneran baik-baik aja?" Tanya Seulgi memastikan.

Jisoo mengangguk dan mencoba tersenyum, "Nggak apa-apa kok, aku cuma kangen ayah sama ibu." Jawab Jisoo.

Seulgi pun hanya mengangguk mengiyakan, meski ia tahu bahwa pasti ada sesuatu. Namun Seulgi bukan tipe orang yang suka mendesak orang lain. Dia paham Jisoo mungkin tidak bisa cerita dengannya.

"Kamu mau pulang hari ini juga, Jis?"

"Iya Kak, nanti sore rencananya naik bus." Jawab Jisoo. Setelah membereskan semuanya, Jisoo pun pamit. Dia segera pulang untuk menyiapkan pakaiannya.

Sebenarnya Jisoo sudah memikirkannya semalam. Dia berencana pulang ke rumah orang tuanya beberapa saat, berharap hatinya sedikit lebih tenang. Jisoo sendiri juga bingung, belakangan ini hatinya merasa resah. Jisoo tidak yakin apakah itu sebuah perasaan yang tidak nyaman atau bukan, hanya saja dia merasa..tidak siap?

Jisoo tidak siap untuk mengingat lagi masa lalunya bersama Taeyong di saat dia sedang mencoba menjalani kehidupan barunya. Jisoo tidak siap untuk merasakan letupan asing di hatinya yang belakangan ini selalu menganggunya. Jisoo tidak siap untuk sering bertemu dengan Taeyong 'lagi'.

Sore itu, Jisoo menaiki bus yang akan membawanya menempuh perjalanan kurang lebih selama 5 jam. Tidak sesuai perkiraan, sore itu hujan turun sangat deras. Jalanan menjadi licin sehingga bisa terdengar suara decitan ketika bus itu mengerem. Jisoo terfokus pada rintik hujan yang membasahi jendela bus, sambil mendengarkan musik bermelodi sedih lewat earphone-nya. Jisoo sendiri heran mengapa dirinya malah mendengarkan lagu sedih di suasana seperti ini, membuat mood-nya menjadi lebih mellow lagi.

Tiba-tiba tubuh Jisoo tersentak ke samping, bersamaan dengan suara teriakan kaget dari penumpang lain. Berikutnya bus itu mulai bergerak tidak seimbang. Sopir di depan nampak kesulitan mengendalikan stir. Jisoo berpegangan pada kursi di depannya, tubuhnya terbanting ke kanan dan ke kiri. Perasaanya mulai tidak enak. Bus itu semakin tidak terkendali, suara teriakan mulai terdengar bersamaan dengan suara benturan keras dari depan yang seketika membuat semuanya berubah menjadi gelap.

Taeyong menajamkan matanya pada jalanan di depan yang terguyur hujan. Ia mendapat telepon dari ibunya bahwa ayahnya masuk rumah sakit karena tensi tingginya kumat, Taeyong pun bergegas pergi meski di luar sedang hujan deras. Belum ada setengah jalan, perjalanan Taeyong terhambat. Saat ini di depannya terjadi kemacetan. Suara sirine dari mobil ambulans saling bersahutan. Penasaran dengan apa yang terjadi, Taeyong pun turun dari mobilnya sambil membawa payung. Beberapa penumpang dari kendaraan lain juga nampak turun untuk melihat kejadian. Mata Taeyong membelalak ketika melihat sebuah bus sudah berada dalam posisi terguling ke samping dengan bagian depan penyok. Taeyong mengamati para petugas medis yang membantu satu persatu korban yang berada di dalam bus itu.

A Million Path [Taesoo] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang