Dekat

1.3K 118 24
                                    

Hampir dua minggu setelah kecelakaan yang menimpa Nendra, hubungan keduanya semakin baik. Nesya memberikan semua perhatiaannya ketika merawat Nendra, sedang Nendra mulai terbuka bercerita tentang dirinya.

Saat pertama merawat Nendra, Nesya dibuat bimbang. Pasalnya, Nendra yang tidak mungkin tinggal sendiri dalam keadaan sakit, sementara keluarganya yang tinggal di kota ini hanya Siska yang pasti sekarang semakin sibuk mengurus persiapan acara pernikahannya. Akhirnya, Nesya terpaksa merawat Nendra dirumahnya sampai keadaan Nendra cukup memungkinkan untuk kembali lagi tinggal sendiri. Dia tidak khawatir membawa Nendra ke rumahnya tentu saja karena ada Hendri juga yang menemani mereka. Saat berangkat bekerja, mereka berangkat bersama dan ketika pulang Nesya akan terlebih dahulu menjemput Nendra, selalu begitu hingga Bunda kembali ke rumah kemarin.

"Makasih ya Nesya, Nendra pasti ngrepotin kamu banget ya. Bunda pengen cepet pulang pas denger Nendra ketabrak motor, sedangkan neneknya nggak ada yang jagain. Keluarga Pakdhe Kirman yang biasa merawat nenek mesti ke rumah anaknya di kampung sana, cucunya baru lahir. Untungnya ada kamu sama Hendri yang jagain Nendra. Paling tidak Bunda agak tenang karena Nendra nggak sendirian." Bunda memberikan elusan di pundak Nesya saat Nesya mengantar Nendra pulang karena tangan Nendra masih belum bisa digunakan mengendarai kendaraannya sendiri.

"Nggak apa-apa Bunda. Nesya seneng bisa bantuin Bunda sama Nendra." Nesya tersenyum tulus pada Bunda Nendra.

***

"Mbak Sya, tumben jam segini masih dirumah?" Hendri duduk di sofa seberang tempat Nesya duduk.

"Emang kenapa?" Nesya menjawab tanpa melihat pada Hendri, melanjutkan kegiatan membaca berita lewat media online di ponselnya.

"Emang nggak nyamperin Mas Nendra buat kerja?" Hendri berpindah duduk disebelah Nesya sambil mengunyah camilannya.

"Kamu sebenernya anak kuliahan bukan sih?"

"Ya kuliah lah Mbak. Udah mau wisuda nih."

"Katanya rajin kuliah, tanggal merah aja dia nggak tau." Nesya mendengus ke arah Hendri.

"Ah, iya! Aku lupa. Pantes Mbak Sya adem ayem, biasanya jam segini udah rapi jemput gebetan." Hendri memberikan cengirannya.

"Eh, gimana perkembangannya Mbak Sya sama dia? Secara tiap hari barengan mulu." Hendri mengalihkan fokus sepenuhnya pada Nesya.

Nesya hanya mengendikkan bahunya. Pasalnya, dia sendiri tidak tahu apakah Nendra bisa membuka hatinya untuk Nesya. Dan pertanyaan Hendri sukses membuat perasaan Nesya kacau pada hari itu.

***

"Nes, ini undangan buat kamu. Dateng ya." Siska datang menghampiri Nesya dengan membawa undangan berwarna navy dengan tulisan berwarna silver.

"Yaaa... Mbak Sis kok nikah duluan sih. Ntar aku nggak bisa leluasa ngerecokin Mbak Sis lagi." Nesya pura-pura memasang wajah sedih saat tangannya menerima undangan pernikahan dari Siska.

"Halah! Modus banget kamu, Nes. Kamu maunya gimana? Kita nikah barengan gitu?" Siska menepuk pelan pundak Nesya kemudian mencondongkan badannya mendekat ke arah Nesya sambil berbisik, "Emang Pak Bos Tristan sama Nendra, salah satunya udah ada yang gercep ya??"

"Iiih!! Mbak Sis apaan sih!" Nesya reflek memundurkan kepalanya dengan mata membola saat mendengar ucapan Siska.

"Kali aja aku ketinggalan berita Nes gara-gara sibuk nyiapin pernikahanku." Siska menunjukkan cengirannya.

"Tau ah Mbak. Pak Bos itu udah punya pacar tau Mbak. Kemarin nggak sengaja ketemu di Grand Mall pas aku jalan sama Hendri." Nesya berucap dengan berbisik pada Siska.

"Serius??" Siska tampak kaget. Pasalnya, dia pernah melihat Tristan memandang foto Nesya yang entah didapat darimana.

"Hmm. Nggak percaya silahkan tanya aja sama Pak Bos." Nesya mengendikkan bahu.

"Itu namanya cari mati kalau sampai ikut campur urusan pribadi Pak Bos."

Nesya tertawa pelan mendengar ucapan Siska tentang Bos nya.

"Yaudah, kalau gitu kamu sama Nendra aja. Siapa tahu jodoh, apalagi kalian udah saling kenal." Ucapan Siska membuat perubahan pada wajah Nesya yang semula tersenyum menjadi lesu.

Siska bisa melihat perubahan wajah Nesya. Sepertinya Nesya sangat mencintai Nendra, sedang yang Siska lihat Nendra pun sebenarnya sudah mulai nyaman dengan Nesya. Selama beberapa minggu terakhir meski Siska tidak bisa menjaga Nendra, tapi Siska sering menanyakan keadaannya via telepon.

Sepertinya aku harus melakukan sesuatu untuk mereka, Batin Siska.

***

Setelah pulang dari kantor, Nesya segera membersihkan diri kemudian memasak untuk makan malam. Namun saat dia sedang melakukan aktifitas memasaknya, bel rumah tiba-tiba berbunyi membuatnya mengernyitkan dahi berpikir siapa yang sedang bertamu.

"Bunda?" Nesya berusaha menyembunyikan kagetnya saat mengetahui siapa yang berkunjung ke rumahnya.

"Hai, Nes. Bunda ganggu ya? Lagi sibuk?" Bunda Nendra tersenyum ketika Nesya membuka pintu.

"Tidak Bun, Nesya baru aja selesai masak buat makan malam. Oh iya, Silahkan masuk Bunda. Bunda duduk dulu ya, Nesya buatkan Bunda minum sebentar." Setelah mempersilahkan Bunda duduk Nesya berlalu menuju dapur.

"Silahkan diminum Bunda." Nesya meletakkan secangkir teh hangat diatas meja.

"Makasih, Nes. Bunda kesini cuma mau kasih ini buat kamu." Bunda Nendra menyerahkan rantang makanan pada Nesya, kemudian menyerahkan sebuah paper bag yang entah apa isinya.

"Maaf, tapi ini apa ya Bunda?" Nesya menunjukkan raut bingung pada isi paper bag yang diterimanya.

"Itu seragam buat ke pernikahan Siska minggu depan. Kamu tinggal pakai aja kok, Semoga pas ukurannya." Bunda tersenyum pada Nesya.

"Makasih Bunda. Kenapa Bunda nggak bilang aja sama Nesya, biar Nesya yang ke rumah. Jadi Bunda nggak perlu repot nganterin ke sini." Nesya meletakkan rantang beserta paper bag di sofa sebelah tempatnya duduk.

"Bunda nggak repot. Sekalian mau ketemu kamu. Oh iya, Kamu besok berangkat bareng sama Bunda dan Nendra ya, biar sekalian jalan. Nanti Bunda kenalin sama keluarga besar Bunda." Bunda Nendra terlihat antusias.

"Eh? Maaf sebelumnya Bunda. Bukan Nesya menolak ajakan Bunda, tapi Nesya rencana berangkat sama Hendri, Bun." Nesya tampak canggung menjelaskan.

"Yaudah, malah bagus kalau Hendri ikut biar tambah rame. Kita semobil aja ya." Bunda berusaha membujuk Nesya.

"Apa nggak ngrepotin Bunda sama Nendra nantinya, Bun?" Nesya masih berusaha menolak secara halus.

"Kamu tenang aja, nggak ada yang merasa direpotkan. Malah Bunda seneng kalau kamu mau barengan ke sana. Bunda jadi ada temen ngobrolnya." Bunda menggenggam tangan Nesya dan tersenyum lembut. Bagaimana bisa Nesya menolak jika seperti ini?

"Baik Bunda," ucap Nesya akhirnya menyetujui permintaan Bunda Nendra.

Semoga cara ini bisa mendekatkan kalian, Batin Bunda Nendra.

...

Cinta Tanpa Syarat (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang