Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir

10 : Dugun-Dugun Jantung Ocha

204K 18.8K 4.1K
                                    

Selama sekamar dengan Mas Aga, tidur dengan baju tidur super sexy!

Aku masih ingat dengan poin yang aku tulis di buku catatan kuliahku. Senyumku mengembang saat aku sudah sikat gigi dan membersihkan wajah. Aku berganti pakaian, dari baju kaos dan celana pendek ke baju tidur satin berwarna merah menyala.

"Mantap Cha!" seruku di depan cermin kamar mandi.

Detak jantungku berpacu lebih cepat. Dugun-dugun tidak jelas karena ini pertama kalinya aku memakai baju tidur pemberian mama. Mas Aga tidak tahu soal baju tidur ini, dulu mama memberikannya saat kami pulang hari raya.

Aku keluar dari kamar mandi, mendapati Mas Aga yang masih asik membaca komik. Kira-kira komik seperti apa yang sedang dibaca Mas Aga ya? Kali aja kami satu bacaan, lumayan aku bisa numpang baca di i-pad milik Mas Aga. Aku lagi tidak punya uang untuk membuka bab berbayar.

"Itu di dekat tas kamu ada ATM, pakai seperlunya jangan boros-boros lagi. Atau saya tarik lagi," tutur Mas Aga tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar i-pad.

Aku langsung berjalan cepat menuju tas kuliah yang aku letakkan di atas meja rias. Di sebelahnya terdapat kartu ATM yang sempat menjadi penghuni dompetku dulu.

"Makasih Mas!" Aku berteriak girang dan langsung menuju tempat tidur.

Aku memeluk Mas Aga erat, dia kaget hingga matanya melebar. Aku tersenyum pada Mas Aga yang menatapku dengan tajam. Matanya begitu tajam memperhatikanku dari jarak kami yang dekat.

Mas Aga mengedipkan matanya sekali. Gemas sendiri melihat reaksi Mas Aga yang diam saja. Entah apa yang dia lihat dari wajahku. Seketika aku tersadar, apa jerawat muncul di wajahku?

"Ada jerawat ya di mukaku Mas?" tanyaku yang langsung melepaskan Mas Aga.

Aku turun dari tempat tidur, menuju meja rias dan memeriksa sendiri wajahku. Aku mengernyit heran karena tidak mendapati apa-apa di wajahku. Dari cermin meja rias aku melihat Mas Aga yang menatapku intens.

Seketika aku tersadar dengan pakaianku. Bisa-bisanya aku melupakan misiku dan justru terlalu senang dengan ATM yang kembali.

Tenang, sekarang aku harus bersikap anggun. Aku berdeham pelan dan berdiri dengan benar. Aku berbalik badan dan tersenyum pada Mas Aga.

"Tidur sudah malam," tutur Mas Aga yang mengalihkan pandangannya dariku. Dia menyimpan i-pad di atas meja nakas.

Baru saja aku ingin mengatakan sesuatu, Mas Aga sudah mengambil posisi berbaring dan memunggungiku. Dia seperti tidak peduli dengan penampilanku. Benar-benar menyebalkan!

Aku dianggurin? Begini doang? Astaga! Tyaga Yosep nggak normal apa ya?

Aku menghentak kakiku, berjalan menuju saklar lampu utama. Aku mematikan lampu kamar dan berjalan dengan pelan, takut menendang sesuatu lagi. Aku naik ke atas tempat tidur dengan sedikit kesal, ini baru jam sebelas malam padahal.

Peluk nggak ya? Kalau aku peluk kira-kira Mas Aga bakalan marah nggak ya?

Aku bertanya-tanya sendiri di dalam hati, melirik pada punggung Mas Aga. Sebenarnya kondisi kamar tidak begitu gelap. Masih ada pencahayaan yang masuk ke kamar dari jendela yang kain jendelanya tipis. Pencahayaan lampu jalan dan taman masuk ke dalam kamar kami.

Akhirnya aku memeluk Mas Aga dari belakang. Kerja jantungku bukan bekerja dua kali lipat lagi, tapi sudah tiga kali lipat. Aku berusaha memejamkan mataku, sayangnya aku tidak bisa tidur.

Tiba-tiba, Mas Aga bergerak. Dia memutar posisi tidurnya menghadapku. Aku terkaget dan sampai tidak bisa bergerak. Aku tidak berani mendongak untuk melihat wajah Mas Aga. Terlalu takut jantungku bisa meledak sekarang juga.

Tangan Mas Aga melingkupiku, dia membawaku dalam rengkuhannya. Wangi Mas Aga sangat khas, sepertinya karena sabun mandi Mas Aga yang tidak pernah ganti. Ada wangi yang segar dan menenangkan.

