🕷﹆ HELLEVATOR◞◞𖤐

84 15 20
                                        

✦─────────✦

Sebastian menghela napasnya gusar sambil memerhatikan suasana kota dari balkon rumahnya. Semakin hari, keadaan kota semakin memburuk. Bukan hanya kota ini saja, melainkan satu negaranya dan seluruh negara di dunia.

Kekeringan dimana-mana. Air sudah sangat langka dan hewan-hewan terbunuh tanpa tau alasannya. Ekonomi semua negara juga memburuk karena adanya permasalahan dalam perdagangan dunia yang mana sumber daya alam dari berbagai belahan bumi sudah sangat menipis.

"Kalau seperti ini terus, bisa-bisa manusia akan meninggal karena kelaparan," gumam Sebastian.

Evan yang sedang berjalan menuju dapur berhenti sebentar untuk menghampiri Sebastian.

"Kau benar, Bas. Apa pemerintah belum mendapatkan solusinya?" sahutnya.

"Solusi seperti apa?"

"Meminta bantuan pada negara tetangga misalnya," jawab Evan.

"Evan, keadaan negara lain juga sama halnya seperti negara kita. Bagaimana kita mau meminta bantuan?" Sebastian kembali menghela napasnya.

"Lalu kita harus apa, Bang? Diam disini sampai kita semua mati?" Seseorang menyeletuk.

"Raysanno, jaga mulutmu," tegur Evan.

"Aku hanya bertanya saja." Raysan membela dirinya sendiri.

Sebastian mengacak rambutnya frustasi dan Evan pergi melanjutkan niatnya untuk pergi ke dapur.

"Bang, kita gak bisa kayak gini terus. Setidaknya kita harus mencari sumber air di tempat lain. Karena kita gak bisa selamanya berharap pada satu titik saja," jelas Raysan.

Dieon yang baru saja datang membenarkan ucapan Raysan. "Bang Ray benar, kita gak bisa diam aja."

Sebastian menutup matanya sejenak memikirkan lagi ucapan Raysan yang ada benarnya juga. Meski lelaki yang lebih muda 1 tahun darinya itu terlihat abstrak sifatnya, tapi ia memiliki pemikiran yang lumayan cerdas.

Di sisi lain, Faisal, Sagen, Zervas, Davisan dan Taka tengah menonton televisi bersama yang sedang menyiarkan berita tentang kondisi negara.

"Kalau gini terus kita bisa mati kelaparan. Gak elit banget," ujar Faisal.

"Terus mau gimana lagi?" celetuk Sagen.

"Paling tidak kita berusaha buat memperbaiki kondisi negara," usul Davisan.

"Masalahnya, caranya gimana?" Zervas angkat bicara.

"Kita bicarain dulu sama para tetua. Gimana?" usul Taka.

Davisan menyandarkan badannya ke sofa. "Kak!!!"

Tak lama Davisan memanggil, Sebastian, Dieon dan Raysan datang. Mereka ikut berbaur bersama para maknae.

"Kenapa, Davisan?" tanya Raysan mewakili.

"Sebentar, dimana Kak Evan?" tanya Davisan balik.

Baru saja Sebastian ingin menjawab, Evan tiba-tiba datang dan duduk di bahu sofa.

"Apa?"

Zervas mengambil remote dan mematikan televisi agar diskusi lebih serius.

"Aku pikir kita gak bisa kayak gini terus," ucap Davisan. "Yang ada malah masyarakat akan mati satu persatu karena kekurangan konsumsi."

"Kalau kita turun tangan buat ini gimana?" usul Zervas setelahnya.

[I] NINE OR NONEWhere stories live. Discover now