"Ada Safna." Hanum mengedikkan dagu kearah Safna.

"Gak papa," balas Danu membuat mata Hanum membulat.

"Safna permisi buang ini bentar ya," ucapnya memperlihatkan kantong plastik sampah. Suara Safna mengejutkan Danu. Spontan Danu lepas pelukannya.

"Biar Mbak aja."

Hanum langsung menarik kantong sampah tersebut dari tangan Safna, lalu berbalik. Berhenti tepat disebelah Danu.

"Katanya nggak papa. Tapi denger suaranya aja udah kaget gitu," bisik Hanum mengejek Danu.

Danu menghela nafas. Apapun Danu lakukan tetap saja ia kalah. Danu tarik ujung baju Hanum berharap agar wanita itu tidak pergi. Hanum menatap tajam Danu, menepis tangannya lalu beranjak pergi. Tak peduli akan permohonan Danu.

Danu menatap Safna, memperhatikan wanita itu masih sibuk dengan kegiatannya. "Bisa buatkan saya kopi?" pinta Danu kemudian yang langsung saja dikerjakan oleh Safna.

Kening Danu berkerut merasakan perubahan sikap Safna yang tiba-tiba. Danu tarik kursi disampingnya lalu duduk, menopang dagu Danu kemudian menatap Safna.

Safna meletakkan segelas kopi dihadapan Danu. Sedangkan Danu terus saja menatap Safna, tak ada satu pun kegiatan Safna yang lepas dari pandangannya.

Kamu kenapa, Na. Batin Danu. Namun tak berniat mengatakannya.

Danu menghela nafas. Biasanya Safna selalu mengajaknya bicara meski Danu tidak ingin. Safna selalu bertanya apakah Danu butuh sesuatu saat Danu berada didepannya. Tapi sejak tadi, wanita itu terus saja diam. Tidak berbicara, tidak pula bertanya, hingga akhirnya Danu memutuskan ialah yang akan memulai percakapan itu.

"Kamu marah?" tanya Danu memecah kesunyian.

"Marah kenapa?" tanya Safna balik.

"Karna saya memperlakukan Hanum seperti tadi," tebak Danu.

Safna tersenyum, masih sibuk dengan kegiatannya, lalu menjawab. "Enggak."

Danu manggut-manggut. "Oke," ucapnya. "Kamu memang nggak marah. Tapi saya yakin, kamu pasti... cemburu." Danu menyunggingkan bibir saat melihat kesibukan Safna terhenti. Tentu kali ini tebakan Danu benar.

Safna menoleh, dengan tersenyum ia kembali menjawab. "Enggak," ucapnya lalu kembali pada kegiatan.

Kening Danu berkerut. Ia tatapi wajah itu lalu menarik tangan Safna hingga mendekat. Dengan tenang Safna balas tatapan Danu.

"Gak cemburu?" tanya Danu mengulang pertanyaannya.

"Kamu berharap saya cemburu?" Safna balik bertanya.

Danu berdecak. "Gak... maksud saya, jangan cemburu... lebih tepatnya, kamu nggak boleh cemburu."

"Kenapa?" tanya Safna tenang.

"Karna Hanum istri pertama saya. Istri saya yang sah secara hukum."

Safna tersenyum. "Saya tau," jawabnya. "Bisa lepaskan tangan saya?" Safna mengangkat tangannya yang sedari tadi Danu pegang.

Danu melihat tangan Safna yang ia pegang, lalu mendongak menatap wajah Safna.

"Safna, bisa bantu mbak sebentar!?" Suara Hanum terdengar dari kejauhan.

"Iya Mbak, sebentar," jawab Safna sedikit berteriak. "Lepas!" pintanya pada Danu.

Danu terus saja memegang erat tangan Safna tanpa peduli dengan permintaan wanita itu. Hingga mau tak mau, Safna menarik keras tangannya hingga lepas dari genggaman Danu.

Istri Kedua (Selesai)Where stories live. Discover now