Aku memberanikan diri mendongak, melihat wajah Mas Aga yang super ganteng. Matanya tertutup rapat, tapi napas Mas Aga tidak teratur. Aku bahkan bisa merasakan detak jantung Mas Aga yang berdetak sama cepatnya dengan milikku.

"Tidur Ocha, besok saya ada kerjaan pagi," ujar Mas Aga membuatku mengerjap beberapa kali.

Mas Aga berucap dengan mata yang terpejam. Aku akhirnya mengikuti Mas Aga, mencoba memejamkan mataku. Sepertinya tidur dipeluk Mas Aga memang nyaman, aku langsung merasa lebih mudah untuk tidur.

∞∞∞

"Hmmm ... halo."

Aku mengangkat panggilan telepon. Sejak tadi suara ponselku terus saja mengganggu. Dengan mata terpejam, aku mengangkat telepon dari Luna.

"Cha bangun! Katanya mau nge-mall," sahut Luna.

"Masih pagi, mall belum buka," ujarku pelan.

"Udah jam sepuluh ini bego! Lo siap-siap aja dua jam," gerutu Luna membuatku membuka mata.

Aku melihat sisi tempat tidur Mas Aga kosong. Mendengus pelan, aku ingat Mas Aga ada kerjaan hari ini. Semalam aku ingat Mas Aga, Mario dan Mas Amar. Sepertinya melihat proyek gitu.

"Jam satu siang ketemuan di TKP ya, gue naik taksi ntar," kataku yang akhirnya memilih duduk.

Mengusap sebelah mataku, aku teringat lagi kegagalan misi semalam. Benar-benar memalukan, bisa-bisanya Mas Aga tidak terpengaruh olehku. Dia bahkan tidak menunjukkan ekspresi apa pun.

Aku mematikan telepon Luna, kemudian membasuh wajahku. Baru kemudian mandi, mengganti baju tidur merah yang tidak berguna dengan baju kasual untuk pergi ke mall. Selesai mandi dan berdandan, aku baru ingat kalau di rumah ada Ibu dan Mama mertuaku.

"Ocha, nama lo sebagai menantu rusak sudah," gumamku sambil menepuk dahiku sendiri.

Bergegas aku keluar kamar, turun ke bawah dan mendapati Ibu dan Mama yang sedang mengobrol bersama Bi Ani di meja makan. Sepertinya mereka baru saja selesai memasak makan siang.

"Ocha ... kata Bi Ani kamu suka bangun siang?" Ini Ibu yang bertanya, nada suara Ibu sepertinya kesal denganku.

Aku menundukkan kepala takut diomeli Ibu. Kira-kira Bi Ani sudah cerita apa saja ya? Nggak mungkin dong Bi Ani cerita soal pisah kamar?

Ponselku kembali berdering, aku otomatis mematikan panggilan dari Luna. Ibu bahkan kemudian berkata, "Kamu itu sudah jadi istri. Bisa-bisanya kamu bangun siang, sekarang mau kemana? Bukannya di rumah kerjain kerjaan rumah, nunggu suami pulang. Kamu nggak ada kuliahkan?"

Aku menggigit bibir bawahku gelisah, bingung harus menjawab apa jika sudah seperti ini. Mau menjawab pun aku tidak berani. Aku hanya bisa memperhatikan kedua ujung ibu jari kakiku dengan takut.

"Sudah Mbak nggak papa. Namanya juga anak muda, mungkin Ocha kesepian kalau di rumah saja. Aga juga pagi-pagi sudah berangkat." Mama mertuaku menengahi.

"Ada apa?" tiba-tiba aku mendengar suara berat Mas Aga. Aku mengangkat kepalaku dan melihat Mas Aga yang berdiri di sampingku. Dia hanya menggunakan kemeja abu-abu tua dengan celana jeans hitam.

Aku melihat Ibu yang menghela napas dan meninggalkan meja makan. Beliau berjalan melewatiku, masuk ke dalam kamar tamu. "Bu ..." Aku memanggil dan mengikuti Ibu. Merasa bersalah pada beliau yang pasti malu sekali dengan kelakuanku.

icon lock

Tunjukkan dukunganmu kepada Azizahazeha, dan lanjutkan membaca cerita ini

oleh Azizahazeha
@azizahazeha
Dealocha Karin, mahasiswi yang dijuluki sebagai dewi kampus karena ke...
Buka akses bab cerita baru atau seluruh cerita. Yang mana pun itu, Koinmu untuk cerita yang kamu sukai dapat mendukung penulis secara finansial.

Cerita ini memiliki 47 bab yang tersisa

Lihat bagaimana Koin mendukung penulis favoritmu seperti @azizahazeha.
Jungkir Balik Dunia Ocha (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang