Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi

06 : Kamar Baru Ocha

193K 18.2K 1.9K
                                    

Mas Aga, aku dan Bi Ani memindahkan barang-barangku ke kamar Mas Aga. Bi Ani selama ini tidak banyak mengatakan apa-apa, sepertinya sudah diwanti-wanti oleh Mas Aga. Mudah-mudahan saja Ibu dan Mama tidak sadar kelakuanku dan Mas Aga.

"Bonekanya simpan di gudang saja," tutur Mas Aga saat aku memeluk para bonekaku, siap memindahkannya ke atas tempat tidur Mas Aga.

"Enggak!" sahutku tidak terima. Boneka-boneka ini pemberian fans-ku, harus dihargai sebaik mungkin. Lagi pula, selama ini mereka yang menemaniku tidur.

Mas Aga menatapku sambil menaikkan sebelah alisnya, dia melipat tangannya di depan dada. Aku menjatuhkan semua boneka yang sedang aku peluk. Kini tanganku bertolak di pinggang, menantang Mas Aga. Mari kita lupakan dulu misiku, boneka-boneka berjasaku lebih penting saat ini.

"Ya udah, kalau Mas Aga nggak bolehin mereka ke kamar Mas Aga. Aku juga nggak mau pindah ke kamar Mas Aga. Biarin aja Ibu sama Mama tahu yang sebenarnya, bukan aku doang yang jadi janda. Mas Aga juga bakalan jadi duda," ucapku berani.

"Ocha, kamu sudah berani melawan saya ya?" Mas Aga maju selangkah, aku mundur selangkah. Takut! Mas Aga mirip malaikat pencabut nyawa.

Tenang, aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku akan memperjuangkan hak-hak perbonekaan. "Jangan disimpan di gudang deh. Di letak di atas sofa kamar Mas Aga juga nggak papa," ujarku akhirnya.

Di dalam kamar Mas Aga memang ada sofa berukuran sedang. Aku bisa meletakkan pasukan cokelat di sana. Setidaknya kamar Mas Aga yang kelam itu bisa sedikit menjadi imut. Dia tidak memiliki benda yang mencerahkan di dalam kamar.

"Ya sudah," setuju Mas Aga akhirnya membuatku tersenyum penuh kemenangan.

Aku mengangkut boneka-bonekaku menuju kamar Mas Aga. Menyusun mereka di sofa kamar Mas Aga. Sebenarnya aku hanya beberapa kali masuk ke kamar ini, pertama kali saat mencari Mas Aga yang tertidur, padahal waktu itu kami harus ke luar kota–ke rumah Mama. Berikut-berikutnya aku hanya mengintip saja, memastikan Mas Aga ada di sarangnya atau tidak.

Kamar Mas Aga tidak berbau seperti kamar pria umumnya, justru kamarnya wangi. Dinding kamar Mas Aga berwarna abu-abu muda, walaupun begitu tidak ada cerah-cerahnya. Tempat tidur Mas Aga bahkan dilapisi bed cover berwarna hijau super-super tua, nyaris berwarna hitam. Warna-warna interiornya juga berwarna gelap, rata-rata hitam dan abu-abu tua.

Senyumku terbit saat melihat nakas di sebelah tempat tidur. Di atas nakas terdapat sebuah pigura kecil. Aku mengambil pigura tersebut, berisi foto pernikahanku dan Mas Aga dulu. Sepertinya, hanya sekali ini aku melihat Mas Aga tersenyum. Saat pengambilan foto pernikahan kami, setidaknya dia tidak merusak dengan wajah datarnya itu.

"Bu, itu tas dan sepatu Ibu mau diletak dimana? Kamar Bapak sudah tidak muat lagi, Bu." Bi Ani datang menghampiriku, beliau berdiri di depan pintu kamar Mas Aga yang memang terbuka.

Aku melihat satu lemari kaca di kamar Mas Aga. Mirip dengan punyaku di kamar. Di dalamnya terdapat berbagai macam jam tangan, ikat pinggang, dan dasi yang harganya pasti mahal. Bagian bawah lemari terdapat sepatu-sepatu Mas Aga. Kondisi lemari tidak begitu padat dan justru terkesan kosong.

"Bawa kemari saja Bi. Bisa Ocha susun di sini." Aku menunjuk lemari kaca Mas Aga. Yang punya lemari sepertinya sedang membenarkan kamarku, agar terlihat seperti kamar tamu yang kosong.

"Baik Bu."

Bi Ani menurutiku beliau membantuku membawakan sepatu dan tasku ke sini. Aku pertama-tama menyusun sepatu Mas Aga di satu sisi, baru kemudian di sisi satunya sepatu milikku. Sepatu-sepatu ini hanya sepatu yang jarang dipakai, masih terkesan baru malah.

Untuk tas-tasku, aku menyusunnya di tingkat ke empat, satu tingkat di atas rak sepatu. Di tingkat tersebut hanya ada sapu tangan milik Mas Aga yang tersimpan rapi di kotaknya. Aku pun menyusunnya dengan baik, berdampingan dengan tas-tasku.

"Kosmetikku diletak dimana Mas?" Aku bertanya pada Mas Aga saat dia masuk ke kamar, mungkin memeriksa kondisi kamarnya. Takut aku obrak-abrik atau aku dekor dengan segala macam benda lucu.

"Di kamar mandi," tutur Mas Aga singkat.

Aku mendengus pelan dan berjalan keluar kamar Mas Aga. Menuju kamar sebelah, mengambil alat-alat make up milikku. Aku memandang meja rias berukuran sedang di kamarku, meja tersebut dibelikan Mas Aga seminggu setelah aku tinggal di sini.

"Besok pagi-pagi sekali ada orang yang akan memindahkan meja rias di sebelah. Untuk sementara letak di kamar mandi saja." Mas Aga menjelaskan saat aku masuk ke dalam kamarnya dengan memeluk skin care milikku.

Ngomong-ngomong soal skin care, ini semua tinggal sedikit. Kalau aku dijatah uang tunai terus oleh Mas Aga bagaimana aku bisa membeli skin care? Belakangan ini aku juga tidak menerima endorse-an. Tidak ada yang membantuku, Mario lagi sibuk dengan kegiatan magangnya.

"Akhirnya selesai!" seruku yang kemudian menjatuhkan diri di atas tempat tidur. Bed cover Mas Aga sudah diganti oleh Bi Ani tadi, menjadi warna merah hati.

"Sikat gigi, cuci tangan dan kaki baru tidur!" perintah Mas Aga sambil menepuk kakiku pelan.

Aku menggelengkan kepalaku, aku lelah sekali. Mau sikat gigi saja malas rasanya. Mengantuk luar biasa.

"Ocha." Suara Mas Aga terdengar, dia memberikanku peringatan.

Bodo amat!

Aku tidak perduli dengan Mas Aga, memilih memejamkan mata dan memeluk guling yang aku bawa dari kamar sebelah. Mas Aga tidur tidak pakai guling soalnya, dia tidur kayak mayat, telentang doang!

Tidak ada suara apa-apa, aku penasaran apa yang sedang dilakukan Mas Aga. Aku membuka sedikit mataku, mengintip Mas Aga. Ternyata dia sedang merapikan lemari kaca. Dia mengganti posisi tas-tasku menjadi di rak paling atas yang sulit aku gapai. Pada rak atas yang terdapat jam tangan miliknya dipindahkan ke rak tas tadi.

Aku langsung buru-buru menutup mataku saat Mas Aga berbalik. Takut ketahuan sedang mengintip dan pura-pura tidur saja.

"Ocha, ini kenapa baju kamu masih banyak labelnya? Kamu belanja tapi nggak dipakai?"

"Suka aja sama modelnya," sahutku tanpa sadar.

Aku meringis pelan, membuka mataku dan melihat Mas Aga yang menatapku dalam diam. Tidak ada emosi apa pun di wajahnya, dia benar-benar manusia super datar dan kaku.

"Ini boros namanya, Cha. Kalau kamu hitung jumlah pakaian ini bisa buat bayar uang kuliah kamu," tutur Mas Aga yang hanya aku jawab dengan dehaman pelan.

Aku pelan-pelan turun dari tempat tidur, berjalan menuju kamar mandi. Aku harus membersihkan mukaku, memakai cream malam dan kemudian pergi tidur. Tapi, kenapa jantungku berdetak sangat cepat?

Memikirkan aku akan tidur di tempat tidur yang sama dengan Mas Aga. Sebenarnya, dulu saat habis menikah, saat malam pertama aku dan Mas Aga juga tidur di tempat tidur yang sama di rumahku.

"Astaga! Misiku," bisikku pelan saat ingat dengan misiku menaklukkan Mas Aga.

Aku memandang cermin, menggelengkan kepala melihat kondisiku. Piyama berwarna cokelat polos dan rambut yang dicepol asal-asalan. Pantas saja Mas Aga seperti enggan melihatku, ternyata kondisiku separah ini.

Lekas aku membuka cepolan rambutku, kemudian mengikatnya dengan benar. Untuk piyama sementara ini sudah oke. Mulai besok malam saja kita keluarkan piyama pemberian mama mertuaku.

Jungkir Balik Dunia Ocha (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang