Chap 32| Bagian Yang Hilang

11.4K 946 274
                                    

Chapter 32. Bagian Yang Hilang

Saya tahu ini kedengaran begitu serakah, tapi saya ingin kamu tetap mencintai saya dalam setiap keadaan dan serumit apapun ceritanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saya tahu ini kedengaran begitu serakah, tapi saya ingin kamu tetap mencintai saya dalam setiap keadaan dan serumit apapun ceritanya.Samahita

Semalaman suntuk Samahita termenung, kalung yang melingkar di leher jenjang istrinya telah memperkeruh pikirannya. Membuat jiwanya tenggelam dalam peristiwa bertahun silam. Di mana benda kesayangannya itu hilang, tepat setelah dia menghabisi nyawa seseorang atas perintah ayahnya.

Dari kaca di hadapannya dia menatap Zivana yang sibuk merapikan tempat tidur, memilih sesuatu di dalam lemari lalu membawa jas dan dasi mendekat dengan senyum hangat yang justru membuat pedih dalam dadanya merambat.

Dia menahan tangan Zivana yang hendak memasangkan dasi untuknya. Biasanya, saat obsidiannya beradu dengan sepasang bola mata coklat madu istrinya akan ada teduh yang merengkuh hatinya. Namun kini berbeda, mata jernih itu seolah menyedot dan menempatkannya dalam sebuah ruang kedap udara.

"Mas-"

"Saya peluk, yah?" potong Samahita. Dia tebak, Zivana pasti kebingungan. Untuk apa dia meminta izin? Biasanya juga langsung peluk.

Kalung itu seolah meruntuhkan semua pondasi rumah yang sudah dia bangun susah payah untuk Zivana. Dia resah akan ada badai besar setelah ini, dia takut tidak dapat menyelami kehangatan dari senyum juga teduh tatapannya. Dia takut pelukan seperti ini tidak pernah bisa dia temukan lagi. Yang pasti, dia takut; kehilangan.

"Mas udah belum peluknya?" Sebetulnya Zivana tidak keberatan sama sekali dipeluk selama ini, masalahnya dia ada kelas pagi. Dosen yang mengajar rewelnya minta ampun. Daripada diomeli di depan teman-temannya lebih baik dia membuang kesempatan untuk dipeluk Samahita selama mungkin.

"Satu menit lagi."

"Abang grab udah nungguin di bawah. Dasi Mas Ama juga belum kepasang, nanti Mas telat, bukannya ada rapat pagi ini?"

Kalau boleh, dia ingin memeluk Zivana untuk waktu yang sangat lama, lama, dan lama. Andai saja rapat dan jadwal kelas pagi Zivana tidak menginterupsi. "Saya yang antar." Perlahan Samahita lepaskan pelukan itu. Membiarkan Zivana memasangkan dasi untuknya. Sial, kenapa matanya terasa panas. Kenapa dadanya terasa pedih.

"Yaya-" Samahita memberi jeda, seolah permintaan yang akan diucapkan terasa tidak tahu diri dan serakah. "Apapun yang terjadi, jangan pernah pergi dari saya."

Spontan Zivana mengangguk sebagai jawaban, tanpa tahu, setelah hari ini apakah jawaban itu akan tetap sama.

***

"Lo tahu semua ini Will, tapi kenapa lo nggak bilang!? Lo sembunyiin fakta sebesar ini soal siapa yang udah bunuh ayah!!!! Lo sembunyiin fakta yang buat gue kayak orang tolol udah sayang sama adik yang udah bunuh ayah!!! Fuck!!!" Murka Cahyo sambil melempar beberapa kertas berisi informasi penting yang disimpan William.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang Kita; Yuanfen (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang