Bab Kedua Belas

14 2 0
                                    

"Ibu!"

Reyyan berlari sembari memanggil sang ibu berkali-kali. Namun, Karlotte tak juga berhenti, dia terus saja berjalan cepat menuju sebuah bangku yang dihuni oleh seorang pemuda. Pemuda berambut cokelat gelap, berwajah tak asing. Sangat familier. Wajah itu mirip dengan ... Reyyan?

"Ibu, berhenti, Bu!"

Karlotte menoleh, tersenyum manis kepada sang putra. Dia melambaikan tangan, meminta Reyyan mendekat. Wanita paruh baya itu duduk di sebelah pemuda yang wajahnya sama persis dengan Reyyan.

"Kau ... Rudra?" tanya Reyyan begitu sampai di hadapan sang ibu. Dia menatap pemuda yang di hadapannya dengan mata memicing. Namun, hanya dibalas senyuman oleh pemuda tersebut.

"Iya, aku Rudra. Salam kenal, Reyyan."

Reyyan semakin memicingkan matanya, "Kenapa kau bisa di sini? Untuk apa, hah?"

Entah mengapa, tiba-tiba saja emosi dalam diri Reyyan tersulut. Tapi lagi-lagi, Rudra tak menanggapi berlebih, pemuda berusia sekitar 23 tahun itu malah tersenyum.

"Aku hanya ingin berterima kasih dan mengatakan satu hal kepadamu, Rey," ucap Rudra pelan. Masih dengan nada tenangnya.

Rudra terlihat menghela napas terlebih dahulu. "Begini, Rey. Terima kasih telah datang ke Arciplants East dan membuat Ramissa tersenyum kembali. Dan aku mohon kepadamu, tetaplah berpura-pura menjadi diriku, sampai waktu yang tepat. Tolong bahagiakan Ramissa, sampaikan maafku padanya. Ya, suatu saat nanti, di waktu yang tepat."

Dahi Reyyan mengernyit sedikit dalam, tangan lelaki itu bersendekap di atas dada. "Apa maksudmu?"

"Kau akan tahu nanti, Rey. Kita akan bertemu lagi. Kembalilah, Ramissa sudah menunggumu."

Setelah mendengar ucapan Rudra tersebut, ada sebuah portal berwarna putih yang menyeret Reyyan ke dalamnya. Lelaki itu seperti dihempaskan dengan keras, dia mengaduh kesakitan. Saat membuka mata, ternyata dia masih berada di atas ranjang. Tidak terjadi apa pun. Posisi badannya masih terbaring nyaman.

Sial! Baru kali ini aku bangun dari mimpiku dengan cara seperti itu.

Reyyan memutuskan untuk bangun, mengeluarkan kalung berbandul permata putih itu dari dalam bajunya. Mengamatinya sekilas, hingga Reyyan terlarut di dalamnya. Bunyi pintu berderit, mengalihkan perhatian Reyyan. Ramissa berdiri di sana dengan senyum manisnya. Tanpa sadar, bibir Reyyan ikut tertarik ke atas, membentuk sebuah lengkungan.

"Makan malam sudah siap. Ayo!" ujar Ramissa dengan nada penuh semangat. Gadis itu masih di ambang pintu, belum masuk ke dalam kamar Reyyan.

"Baiklah."

Reyyan berdiri, berjalan menghampiri pintu yang masih dipegang oleh Ramissa. Perlahan, lelaki itu memegang kenop—yang masih terdapat tangan Ramissa di sana—dengan pelan, lantas melebarkan pintunya.

"Maaf."

Kata-kata itu tiba-tiba saja meluncur bebas dari bibir Reyyan. Entahlah, lelaki itu hanya menyampaikan apa yang dibilang Rudra tempo lalu.

"Untuk apa?" tanya Ramissa menimpali ucapan Reyyan yang begitu tiba-tiba, menurutnya.

"Tidak, lupakan. Ayah dan Ibu pasti sudah menunggu, kan?"

Ramissa mengangguk, dengan pelan dia menggenggam jemari tangan Reyyan sebelah kiri, mengajak lelaki itu berjalan beriringan. Awalnya Reyyan kaget, tetapi akhirnya dia menurut. Tersenyum sekilas ke arah Ramissa, lalu keduanya berjalan menuju Ramons dan Evelyn yang sudah menunggu.

***

Sirra melangkahkan kakinya cepat, semakin masuk ke hutan Arciplants West. Perempuan itu sedang mencari sebuah tanaman untuk obat penurun panas. Tiba-tiba saja semalam Ren menggigil kedinginan, tetapi seluruh badannya panas. Bocah itu menangis sepanjang malam.

ArciplantsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang