Surat permohonan

4.3K 371 16
                                    

Wanita itu keluar dari ruang rawat inap dan langsung menuju ke tempat Ibra berada. Dari kejauhan Ibra sudah tersenyum ke arah Izma.

"Izma, ayo kita makan siang," ajak Ibra kepada sang sahabat.

"Ibra tapi-tapi ... aku tidak lapar," kata Izma dengan suara yang gagap.

Wanita itu benar-benar tidak tahu harus berkata apa kepada Ibra.

"Apakah terjadi sesuatu?" tanya Ibra dengan kening yang mengerut.

"Pagi ini sebenarnya aku bertemu dengan Azam," ucap Izma dengan suara yang rendah. Ibra terkejut ketika Izma mengatakan semua itu. Ibra langsung berdiri dan menarik tangan Izma dan memposisikan Izma duduk di sampingnya.

"Apa benar itu Azam? Apa dia sudah menemukan kita?" tanya Ibra dengan hati yang berdebar, dia tidak tahu bagaimana perasaan Izma kepada Azam, pria itu sangat ketakutan tatkala mantan suami sang kekasih kembali ke hadapannya, baiklah memang bukan mantan suami, karena mereka masih terikat hubungan suami istri secara hukum.

"Benar sekali, dia baru selesai dioperasi dan dia disini bersama Dokter Daniel. Aku kasihan melihatnya, tapi aku merasa sakit ketika melihat dia mengingat bahwa dia sudah menyakitiku," kata Izma dengan mata yang berkaca-kaca, wanita itu benar-benar merasa ketakutan, dia tidak tahu harus bagaimana menghadapi Azam saat ini.

Beruntunglah Azam masih terkulai lemas dan tidak bisa melihat dia. Bagaimana kalau sampai Azam menatapnya apakah yang akan terjadi.

"Bagaimana dengan hatimu? Apakah kamu mau kembali padanya, atau memang mau bercerai, semua itu hanya kamu sendiri yang bisa menjawabnya," ucap Ibra dengan mata yang berkaca-kaca, dia itu sangat berharap bahwa Izma bisa bercerai dengan Azam dan menjalin rumah tangga bersamanya.

"Aku sudah memutuskan, akan berpisah dengannya, aku tidak mau menoleh ke belakang. Setelah dia bangun aku akan segera mengajukan perceraian ke pengadilan," kata Izma dan mata yang berkaca-kaca. Wanita itu sudah bulat akan keputusannya, dan dia tidak ingin orang lain mengubah semua rencananya.

"Benarkah kamu akan berpisah dengannya? Apakah kamu tidak berbohong?" tanya Ibra dengan kesungguhannya. Dia berharap banyak kepada gadis yang kini ada di hadapannya.

"Aku harus bisa, aku harus terbebas dari bayang-bayang itu, tidak bisa terus-menerus hidup seperti ini. Ibra tolong bantu aku," kata Izma dengan mata yang berkaca-kaca, lalu Izma langsung menundukkan wajahnya, dia memejamkan mata dan akhirnya air matanya menetes tanpa bisa dibendung lagi.

"Aku akan selalu menemanimu, kita temui Azam dan kita segera minta tanda tangan persetujuan untuk bercerai, Tapi sebelumnya ayo kita bertemu terlebih dahulu dengan pengacaraku," kata Ibra kepada Izma.

"Apakah hari ini kamu tidak ada kegiatan, kebetulan jam 2 aku bisa pulang ayo kita berangkat temui pengacaramu," kata Izma dengan tekad yang sangat kuat, wanita itu sudah sangat yakin bahwa dia akan segera menceraikan Azam.

"Baiklah. Ayo kita berangkat," ajak Ibra sambil menolehkan senyum yang manis kepada Izma. Mereka pun lalu pergi meninggalkan rumah sakit dan dengan segera menemui pengacara pribadi keluarga Ibra.

Sesampainya di kantor pengacara, Ibrahim menceritakan semua keinginan Izma, bahwa ijma ingin segera bercerai dari suaminya dengan alasan bahwa suaminya memang sudah berpoligami dan dia tidak menginginkan hal itu. Karena itulah dia memohon perceraian.

Pengacara mengatakan bahwa dia menyanggupi semua keinginan Izma, beliau memberikan sebuah surat kepada Izma untuk ditandatangani oleh dirinya. Sesaat Izma bergetar ketika membaca surat tersebu, sebuah surat permohonan pengajuan perceraian di pengadilan agama.

"Ayo Izma, tanda tanganilah surat itu, setelah kamu menandatangani surat itu maka kita harus memberikan surat itu kepada Azam, agar Azam mau menandatangani surat permohonan perceraian itu," kata Ibra sambil menatap Izma dengan penuh harap.

Namun Izma sendiri masih terdiam membisu, tidak tahu apa yang harus dilakukan tadi dia memang sudah sangat bulat dengan tekadnya. Tetapi entah kenapa melihat surat permohonan perceraian dia menjadi lemah kembali.

"Haruskah aku menandatangani ini, kenapa sangat berat rasanya?" kata Izma sambil menatap wajah Ibra dengan tatapan penuh dengan tetesan air mata.

"Bukankah kamu sudah yakin bahwa kamu ingin terbebas dari hidup yang terkekang. Bukankah kamu sudah yakin bahwa kamu tidak mau lagi menjadi seorang istri kedua, maka lakukanlah perceraian dan Bina hidup barumu," kata Ibra kepada Izma.

Tangani Izma bergetar tatkala dia harus menandatangani surat permohonan perceraian itu, wajahnya begitu pucat tetapi akhirnya dia bisa menandatangani juga walaupun sempat tersendat karena pikiran yang tidak jelas.

"Bagus Izma, kamu bisa melakukan itu semua," ucap Ibra menorehkan senyum yang manis. kini Izma sudah berhasil menandatangani surat permohonan perceraian tersebut.

"Setelah ini aku harus apa?" Izma bertanya dengan suara yang pelan.

"Kita serahkan kepada pengacara kita saja. Nanti pada saat waktunya kita tidak usah datang ke pengadilan, biar penasaran saja yang mengurus," tukas Ibra kepada wanita yang kini ada di hadapannya.

"Baiklah terima kasih banyak Ibra, karena kamu sudah membantuku, terima kasih juga Pengacara Albert," Albert cuma sedikit menorehkan senyum.

"Terima kasih kembali," ucap pengacara tersebut kepada Izma."

Lalu beberapa bayi itu  saat kemudian pergi bersama Ibra meninggalkan kantor pengacara tersebut. Izma benar-benar tidak tahu apakah langkahnya ini betul Atau tidak yang pasti dia merasa sangat sakit hati ketika melihat tajam kembali semua perlakuan Izma kepadanya membuat dia merasa tidak dihargai sebagai seorang istri.

Ucapan Dokter Daniel, tadi pun tidak percaya karena bisa saja Dokter Daniel berbohong kepadanya hanya untuk menarik simpati saja.

"Bagaimana sekarang? Apakah pikirannya masih galau?" tanya Ibra sambil menatap Izma dengan begitu tajam.

"Tentu saja tidak ada perempuan yang ingin bercerai dengan suaminya tanpa alasan, aku masih istri dari suamiku. Apakah aku terlalu berani?" kata Izma dengan suara yang rendah.

"Tidak kamu bukan manusia yang pertama yang menggugat cerai suaminya, di dunia ini banyak sekali wanita yang menggugat cerai suaminya termasuk para artis di televisi." jawab Ibra mencoba untuk menenangkan Izma.

"Benarkah, apakah sekarang kita akan pulang, atau kembali ke rumah sakit?" tanya Izma sambil menatap sahabatnya.

"Karena di rumah sakit ada Azam dan kamu sudah bertemu dengannya, maka sekarang kita pulang saja. Besok lagi kita bertemu dengan dia bersama-sama," kata Ibra sambil menggenggam erat tangan Izma.

"Baiklah aku pun ingin tidur sebentar, kepalaku benar-benar tidak bisa diajak kerjasama," ucap Izma dengan wajah yang pucat, wanita itu masih saja memikirkan soal perceraian. Sebetulnya masih ada Azam di dalam pikirannya, tetapi sebisa mungkin dia tolak kehadiran pria yang sudah membuat hatinya tersakiti.

🎄🎄🎄

Bersambung

Dokter Izma 3 (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang