Rae berdiri di depan garis polisi yang memisahkannya dari tempat kejadian perkara (TKP). Ia melihat sebuah garis putih yang membentuk postur tubuh dari goresan kapur, dengan tatapan nanar. Kedua matanya bergelinang air mata. Beberapa kali ia mencoba menghapus jejak air matanya, namun lagi-lagi air mata itu jatuh tanpa bisa ia kendalikan. Ia tak tahu bahwa akan secepat itu berpisah dari saudarinya, Sae. Jika ia tahu bahwa hari itu akan jadi hari terakhir ia bisa melihat Sae, ia tak akan mungkin meninggalkan Sae sendirian.
Tiba-tiba ia merasakan sekelebat hawa dingin melewatinya. Mata Rae sibuk mencari ke sana kemari. Saat ia berbalik ia menatap sesosok berwajah cantik tersenyum menatapnya. Itu Sae.
Tidak. Lebih tepatnya arwah Sae.
Tangisan Rae berhenti, ia tertegun. Tak percaya apa yang baru saja ia lihat. Rae berjalan mendekat, meraih Sae.
"Apa kau..." Suara Rae tertahan.
Sebuah air mata menetes dari matanya. Gadis itu—Sae, tersenyum menatap Rae sembari mengangguk.
Rae yang senang langsung memeluk arwah tersebut. Namun yang ia raih hanyalah udara kosong.
Dingin. Hampa. Gambaran yang bisa ia berikan saat ini.
Rae langsung menangis deras, ia tahu bahwa ia tak mungkin bisa menyentuh punggung mungil Sae lagi. Ia terjatuh duduk. Seperti yang selama ini ia lakukan, ia hanya berpikir bahwa itu hanyalah halusinasi.
Rae memeluk dirinya seakan memeluk seseorang yang ia rindu. Suara tangisnya pecah diantara kesiur angin yang melewatinya.
Secara tak sadar, ada seseorang yang memperhatikan Rae dari kejauhan. Seorang laki-laki berperawakan tinggi tegap dengan otot-otot tangannya yang mengempis namun liat.
Saat Rae hendak berdiri dan melangkah pergi ia melihat arwah itu sedang menatapnya. Laki-laki itu tak tahu bahwa Rae bisa melihatnya. Rae buru-buru membuang wajah, menghapus jejak air matanya.
Laki-laki itu terkejut. Saat Rae membuang wajahnya ia berpikir bahwa hanya kebetulan.
"Apa hanya perasaanku saja ya.." Laki-laki itu memiringkan kepalanya, bingung. Namun ia tak menyerah begitu saja. Saat Rae berjalan melewatinya, ia buru-buru meraih tangan Rae.
Rae dapat merasakan hawa dingin di tangannya. Rae langsung mengusap tangannya dan berjalan cepat meninggalkan tempat tersebut.
"Jadi kau benar bisa melihatku?" Laki-laki itu berkata. Ia tersenyum tak sangka dari sekian banyak orang di sekolah itu, ada yang bisa melihatnya.
----- 30 DAYS ALIVE -----
YOU ARE READING
30 Days Alive
Teen FictionRae dan Sae adalah saudari kembar yang hampir tak terpisahkan. Sae yang cantik, baik hati dan pandai bermain kata sangat dikagumi orang-orang. Kemanapun ia pergi, jalan yang dilalui Sae selalu bersinar. Berbeda dengan yang dilalui Rae. Rae siswa in...
