Prolog

46 15 1
                                        

"Rencana hidup memang kadang tak sesuai dengan takdir yang telah ditentukan bahkan jauh dari ekspetasi pemikiran manusia. Kita mungkin menganggap hal itu tak baik dan tidak adil, tetapi kembali lagi yang tahu itu baik dan buruknya bagi manusia itu hanya Sang Pengcipta. Kita yang hanya ciptaan tak bisa mengatur terlebih lagi masalah dengan siapa kita akan berjodoh, tujuan seorang hamba diciptakan hanya untuk semata-mata beribadah kepada-Nya. Untuk urusan jodoh itu semua sudah diatur lantas kenapa kamu harus bersedih?" ujar seseorang yang menatap lurus ke depan.

"Saya rasa anda terlalu jauh mengomentari hidup orang, terlebih lagi hanya sebatas rekan kerja," balas Gladis menatap sekilas lawan bicaranya. "Anda tidak tahu apa-apa dan juga saya tidak bersedih," tambahnya lalu berbalik tanpa menunggu lawan bicaranya berbicara.

Gladis merasa agak kesal, niatnya yang sedari tadi ingin sendiri dan menenangkan hati malah terganggu oleh sosok Adrian yang tak pernah ia pungkiri akan berbicara panjang kali lebar dengannya, terlebih lagi mereka jarang berinteraksi selama bekerja satu profesi kecuali urusan pekerjaan.

"Aku memang tak tahu apa yang kamu rasakan tapi matamu tak bisa berbohong," balas Adrian.

Perkataan itu membuat Gladis menghentikan langkahnya dan mendengar suara langkah kaki ke arahnya.

"Besok ada jadwal operasi, aku ngak mau fokusku terganggu hanya karena melihat mata bengkak." Ujar Adrian berhenti tepat di samping Gladis lalu melangkah keluar dari rooftop tersebut.

TakdirWhere stories live. Discover now